Tampilkan postingan dengan label Aqidah (Keimanan). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aqidah (Keimanan). Tampilkan semua postingan

27 Juni, 2025

Tanda-tanda Kecintaan Kepada Allah

Cinta kepada Allah adalah puncak dari keimanan seorang Muslim. Ia bukan hanya sebatas ucapan di lisan, melainkan harus terwujud dalam sikap, perilaku, dan kehidupan sehari-hari. Banyak orang mengklaim mencintai Allah, namun sejatinya cinta itu memiliki tanda dan bukti yang nyata. Dalam Islam, terdapat ciri-ciri yang bisa menunjukkan bahwa seseorang benar-benar mencintai Allah SWT.

1. Mentaati Perintah-Nya dan Menjauhi Larangan-Nya

Tanda utama cinta kepada Allah adalah taat terhadap perintah-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Orang yang mencintai Allah tidak akan mudah melanggar syariat, karena ia sadar bahwa setiap perintah dan larangan Allah adalah untuk kebaikannya.

Allah berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

"Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Allah mencintai kalian..."
(QS. Ali Imran: 31)

Ayat ini menegaskan bahwa ketaatan kepada Rasulullah SAW sebagai utusan Allah adalah bukti cinta sejati kepada-Nya.


2. Banyak Mengingat Allah (Dzikir)

Orang yang mencintai Allah akan senantiasa mengingat-Nya dalam berbagai keadaan, baik dalam kesendirian maupun keramaian. Dzikir menjadi kebutuhan ruhani yang menguatkan jiwa dan mendekatkan hati kepada Allah.

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra'd: 28)


3. Mencintai Apa yang Dicintai Allah

Tanda cinta kepada Allah berikutnya adalah mencintai apa saja yang Allah cintai, seperti Al-Qur'an, orang-orang saleh, masjid, amal kebajikan, kejujuran, dan kesabaran. Ia pun membenci apa yang dibenci oleh Allah, seperti kefasikan, kemunafikan, dan kemaksiatan.


4. Mendahulukan Allah di Atas Segalanya

Cinta kepada Allah ditunjukkan dengan mendahulukan perintah-Nya dibandingkan hawa nafsu, dunia, atau bahkan cinta kepada keluarga. Ketika dihadapkan pada pilihan antara ketaatan kepada Allah atau kesenangan dunia, ia akan memilih Allah.

Rasulullah SAW bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ، وَوَلَدِهِ، وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

"Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya."
(HR. Bukhari dan Muslim)


5. Rindu untuk Berjumpa dengan-Nya

Hati yang mencintai Allah akan merindukan pertemuan dengan-Nya, yaitu dengan memperbanyak ibadah, memperbaiki akhlak, dan berharap husnul khatimah. Ia tidak takut mati selama kematian itu mengantarkannya kepada pertemuan dengan Rabb yang dicintainya.


6. Tawakal dan Ridha atas Ketentuan Allah

Orang yang mencintai Allah akan pasrah dan tawakal kepada-Nya, serta ridha terhadap apa pun takdir yang menimpanya. Ia yakin bahwa semua yang Allah tentukan adalah yang terbaik, meski terkadang tidak sesuai dengan keinginannya.

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

"Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya."
(QS. At-Thalaq: 3)

 

Cinta kepada Allah adalah anugerah agung yang harus dijaga dan dipupuk terus-menerus. Ia tidak cukup hanya diucapkan, tetapi perlu dibuktikan dalam amal nyata. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang benar-benar mencintai Allah, dan dicintai oleh-Nya.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُنِي إِلَى حُبِّكَ

"Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan cinta terhadap amal yang mendekatkan kami kepada cinta-Mu."
(Doa Nabi Muhammad SAW, HR. At-Tirmidzi)

 


11 Juni, 2025

Iman kepada Takdir: Antara Ikhtiar dan Tawakal

Iman kepada Takdir: Antara Ikhtiar dan Tawakal

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Ketua Komisi Fatwa MUI Kab. Bima)

 

Dalam ajaran Islam, iman kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang sangat penting. Takdir berarti ketentuan Allah SWT yang sudah ditetapkan untuk segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, baik yang bersifat baik maupun buruk. Sebagai seorang Muslim, kita diwajibkan untuk meyakini bahwa segala sesuatu yang menimpa kita adalah atas izin dan kehendak Allah, namun hal itu tidak menghalangi kita untuk berusaha dan berikhtiar sebaik mungkin.

 

Pengertian Iman kepada Takdir

Iman kepada takdir adalah percaya dan menerima bahwa Allah SWT telah menetapkan segala sesuatu yang akan terjadi, dari awal hingga akhir kehidupan manusia. Hal ini mencakup takdir baik (ma’ruf) dan takdir buruk (munkar). Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan tidak (pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."

(QS. Al-Hadid: 22)

Dengan iman kepada takdir, seorang Muslim akan merasa tenang dan yakin bahwa apa pun yang terjadi dalam hidupnya sudah ada hikmah dan ketentuan dari Allah.

 

Ikhtiar: Usaha dalam Kerangka Takdir

Meskipun segala sesuatu sudah ditentukan oleh Allah, Islam sangat menekankan pentingnya usaha dan ikhtiar. Ikhtiar adalah langkah nyata yang dilakukan manusia untuk mencapai tujuan atau mengatasi suatu masalah. Rasulullah SAW bersabda:

إِنْ تَوَكَّلْتَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكَ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Jika kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Dia akan memberikan rezeki kepadamu sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung yang pagi-pagi keluar dalam keadaan lapar dan pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini mengajarkan bahwa tawakal tidak berarti pasrah tanpa usaha, tapi justru harus dibarengi dengan ikhtiar. Allah memerintahkan kita untuk berusaha keras, bekerja, dan berdoa, lalu menyerahkan hasilnya kepada-Nya.

 

Tawakal: Berserah Diri dengan Keyakinan

Tawakal adalah sikap menyerahkan seluruh hasil dan keputusan akhir kepada Allah setelah kita melakukan usaha. Tawakal adalah bentuk ketakwaan dan keteguhan hati dalam menghadapi segala ketetapan Allah. Ketika hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan, seorang Muslim tetap tenang dan yakin bahwa itu adalah bagian dari takdir terbaik menurut Allah.

Allah berfirman:

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At-Thalaq: 3)


Keseimbangan antara Ikhtiar dan Tawakal

Kunci keberhasilan seorang Muslim adalah menjaga keseimbangan antara ikhtiar dan tawakal. Jika hanya mengandalkan takdir tanpa usaha, ini bisa menjadi sikap malas dan pasif. Sebaliknya, hanya mengandalkan usaha tanpa tawakal akan membuat hati gelisah dan tidak ikhlas.

Oleh karena itu, setiap muslim harus berusaha sebaik mungkin, lalu menyerahkan segala hasilnya kepada Allah dengan penuh keimanan dan ketenangan hati.

 

Iman kepada takdir bukanlah alasan untuk bermalas-malasan, melainkan sebuah keyakinan yang memperkuat kita untuk terus berikhtiar dan berusaha sambil bertawakal kepada Allah SWT. Dengan begitu, kita dapat menjalani hidup dengan penuh rasa syukur, sabar, dan ketenangan.

 


31 Mei, 2025


Syirik adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu selain-Nya, baik dalam rububiyyah (ketuhanan), uluhiyyah (penghambaan), maupun asma wa sifat-Nya. Syirik merupakan dosa terbesar dalam Islam yang tidak diampuni jika pelakunya meninggal dalam keadaan tidak bertaubat. Selain syirik besar, ada juga syirik kecil yang meskipun tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, tetap berbahaya bagi keimanan dan amal seorang Muslim.

Pengertian Syirik Besar dan Syirik Kecil

Syirik Besar (Al-Syirkul Akbar):
Menyekutukan Allah dalam ibadah, yaitu menyembah selain Allah atau menyamakan sesuatu dengan Allah dalam hal ketuhanan. Contohnya seperti berdoa kepada selain Allah, menyembah berhala, atau mempercayai adanya tuhan selain Allah.

Syirik Kecil (Al-Syirkul Asghar):
Perbuatan yang mengandung unsur syirik tetapi tidak sampai keluar dari Islam, seperti riya’ (beramal untuk dilihat orang), sombong, dan bergantung pada selain Allah secara berlebihan.

Dalil tentang Bahaya Syirik

1.      Syirik Besar:

Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Dia kehendaki...”
(QS. An-Nisa: 48)

Hadis Rasulullah :

أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ شِرْكُ اللَّهِ

“Yang paling besar dosaannya di sisi Allah adalah menyekutukan Allah.”
(HR. Bukhari)

2.      Syirik Kecil:


Rasulullah bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى،

“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لِيرَاءَ النَّاسِ لَمْ يُرْزَقْ مِنْهُ شَيْئًا

Barang siapa yang niatnya untuk (riya’) kepada manusia, maka sia-sialah amalnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Bahaya Syirik Besar

ـ           Menghapus seluruh amal kebaikan.

ـ           Menghilangkan rahmat dan kasih sayang Allah.

ـ           Membawa pelakunya ke neraka jika tidak bertaubat.

ـ           Merusak tauhid, pondasi utama agama Islam.

Bahaya Syirik Kecil

ـ           Mengurangi keikhlasan dalam beribadah.

ـ           Merusak kualitas amal dan pahala yang diterima.

ـ           Menimbulkan sifat riya’ dan sombong yang dilarang dalam Islam.

ـ           Menjadikan hati jauh dari Allah dan mudah terjerumus ke perbuatan dosa lainnya.

Cara Menghindari Syirik

ـ           Memperkuat aqidah dan pemahaman tentang tauhid.

ـ           Menjaga niat dalam setiap amal agar hanya untuk Allah.

ـ           Berdoa memohon perlindungan dari syirik.

ـ           Bergaul dengan orang-orang shalih dan belajar ilmu agama.

ـ           Menghindari segala bentuk perbuatan yang mengarah pada riya’ dan sombong.

Syirik, baik besar maupun kecil, adalah ancaman serius bagi keimanan seorang Muslim. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk selalu menjaga tauhidnya, memperbaiki niat dalam beribadah, dan senantiasa memohon perlindungan Allah agar terhindar dari segala bentuk syirik. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang istiqamah dalam menjalankan tauhid dan menjauhi syirik.


21 Mei, 2025


Tauhid adalah inti ajaran Islam. Tidak ada satu nabi pun yang diutus kecuali untuk menyerukan tauhid. Tauhid secara etimologis berasal dari bahasa Arab wahhada–yuwahhidu–tauhīdan yang berarti mengesakan. Dalam istilah syariat, tauhid adalah keyakinan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, tanpa sekutu dalam rububiyyah-Nya (penciptaan), uluhiyyah-Nya (peribadatan), dan asma’ wa sifat-Nya (nama dan sifat).

Tauhid bukan hanya doktrin keimanan semata, melainkan juga memiliki konsekuensi praktis dalam seluruh aspek kehidupan. Seorang Muslim yang bertauhid akan memiliki sikap hidup yang lurus, tenang, dan seimbang.

 

Keutamaan Tauhid Berdasarkan Dalil Al-Qur’an

1. Tauhid adalah tujuan penciptaan manusia dan jin

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku."
(QS. Adz-Dzariyat: 56)

Menurut Imam Ibnu Katsir, ayat ini menegaskan bahwa tujuan penciptaan makhluk adalah agar mereka mentauhidkan Allah, bukan hanya sekadar menjalankan ibadah ritual tanpa kesadaran akidah.

2. Tauhid adalah jalan keselamatan dan ketenteraman jiwa

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."
(QS. Al-An’am: 82)

Imam Asy-Syafi’i menjelaskan bahwa "kezaliman" dalam ayat ini adalah syirik. Siapa yang bersih dari syirik, maka ia akan mendapatkan rasa aman dunia-akhirat.

3. Tauhid membuka pintu rezeki dan solusi hidup

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا ۝ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۚ

"...Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya."
(QS. At-Talaq: 2–3)

Tauhid yang benar melahirkan takwa, dan takwa menjadi kunci pembuka berbagai kemudahan dalam hidup.

Keutamaan Tauhid Menurut Hadis Nabi SAW

1. Tauhid adalah kunci surga

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Barang siapa yang mati dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, maka ia masuk surga."
(HR. Muslim, no. 26)

Hadis ini menekankan bahwa pengetahuan dan keyakinan yang benar terhadap tauhid akan menjadi sebab masuk surga.

2. Tauhid menghapus dosa sebesar apapun

"Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau datang kepada-Ku tanpa mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula."
(HR. Tirmidzi, no. 3540)

Hadis ini menunjukkan bahwa tauhid adalah sebab terbesar diampuninya dosa, selama tidak tercampur dengan syirik.

Pandangan Ulama Mengenai Keutamaan Tauhid

 

1.     Pembagian Tauhid dalam Perspektif Al-Asy‘ariyyah

Dalam mazhab Asy‘ari, tauhid dibahas dalam kerangka teologi (ilmu kalam) dengan penekanan pada pengakuan terhadap keesaan Allah dalam dzat, sifat, dan perbuatan-Nya, serta penolakan terhadap syirik dan tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk).

Berikut pembagian tauhid menurut perspektif Asy‘ariyyah:

1. Tauhid Dzat (توحيد الذات)

Yaitu meyakini bahwa dzat Allah esa, tidak tersusun, tidak terbagi, tidak menyerupai makhluk, dan tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya.

Dalil:
"Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa."
(QS. Al-Ikhlas: 1)

2. Tauhid Sifat (توحيد الصفات)

Artinya menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tanpa menyerupakan (tasybih), mengingkari (ta’thil), atau mempertanyakan “bagaimana” (takyif) sifat tersebut.

Al-Asy‘ari membantah pandangan Mu‘tazilah yang menolak sifat-sifat Allah, dan menegaskan bahwa Allah memiliki sifat-sifat seperti Ilmu, Qudrah, Iradah, Sama’, Bashar, dan Kalam, tanpa menyamakan-Nya dengan makhluk.

Dalil:
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
(QS. Asy-Syura: 11)

3. Tauhid Af‘al (توحيد الأفعال)

Yaitu meyakini bahwa semua perbuatan (af‘al) di alam semesta adalah ciptaan Allah, termasuk perbuatan manusia. Namun manusia tetap memiliki kasb (usaha atau perolehan), yang menjadi dasar tanggung jawab moralnya.

Ini adalah sintesis antara takdir dan kebebasan, dan menjadi ciri khas pemikiran Asy‘ariyyah dalam membela keadilan dan kekuasaan mutlak Allah.

Dalil:
"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat."
(QS. As-Saffat: 96)

 

2.      Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah

Beliau menyatakan dalam Madarij as-Salikin bahwa "Tauhid adalah sumber kebahagiaan, kedamaian, dan ketenangan hati. Tauhid adalah obat segala penyakit hati."

3.      Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Dalam Majmu’ Fatawa, beliau berkata:
"Tidak ada kenikmatan dan kebahagiaan yang lebih besar dibandingkan dengan mengenal Allah, mencintai-Nya, dan bertauhid kepada-Nya."

4.      Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Dalam Kitab at-Tauhid, beliau menjelaskan bahwa semua nabi diutus untuk menyerukan tauhid, dan keberhasilan hidup serta keselamatan akhirat bergantung pada tauhid.

 

Aplikasi Tauhid dalam Kehidupan Sehari-hari

  1. Menjaga Keikhlasan
    Tauhid mendorong seseorang untuk beramal hanya karena Allah. Tanpa tauhid, amal bisa rusak karena riya.
  2. Menghindari Ketergantungan kepada Makhluk
    Muslim yang bertauhid hanya berharap kepada Allah, bukan kepada kekuatan materi, jabatan, atau manusia.
  3. Menumbuhkan Optimisme dan Ketenteraman
    Orang bertauhid percaya bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, sehingga ia tidak mudah cemas atau putus asa.
  4. Mendorong Keteguhan dalam Dakwah dan Perjuangan
    Tauhid memberikan keberanian karena hanya takut kepada Allah, bukan kepada makhluk.
  5. Menjaga Moral dan Etika
    Orang yang bertauhid akan merasa selalu diawasi oleh Allah, sehingga menjauhi perbuatan dosa dan maksiat.

Tauhid bukan hanya teori dalam akidah, melainkan fondasi praktis dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ia memengaruhi cara berpikir, bersikap, dan berperilaku seorang Muslim dalam menghadapi segala dinamika hidup. Mewujudkan tauhid yang murni dalam seluruh aspek kehidupan adalah jalan untuk meraih kebahagiaan hakiki di dunia dan keselamatan abadi di akhirat.

 

20 SIFAT KETAUHIDAN (SIFAT WAJIB BAGI ALLAH SWT)

A. Sifat Nafsiyyah (1 sifat)

  1. Wujud (الوجود) – Allah ada, dan keberadaan-Nya tidak bergantung pada apa pun.

B. Sifat Salbiyyah (5 sifat – sifat penafian)

  1. Qidam (القدم) – Allah tidak bermula, tidak didahului oleh ketiadaan.
  2. Baqa’ (البقاء) – Allah kekal, tidak akan pernah binasa.
  3. Mukhalafatuhu lil hawadits (مخالفته للحوادث) – Allah berbeda dari makhluk-Nya dalam segala hal.
  4. Qiyamuhu binafsih (قيامه بنفسه) – Allah berdiri sendiri, tidak membutuhkan apa pun.
  5. Wahdaniyyah (الوحدانية) – Allah esa dalam dzat, sifat, dan perbuatan-Nya.

C. Sifat Ma‘ani (7 sifat – sifat yang ada secara hakiki)

  1. Qudrah (القدرة) – Allah maha kuasa atas segala sesuatu.
  2. Iradah (الإرادة) – Allah berkehendak, menentukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.
  3. Ilmu (العلم) – Allah maha mengetahui segala sesuatu, baik yang tampak maupun tersembunyi.
  4. Hayat (الحياة) – Allah maha hidup, tidak pernah mati atau tidur.
  5. Sama’ (السمع) – Allah maha mendengar tanpa alat pendengaran seperti makhluk.
  6. Basar (البصر) – Allah maha melihat tanpa alat penglihatan seperti makhluk.
  7. Kalam (الكلام) – Allah berfirman, memiliki sifat kalam yang tidak serupa dengan ucapan manusia.

D. Sifat Ma‘nawiyyah (7 sifat – penguat sifat ma‘ani)

  1. Kaunuhu Qadiran (كونه قادرا) – Allah dalam keadaan Maha Kuasa.
  2. Kaunuhu Muridan (كونه مريدا) – Allah dalam keadaan Maha Berkehendak.
  3. Kaunuhu ‘Aliman (كونه عالما) – Allah dalam keadaan Maha Mengetahui.
  4. Kaunuhu Hayyan (كونه حيا) – Allah dalam keadaan Maha Hidup.
  5. Kaunuhu Sami‘an (كونه سميعا) – Allah dalam keadaan Maha Mendengar.
  6. Kaunuhu Basiran (كونه بصيرا) – Allah dalam keadaan Maha Melihat.
  7. Kaunuhu Mutakalliman (كونه متكلما) – Allah dalam keadaan Maha Berfirman.

 

 Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’anul Karim
  2. Shahih Muslim
  3. Sunan Tirmidzi
  4. Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim
  5. Ibnu Qayyim, Madarij As-Salikin
  6. Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa
  7. Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab At-Tauhid
  8. Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin
  9. Asy-Syafi’i, Ar-Risalah

 



Popular

Popular Posts

Blog Archive