21 Juli, 2025

Menebar Salam dan Kasih Sayang

Islam adalah agama yang menebarkan rahmat dan kasih sayang ke seluruh penjuru alam, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiyā’: 107)

Salah satu bentuk nyata rahmat itu adalah anjuran untuk menebarkan salam dan kasih sayang antar sesama. Ucapan salam bukan sekadar sapaan, tetapi juga doa dan pernyataan damai. Dalam kehidupan sosial, salam dan kasih sayang memiliki peran strategis dalam mempererat ukhuwah, menciptakan kedamaian, dan membangun masyarakat Islami yang harmonis.

1. Konsep Salam dalam Islam

Kata "salam" berasal dari akar kata سَلِمَ yang berarti selamat atau damai. Salam dalam konteks Islam memiliki makna luas yang mencakup doa keselamatan, simbol perdamaian, dan bentuk kasih sayang.

Nabi Muhammad bersabda:

أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

“Sebarkanlah salam di antara kalian.”
(HR. Muslim, no. 54)

Ucapan salam seperti “Assalāmu ‘alaikum” bukan hanya tradisi, tetapi ibadah sosial yang bernilai tinggi, karena menciptakan rasa aman dan keakraban.

2. Menebar Kasih Sayang sebagai Ciri Keimanan

Kasih sayang atau rahmah adalah inti dari ajaran Islam. Rasulullah bersabda:

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا... أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

“Kalian tidak akan masuk surga hingga beriman, dan kalian tidak akan beriman hingga saling mencintai... Sebarkanlah salam di antara kalian.”
(HR. Muslim, no. 54)

Kasih sayang menjadi cermin keimanan. Tanpa kasih sayang, keimanan seseorang tidak akan sempurna, dan masyarakat pun akan kehilangan rasa aman dan damai.

3. Dampak Sosial Menebar Salam dan Kasih Sayang

ـ           Meningkatkan Solidaritas Sosial: Salam dan kasih sayang memperkuat hubungan sosial, menumbuhkan empati, dan mengikis individualisme.

ـ           Menjadi Alat Dakwah: Masyarakat non-Muslim bisa melihat akhlak Islam melalui keramahan dan salam yang tulus dari Muslim.

ـ           Menghindari Permusuhan dan Prasangka: Ucapan salam memupus ketegangan, membuka komunikasi, dan mempererat tali silaturahmi.

4. Teladan Rasulullah

Rasulullah dikenal sebagai sosok yang paling banyak memberi salam, bahkan kepada anak-anak dan orang miskin. Beliau juga menganjurkan agar umat Islam saling menyebarkan salam sebagai tanda cinta dan persaudaraan sejati.

Salam dan kasih sayang adalah pilar penting dalam membentuk masyarakat Islam yang damai, ramah, dan penuh cinta. Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, tetapi juga menekankan pentingnya akhlak sosial yang tercermin dalam kebiasaan menebar salam dan kasih sayang. Masyarakat yang rajin menyebarkan salam akan menjadi masyarakat yang penuh cinta, damai, dan diberkahi oleh Allah.

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur'an al-Karim

2.      Muslim, Imam. Shahih Muslim. No. 54

3.      Abu Dawud, Imam. Sunan Abu Dawud. Hadis rahmah

4.      Al-Ghazālī, Abu Hamid. Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn. Beirut: Dar al-Fikr, 1998.

5.      Qardhawi, Yusuf. Min Huda al-Islām. Beirut: Maktabah Wahbah, 2000.

6.      Nawawi, Imam. Riyāḍ al-Ṣāliḥīn. Bab Salam dan Kasih Sayang

 


20 Juli, 2025

Adab Berinteraksi dengan Pasangan

Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga mengatur hubungan antarmanusia, termasuk hubungan antara suami dan istri. Hubungan ini tidak semata-mata kontrak fisik atau sosial, melainkan merupakan ikatan suci yang diikat dengan akad nikah dan dilandasi kasih sayang serta tanggung jawab.

Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa pasangan suami istri adalah pakaian satu sama lain. Artinya, mereka saling melindungi, menutup kekurangan, dan menjadi pelengkap.

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
"Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka."
(QS. Al-Baqarah: 187)

1. Niatkan Hubungan karena Allah

Adab yang pertama dan paling utama adalah meniatkan semua interaksi dalam rumah tangga karena Allah. Tujuannya bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi sebagai sarana untuk mendapatkan ridha Allah.

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya…”
(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Saling Menghargai dan Menghormati

Suami istri harus menjaga lisan dan sikap, tidak saling merendahkan atau menyakiti. Rasulullah bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.”
(HR. Tirmidzi)

Suami bukan pemimpin yang otoriter, dan istri bukan bawahan yang direndahkan. Keduanya adalah mitra dalam ibadah dan kehidupan.

3. Sabar dan Saling Memaafkan

Konflik dalam rumah tangga adalah hal yang wajar. Namun, adab dalam Islam mengajarkan untuk menahan amarah, bersabar, dan meminta serta memberi maaf.

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"…Orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Ali 'Imran: 134)

4. Menjaga Rahasia Pasangan

Salah satu bentuk adab yang penting adalah menjaga rahasia rumah tangga, termasuk aib pasangan.

Rasulullah bersabda:

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
“Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang berhubungan dengan istrinya, lalu dia menyebarkan rahasianya.”
(HR. Muslim)

5. Saling Mendoakan dan Menguatkan

Pasangan dalam Islam tidak hanya berbagi hidup, tetapi juga berbagi doa dan saling menguatkan dalam kebaikan dan ibadah. Saling mendoakan adalah bentuk cinta yang paling tinggi.

“Ya Allah, perbaikilah urusan agama dan duniaku…”
Doa ini bisa dilafalkan oleh pasangan untuk kebaikan satu sama lain.

6. Menjaga Romantis dan Kasih Sayang

Islam tidak mengharamkan cinta dan kemesraan dalam rumah tangga. Bahkan, Rasulullah menunjukkan kasih sayang yang lembut kepada istrinya.

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata:
“Rasulullah biasa menciumku sebelum beliau keluar untuk shalat, dan beliau tidak berwudhu kembali.”
(HR. Abu Daud)

Hal ini menunjukkan bahwa mesra kepada pasangan adalah sunnah, bukan aib.

Adab dalam berinteraksi dengan pasangan adalah cerminan keimanan. Semakin baik seseorang memperlakukan pasangannya, semakin dekat ia dengan sunnah Rasulullah . Rumah tangga yang dibangun di atas adab dan akhlak akan menjadi sumber sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang).

 


19 Juli, 2025


Belo, 19 Juli 2025
– Alhamdulillah, sore ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali melaksanakan kegiatan pembinaan dan penyapaan umat di dua desa sekaligus, yakni Desa Ncera dan Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.

Kegiatan yang berlangsung pada Sabtu, 23 Muharram 1447 H/19 Juli 2025 ini mengusung semangat dakwah yang menyejukkan dan mendekatkan ulama dengan masyarakat. Rangkaian kegiatan dimulai dengan shalat Ashar berjamaah, dilanjutkan dengan penyampaian materi ta'lim, serta sesi diskusi dan tanya jawab yang berlangsung penuh antusias dari warga yang hadir.


Adapun tim pembina yang hadir dalam kegiatan ini terdiri dari para tokoh agama dan dai yang telah lama aktif dalam dakwah keummatan, yaitu:

  1. TGH. Syathur H. Ahmad

  2. TGH. Imran Abubakar, M.Pd

  3. Ustadz H. A. Muin, M.Pd

  4. Muhammad Said, S.Pd.I

  5. Sariman, SH

  6. Ihwan, S.Sos

Kehadiran para ulama ini menjadi penyegar spiritual dan motivasi keagamaan bagi masyarakat setempat. MUI berharap kegiatan ini dapat terus berlanjut sebagai bentuk komitmen membina umat dan memperkuat nilai-nilai keislaman di tengah masyarakat.

Semoga keberkahan dan kebermanfaatan senantiasa mengiringi langkah dakwah yang terus digalakkan oleh MUI di seluruh penjuru wilayah Bima.



Tuan Guru H. Muhammad M. Amin, BA lahir di Bima pada tanggal 21 Desember 1939. Beliau adalah putra dari pasangan Bapak M. Amin dan Ibu St. Marliah. Sejak kecil, beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, sehingga sejak dini beliau telah menunjukkan kecintaan yang besar terhadap ilmu, khususnya ilmu agama Islam.

Sebagai seorang ulama besar yang dikenal luas di wilayah timur Pulau Sumbawa, khususnya di Sape dan Lambu, TGH. Muhammad M. Amin merupakan sosok yang tidak hanya dihormati karena keilmuannya, tetapi juga karena keteguhannya dalam berdakwah dan ketulusannya dalam membimbing umat. Meski beliau tidak mendirikan pondok pesantren seperti banyak ulama di tanah Jawa, peran beliau dalam dunia pendidikan dan dakwah sangat luas dan mendalam.

Keputusan untuk tidak mendirikan pesantren bukan tanpa alasan. Selain karena beliau merupakan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Agama Kabupaten Bima, beliau juga aktif mengajar di berbagai lembaga pendidikan Islam seperti PGA (Pendidikan Guru Agama), perwakilan kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya di Bima, serta sejumlah madrasah lainnya. Beliau pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di beberapa kecamatan, antara lain di Kecamatan Wawo, Kecamatan Wera, dan Kecamatan Sape.

TGH. Muhammad M. Amin, BA dikenal luas sebagai “gurunya para guru”. Julukan ini bukan sekadar penghormatan, melainkan pengakuan atas peran besar beliau dalam mencetak kader-kader ulama dan guru agama. Aktivitas mengajar beliau berlangsung di mana saja — rumah, kantor, masjid, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan untuk proses belajar-mengajar. Meskipun tidak pernah belajar di Timur Tengah, beliau memiliki penguasaan bahasa Arab yang sangat baik. Oleh para gurunya, beliau diberi amanah untuk menjaga dan mengajarkan kitab-kitab kuning klasik, dan warisan ini kini dilanjutkan oleh putranya, Dr. Abdul Munir, yang pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Bahasa Arab di Universitas Muhammadiyah Bima, serta pernah mengajar beberapa Fakultas di UIN Alauddin Makassar.

Dalam menyampaikan dakwah, beliau dikenal sebagai pribadi yang tegas, lantang, dan tidak kompromi terhadap kemaksiatan. Suara beliau menggetarkan, bukan karena kerasnya nada, tapi karena kuatnya isi dan keberanian dalam menyuarakan kebenaran. Ia tidak segan mengingatkan umat dan pemimpin jika melihat hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai Islam, terutama yang berkaitan dengan kemaslahatan umum.

Setelah kembali menetap di tanah kelahirannya, Sape, beliau dipercaya untuk memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Sape, jabatan yang beliau emban dengan penuh dedikasi hingga menjelang akhir hayatnya. Di tengah kesibukannya, beliau tetap aktif mengajar dan membimbing umat, tanpa pamrih dan tanpa membedakan latar belakang sosial murid-muridnya.

TGH. Muhammad M. Amin, BA dikaruniai delapan orang anak, yang juga menapaki jalan keilmuan dan pengabdian. Di antara mereka adalah Prof. Mahfud Nurnajamuddin, yang pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, dan Dr. Abdul Munir, dosen dan akademisi yang melanjutkan tradisi keilmuan sang ayah.

Banyak kisah yang mengiringi kehidupan beliau dan diyakini masyarakat sebagai bentuk karomah atau keistimewaan dari Allah. Salah satunya adalah kemampuannya dalam "menunda" turunnya hujan saat beliau bepergian tanpa membawa pelindung seperti jas hujan atau payung. Kejadian ini bukan sekali dua kali, melainkan telah berulang kali terjadi, dan menjadi pembicaraan masyarakat sebagai tanda keberkahan dan kedekatan beliau kepada Sang Pencipta.

Tuan Guru H. Muhammad M. Amin, BA wafat di Sape pada tanggal 3 November 2016. Kepergiannya menyisakan duka mendalam bagi masyarakat Bima, terutama para murid dan pengagumnya. Namun, warisan nilai, ilmu, dan keteladanan beliau terus hidup dan tumbuh dalam jiwa generasi setelahnya.


Tawadhu’ dan Kesombongan dalam Pandangan Islam

Islam adalah agama yang menanamkan nilai-nilai akhlak mulia, salah satunya adalah tawadhu’ (rendah hati). Tawadhu’ merupakan sifat terpuji yang mencerminkan kesadaran diri sebagai hamba Allah, sedangkan kesombongan adalah penyakit hati yang sangat dibenci oleh Allah dan menjadi sebab turunnya murka-Nya. Keduanya adalah dua sifat yang berlawanan, yang mempengaruhi kedekatan seseorang kepada Allah dan sesama manusia.

 1. Pengertian Tawadhu’ dan Kesombongan

Tawadhu’ berarti merendahkan diri tanpa merasa hina, tidak membanggakan diri, dan tidak merasa lebih baik dari orang lain. Sementara itu, kesombongan (kibr) adalah merasa diri lebih baik, meremehkan orang lain, dan menolak kebenaran.

 2. Keutamaan Tawadhu’

Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk bersikap tawadhu’, bahkan terhadap orang-orang beriman yang sederhana.

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman."
(QS. Al-Hijr: 88)¹

Rasulullah bersabda:

وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ
"Tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah, kecuali Allah akan mengangkat derajatnya."
(HR. Muslim no. 2588)²

Hadis ini menegaskan bahwa tawadhu’ bukan tanda kelemahan, tetapi kunci untuk ditinggikan oleh Allah di dunia dan akhirat.

 

3. Bahaya Kesombongan dalam Islam

Kesombongan adalah sifat Iblis yang membuatnya dilaknat oleh Allah.

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
"Iblis berkata: 'Aku lebih baik daripadanya (Adam), Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia dari tanah.’"
(QS. Al-A’raf: 12)³

Rasulullah juga bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada seberat dzarrah (biji sawi) dari kesombongan."

Lalu seseorang bertanya: “Sesungguhnya seseorang senang memakai pakaian dan sandal yang bagus, apakah itu termasuk kesombongan?” Nabi menjawab:

إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ: بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
"Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia."
(HR. Muslim no. 91)⁴

 

4. Ciri-Ciri Orang Tawadhu’ dan Sombong

 

Ciri Orang Tawadhu’

Ciri Orang Sombong

Menerima kebenaran meski dari orang biasa

Menolak kebenaran jika tidak sesuai egonya

Tidak memamerkan amal atau harta

Merasa paling benar dan suci

Menghormati sesama tanpa memandang status

Meremehkan orang lain

Selalu mengingat kekurangan diri

Menganggap dirinya sempurna

 5. Kisah Teladan: Nabi dan Para Sahabat

Rasulullah adalah sosok paling tawadhu’ meskipun beliau pemimpin umat. Beliau makan di lantai, duduk bersama orang miskin, dan menjahit bajunya sendiri.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ تَوَاضُعًا
"Rasulullah adalah orang yang paling tawadhu’ di antara manusia."
(HR. Ahmad, hasan)⁵

Tawadhu’ adalah tanda kemuliaan hati, sedangkan kesombongan adalah tanda kebinasaan. Mari kita tanamkan sikap rendah hati, menerima kebenaran dari siapa pun, dan menjauhkan diri dari sifat ujub dan kibr. Dengan tawadhu’, Allah akan angkat derajat kita, sedangkan dengan kesombongan, seseorang bisa jatuh hina meski tampak mulia di mata manusia.

 Catatan Kaki (Referensi):

  1. Al-Qur’an, Surah Al-Hijr: 88.
  2. Muslim, Shahih Muslim, no. 2588.
  3. Al-Qur’an, Surah Al-A’raf: 12.
  4. Muslim, Shahih Muslim, no. 91.
  5. Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, no. 13046.

 


17 Juli, 2025

MPLS - Penyampaian materi Anti Bullying

Sape, Juli 2025
— SMAN 1 Sape menggelar kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) bagi peserta didik baru tahun pelajaran 2025/2026. Kegiatan ini berlangsung selama lima hari, mulai Senin, 14 Juli hingga Jumat, 18 Juli 2025, bertempat di lingkungan sekolah setempat.

Kegiatan MPLS tahun ini mengusung semangat penumbuhan dan penguatan karakter siswa, serta memberi bekal awal kepada peserta didik agar siap secara mental, akademik, sosial, dan budaya dalam menghadapi masa pembelajaran di jenjang pendidikan menengah.

Adapun sejumlah materi inti yang diberikan kepada para siswa antara lain:

  • Penumbuhan dan Penguatan Karakter Profil Lulusan

  • Pengenalan Intrakurikuler dan Kokurikuler

  • Taat Hukum dan Kesadaran Berlalu Lintas

  • Bela Negara dan Cinta Tanah Air

  • Pengenalan Kegiatan Kesiswaan

  • Pola Hidup Sehat

  • Pengenalan Ekstrakurikuler

  • Wawasan Wiyata Mandala

  • Anti-Bullying

  • Pengenalan Sarana dan Prasarana Sekolah

  • Pencegahan Pernikahan di Usia Pelajar

Kepala SMAN 1 Sape, dalam sambutannya, menegaskan pentingnya MPLS sebagai langkah awal pembentukan karakter dan pemahaman nilai-nilai sekolah. "Kami ingin siswa baru tidak hanya mengenal lingkungan sekolah, tetapi juga memiliki kesadaran hukum, semangat nasionalisme, dan kepedulian terhadap diri serta lingkungannya sejak awal," ujarnya.

Kegiatan ini dikemas secara edukatif dan menyenangkan, melibatkan berbagai pihak seperti guru, wali kelas, OSIS, dan pemateri dari instansi terkait. Salah satu materi yang paling mendapat antusiasme peserta adalah sesi anti-bullying dan pencegahan pernikahan dini, yang dipaparkan oleh narasumber profesional.

Dengan terselenggaranya MPLS ini, SMAN 1 Sape berharap seluruh siswa baru dapat beradaptasi dengan cepat, menjunjung tinggi nilai-nilai positif sekolah, serta berkontribusi aktif dalam seluruh aktivitas akademik dan non-akademik ke depannya.


Pentingnya Menjaga Aqidah yang Lurus

Aqidah adalah pondasi utama dalam kehidupan seorang Muslim. Ia merupakan keyakinan yang tertanam dalam hati tentang keesaan Allah SWT, kenabian Muhammad SAW, serta kebenaran ajaran Islam. Aqidah yang lurus adalah dasar bagi amal yang diterima dan kehidupan yang diridai Allah. Tanpa aqidah yang benar, semua amal ibadah tidak akan bernilai di sisi-Nya.

Makna Aqidah

Secara bahasa, aqidah berasal dari kata ‘aqada yang berarti mengikat. Dalam konteks keagamaan, aqidah berarti keyakinan yang kuat dan teguh terhadap hal-hal yang wajib diimani, seperti iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir baik maupun buruk.

Urgensi Menjaga Aqidah yang Lurus

1.        Aqidah Menjadi Tolak Ukur Keselamatan di Dunia dan Akhirat
Allah SWT berfirman:

مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنۢ بَعْدِ إيمَٰنِهِۦٓ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُۥ مُطْمَئِنٌّۢ بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِٱلْكُفْرِ صَدْرٗا فَعَلَيۡهِمۡ غَضَبٞ مِّنَ ٱللَّهِۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ

"Barang siapa yang kafir kepada Allah setelah dia beriman, (dia mendapat murka Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (tidak berdosa). Tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar."
(QS. An-Nahl: 106)

Ayat ini menunjukkan bahwa keyakinan dalam hati adalah hal yang paling penting dalam Islam. Aqidah menjadi dasar penilaian terhadap seseorang, apakah ia Muslim atau bukan.

2.        Aqidah Adalah Syarat Diterimanya Amal
Nabi Muhammad SAW bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ

"Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali jika dikerjakan dengan ikhlas karena-Nya dan sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya."
(HR. Muslim)

Amal yang tidak dibangun di atas aqidah yang lurus akan sia-sia, sebaik dan sebanyak apa pun amal tersebut.

3.        Aqidah yang Lurus Menjaga dari Kemusyrikan
Kemusyrikan adalah dosa terbesar dalam Islam. Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, ia telah berbuat dosa yang besar.”
(QS. An-Nisa: 48)

Maka, menjaga aqidah yang lurus adalah bentuk penjagaan diri dari perbuatan syirik, bid'ah, dan penyimpangan akidah lainnya.

 

Tantangan dalam Menjaga Aqidah

Di zaman modern, banyak tantangan yang mengganggu kemurnian aqidah, seperti:

  1. Penyebaran paham-paham sesat melalui media sosial.
  2. Campur aduk antara ajaran agama dengan budaya lokal yang menyimpang.
  3. Kurangnya pemahaman umat terhadap dasar-dasar aqidah Islam.

Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk terus menuntut ilmu, berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah, serta mengikuti pemahaman para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

 

Menjaga aqidah yang lurus bukan hanya tanggung jawab pribadi, tetapi juga tanggung jawab kolektif umat Islam. Ini adalah benteng utama yang akan menyelamatkan kita dari kesesatan dan menghantarkan pada keselamatan di akhirat. Marilah kita terus memperbaiki dan menjaga aqidah kita, karena di situlah letak kemuliaan dan keselamatan hakiki.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: 'Tuhan kami adalah Allah' kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata): ‘Jangan kamu takut dan jangan bersedih hati, dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan Allah kepadamu.’”
(QS. Fussilat: 30)

 


16 Juli, 2025

Menjadi Muslim Profesional

Di era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat, profesionalisme menjadi salah satu kunci kesuksesan. Namun, bagi seorang Muslim, profesionalisme tidak hanya diukur dari keahlian teknis dan etos kerja semata, melainkan juga dari integritas, amanah, dan komitmen terhadap nilai-nilai Islam. Menjadi Muslim profesional berarti menggabungkan kualitas duniawi dan ukhrawi secara harmonis.

Profesionalisme dalam Pandangan Islam

Islam sangat mendorong umatnya untuk menjadi pribadi yang unggul dan bertanggung jawab dalam setiap peran kehidupan. Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ

"Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia menyempurnakannya."
(HR. Al-Baihaqi)

 

Hadis ini menunjukkan bahwa bekerja dengan baik dan profesional adalah bentuk ibadah yang dicintai Allah. Seorang Muslim dituntut untuk menjadi pribadi yang teliti, jujur, dan dapat diandalkan.

Ciri-Ciri Muslim Profesional

1.    Amanah dan Integritas
Allah berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا ۖ

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..."
(QS. An-Nisa: 58)
Seorang Muslim profesional selalu menjaga kepercayaan dan tidak berbuat curang, meski tidak diawasi.

 

2.    Kompeten dan Terus Belajar
Seorang Muslim profesional berusaha meningkatkan ilmu dan keterampilan. Rasulullah bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."
(HR. Muslim)

 

3.    Disiplin dan Bertanggung Jawab
Islam menekankan pentingnya menepati janji dan waktu.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad (janji-janji) itu."
(QS. Al-Ma'idah: 1)

 

4.    Etika Komunikasi dan Kolaborasi
Profesionalisme juga tercermin dalam kemampuan berkomunikasi dengan baik, sopan, dan mampu bekerja sama tanpa merendahkan orang lain.

 

5.    Niat yang Lurus
Segala aktivitas dalam dunia kerja harus diniatkan karena Allah.

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

"Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Menjadi Teladan di Tempat Kerja

Muslim profesional tidak hanya unggul dalam kinerja, tetapi juga menjadi teladan dalam akhlak. Mereka memperlihatkan kejujuran, kepedulian, dan akhlak terpuji, sehingga menjadi duta Islam yang membanggakan di dunia kerja.

Menjadi Muslim profesional adalah bentuk kontribusi nyata dalam membangun peradaban. Dengan memadukan iman, ilmu, dan amal, seorang Muslim tidak hanya sukses di dunia, tetapi juga di akhirat. Mari kita jadikan nilai-nilai Islam sebagai fondasi dalam setiap aspek pekerjaan kita.

 


Popular

Popular Posts

Blog Archive