Tampilkan postingan dengan label Dakwah dan Ilmu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dakwah dan Ilmu. Tampilkan semua postingan

03 Juli, 2025

Menyampaikan Kebenaran dengan Hikmah

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Bima / KUA Sape)

 

Dalam Islam, menyampaikan kebenaran adalah amanah yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim, terlebih oleh para da’i, guru, orang tua, dan siapa pun yang memiliki ilmu. Namun, menyampaikan kebenaran tidak cukup hanya dengan niat yang baik dan isi yang benar, melainkan juga harus disampaikan dengan cara yang bijak, lembut, dan tepat sasaran. Inilah yang disebut dalam Islam sebagai “bil hikmah”—dengan hikmah.


Tanpa hikmah, kebenaran bisa ditolak. Tanpa kelembutan, kebenaran bisa melukai. Oleh sebab itu, Islam mengajarkan agar kebenaran tidak hanya dikemas dengan keilmuan, tetapi juga dengan kebijaksanaan, kesabaran, dan kasih sayang.

 

1. Perintah Menyampaikan Kebenaran


Allah memerintahkan umat Islam untuk berdakwah dan menyampaikan kebenaran:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌۭ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."
(QS. Ali Imran: 104)


Namun, perintah ini dilanjutkan dengan tuntunan cara yang bijak:

ٱدْعُ إِلِىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَـٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik."
(QS. An-Nahl: 125)


Ayat ini menjadi prinsip utama dalam menyampaikan kebenaran: harus dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdiskusi dengan cara yang terbaik.

 

2. Makna dan Contoh Hikmah


Hikmah (الْحِكْمَةُ) berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam konteks dakwah dan menyampaikan kebenaran, hikmah mencakup:

ـ           Memilih waktu yang tepat

ـ           Memahami kondisi dan latar belakang lawan bicara

ـ           Menggunakan bahasa yang halus, tidak kasar

ـ           Menghindari sikap merendahkan

ـ           Bersabar dan tidak tergesa-gesa dalam mengharapkan perubahan


Contoh nyata hikmah dapat dilihat dalam kisah Nabi Musa dan Harun yang diperintahkan Allah untuk berdakwah kepada Fir’aun:

فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًۭا لَّيِّنًۭا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
"Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."
(QS. Thaha: 44)


Padahal Fir’aun adalah orang paling zalim saat itu, namun Allah tetap memerintahkan Nabi-Nya untuk bersikap lembut. Inilah esensi dakwah yang penuh hikmah.

 

3. Hadis-Hadis tentang Menyampaikan Kebenaran dengan Lembut

Rasulullah adalah teladan utama dalam berdakwah penuh hikmah:

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
"Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan akan memperburuknya."
(HR. Muslim, no. 2594)

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
"Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agama."
(HR. Bukhari dan Muslim)


Hadis ini menekankan bahwa pemahaman agama—yang mencakup hikmah dalam menyampaikannya—adalah tanda kebaikan dari Allah.

 

4. Bahaya Menyampaikan Kebenaran Tanpa Hikmah


Kebenaran yang disampaikan dengan cara yang salah dapat:

ـ           Menyebabkan penolakan atau kebencian terhadap dakwah

ـ           Melukai hati dan menimbulkan dendam

ـ           Membuat orang menjauh dari Islam

ـ           Menjadi fitnah bagi dakwah itu sendiri


Rasulullah pernah menegur para sahabat yang terlalu keras dalam menyampaikan kebenaran. Dalam salah satu hadis, beliau bersabda:

إِنَّ مِنكُمْ مُنَفِّرِينَ
"Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat orang lari (dari agama)."
(HR. Bukhari)

 

Menyampaikan kebenaran adalah kewajiban, tetapi harus disertai dengan hikmah. Kebenaran yang disampaikan dengan cara yang bijaksana akan lebih mudah diterima dan membekas di hati. Islam mengajarkan bahwa kelembutan, kesabaran, dan empati dalam berdakwah adalah kunci keberhasilan dakwah. Menjadi juru dakwah bukan hanya soal keberanian, tetapi juga kecerdasan emosional dan kasih sayang.

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih Bukhari

3.      Shahih Muslim

4.      Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim

5.      Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin

6.      Shalih Al-Munajjid, Etika Dakwah dalam Islam

7.      Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Da’wah

8.      Abdul Karim Zaidan, Ushul al-Dakwah

 


19 Juni, 2025

Peran Ulama dalam Masyarakat

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Bima, KUA Sape)

 

Ulama memiliki kedudukan yang sangat mulia dalam Islam. Mereka adalah ahli ilmu yang menjadi penerus para nabi dalam menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia. Dalam sebuah masyarakat, ulama bukan hanya sekadar pengajar agama, tetapi juga berperan sebagai pemimpin moral, penyeimbang sosial, dan penjaga akidah umat. Ketika umat jauh dari ulama, maka akan mudah terjerumus dalam kesesatan dan kerusakan.

 

Islam telah memberikan penghormatan yang tinggi terhadap para ulama karena peran vital mereka dalam menjaga keberlangsungan ajaran Islam serta membimbing masyarakat menuju jalan kebenaran. Oleh karena itu, memahami peran ulama adalah bagian penting dalam membangun masyarakat yang berakhlak, adil, dan sejahtera.

 

1. Ulama dalam Perspektif Al-Qur’an

Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, khususnya mereka yang takut kepada-Nya karena ilmunya:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28)

 

Ayat ini menegaskan bahwa ulama sejati adalah mereka yang memahami ilmu syar’i dan mengantarkannya kepada ketakwaan. Ilmu yang dimiliki bukan hanya pengetahuan, tetapi juga melahirkan rasa takut dan tunduk kepada Allah .

 

Allah juga berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujadilah: 11)

 

2. Hadis-Hadis Tentang Kemuliaan Ulama

Rasulullah bersabda:

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambil ilmu itu, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.”
(HR. Abu Dawud, no. 3641)

Hadis ini menunjukkan bahwa peran ulama adalah lanjutan dari tugas kenabian, yaitu menyampaikan risalah, membimbing umat, dan menegakkan kebenaran.

 

3. Peran Ulama dalam Masyarakat

a. Penjaga Akidah Umat
Ulama berperan dalam membentengi umat dari ajaran-ajaran sesat, pemikiran menyimpang, dan faham-faham yang menodai kemurnian Islam.

b. Pembimbing Spiritual dan Moral
Ulama menjadi teladan dalam akhlak, ibadah, dan sikap. Mereka adalah sumber inspirasi moral yang hidup di tengah masyarakat.

c. Pengajar dan Penyebar Ilmu
Melalui pengajian, khutbah, dan tulisan, ulama menyampaikan ilmu yang benar kepada umat agar mereka tidak jahil terhadap agama.

d. Penengah Konflik dan Pembina Sosial
Ulama seringkali menjadi penengah dalam konflik sosial, baik dalam keluarga, masyarakat, hingga negara, karena mereka dihormati dan dipercaya netral.

e. Pengawal Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Mereka menegakkan kebenaran, mencegah kemungkaran, dan memperjuangkan keadilan sesuai syariat.

 

4. Tantangan dan Harapan terhadap Ulama Masa Kini

Di era globalisasi dan digital, ulama menghadapi tantangan seperti:

ـ           Menyikapi fenomena Islam liberal dan sekularisme

ـ           Menjawab isu-isu kontemporer: LGBTQ+, riba modern, demokrasi vs syura, dll

ـ           Mengimbangi pengaruh tokoh publik non-ulama yang lebih populer di media sosial

ـ           Menyampaikan dakwah melalui teknologi digital dengan tetap menjaga otoritas keilmuan

Harapannya, ulama masa kini mampu beradaptasi tanpa kehilangan prinsip, menjadi pemimpin pemikiran dan panutan moral yang tidak hanya dihormati, tetapi juga relevan di hati umat.

 

Ulama adalah tiang penopang umat dan cahaya penuntun masyarakat. Mereka adalah waratsatul anbiya (pewaris para nabi) yang menjaga kemurnian ajaran Islam serta membimbing umat di tengah gelombang zaman. Oleh karena itu, kedudukan ulama harus dihormati, ilmu mereka didengar, dan peran mereka didukung. Masyarakat yang jauh dari ulama akan kehilangan arah, sedangkan masyarakat yang dekat dengan ulama akan meraih berkah.

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih al-Bukhari

3.      Shahih Muslim

4.      Sunan Abu Dawud

5.      Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim

6.      Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin

7.      Yusuf al-Qaradawi, Peranan Ulama dalam Kehidupan Masyarakat Islam

8.      Al-Munajjid, Muhammad Shalih. Fatawa dan Artikel Tentang Ulama – IslamQA.info

 


07 Juni, 2025

Dakwah dengan Akhlak Mulia

Dakwah adalah salah satu kewajiban setiap Muslim untuk menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain, baik melalui perkataan maupun perbuatan. Namun, agar dakwah yang disampaikan dapat diterima dan membuahkan hasil, cara menyampaikannya haruslah dengan akhlak mulia. Rasulullah SAW adalah contoh terbaik bagaimana dakwah harus dilakukan dengan penuh kesantunan, kelembutan, dan kasih sayang.

 

Pentingnya Akhlak Mulia dalam Dakwah

Akhlak mulia adalah fondasi utama dalam berdakwah. Tanpa akhlak yang baik, pesan yang disampaikan bisa ditolak bahkan menimbulkan permusuhan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

ادْعُ إِلَىٰ صِرَاطِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik."
(QS. An-Nahl: 125)

Ayat ini menegaskan bahwa dakwah harus dibarengi dengan hikmah (kebijaksanaan), tutur kata yang baik, dan cara yang santun. Sikap yang ramah dan sopan akan membuka hati orang untuk menerima kebenaran.

 

Akhlak Mulia Rasulullah SAW dalam Berdakwah

Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam berdakwah. Beliau selalu menggunakan akhlak mulia, seperti:

a.       Sabar: Rasulullah menghadapi penolakan, celaan, dan kekerasan dengan kesabaran yang luar biasa.

b.       Lembut: Beliau berbicara dengan lemah lembut, tidak kasar atau memaksa.

c.        Jujur dan Amanah: Setiap perkataan dan perbuatan beliau selalu benar dan dapat dipercaya.

d.       Menghargai Orang Lain: Rasulullah tidak memandang rendah siapapun, baik kaya, miskin, tua, muda, Muslim, atau non-Muslim.

 

Cara Dakwah dengan Akhlak Mulia

1.        Memahami Lawan Bicara
Sebelum berdakwah, pahami latar belakang dan kondisi orang yang diajak berdiskusi agar cara penyampaian sesuai dan efektif.

2.        Berbicara dengan Lembut dan Santun
Hindari nada keras, sindiran, atau merendahkan. Gunakan kata-kata yang membangun dan menginspirasi.

3.        Memberi Contoh yang Baik
Dakwah melalui teladan adalah cara paling ampuh. Perilaku sehari-hari yang baik akan menjadi bukti nyata ajaran Islam.

4.        Menghindari Memaksa
Islam mengajarkan bahwa tidak boleh ada paksaan dalam beragama. Dakwah harus dilakukan dengan penuh kelembutan dan kebijaksanaan.

5.        Sabar dan Konsisten
Proses dakwah tidak selalu mudah. Kesabaran dan ketekunan adalah kunci untuk menghadapi tantangan dan hambatan.

 

Manfaat Dakwah dengan Akhlak Mulia

Dakwah dengan akhlak mulia tidak hanya mendatangkan keberhasilan dalam menyampaikan pesan Islam, tetapi juga:

1)       Menjalin hubungan yang harmonis antara sesama manusia.

2)       Menebarkan kedamaian dan kasih sayang di masyarakat.

3)       Membentuk karakter umat yang beradab dan bermartabat.

4)       Mendapatkan ridha Allah SWT dan pahala yang besar.


Dakwah adalah amanah besar yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Akhlak mulia menjadi kunci utama agar dakwah dapat diterima dan membawa perubahan positif. Dengan meneladani Rasulullah SAW dan mengamalkan akhlak yang baik, kita dapat menyebarkan cahaya Islam secara efektif dan membawa manfaat bagi umat manusia.


Semoga kita semua diberi kekuatan untuk berdakwah dengan akhlak mulia dan menjadi penyebar rahmat bagi semesta.

 


27 Mei, 2025

 


Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah perintah untuk membaca, yaitu:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan."
(QS. Al-‘Alaq: 1)

Ayat ini menjadi penegasan bahwa Islam dibangun di atas fondasi ilmu. Oleh karena itu, menjadi seorang muslim yang cinta ilmu adalah bagian dari ibadah dan jalan menuju kedekatan kepada Allah .

 

Keutamaan Ilmu dalam Islam

  1. Ilmu Mengangkat Derajat

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍۗ

"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."
(QS. Al-Mujadilah: 11)

  1. Orang Berilmu Lebih Utama
    Rasulullah
    bersabda:

فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

"Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang."
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

  1. Penuntut Ilmu Didampingi Malaikat

إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًى بِمَا يَصْنَعُ

"Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu karena ridha terhadap apa yang ia lakukan."
(HR. Ahmad, Ibnu Majah)

 

Mengapa Muslim Harus Cinta Ilmu?

Ilmu adalah cahaya yang membimbing kita membedakan antara kebenaran dan kesesatan.

Dengan ilmu, kita bisa beribadah dengan benar dan tidak asal mengikuti tradisi tanpa dasar.

Ilmu adalah alat untuk membangun peradaban, memajukan umat, dan menebarkan manfaat.

 

Karakter Muslim yang Cinta Ilmu

  1. Haus akan pengetahuan
    Seorang muslim sejati selalu ingin belajar: baik ilmu agama (syar’i) maupun ilmu umum yang bermanfaat.
  2. Rendah hati (tawadhu')
    Orang yang berilmu akan menyadari betapa luasnya ilmu Allah dan betapa kecil dirinya.
  3. Rajin menghadiri majelis ilmu
    Seperti disebut dalam hadis:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."
(HR. Muslim)

  1. Mengamalkan ilmu yang dimiliki
    Ilmu tanpa amal adalah sia-sia. Bahkan, dalam Islam, ilmu harus menjadi cahaya dalam kehidupan dan tidak boleh hanya sekadar teori.

 

Langkah Menjadi Muslim Pecinta Ilmu

  1. Niatkan mencari ilmu karena Allah
    Ilmu adalah ibadah, maka niat harus lurus.
  2. Luangkan waktu untuk belajar
    Gunakan waktu luang untuk membaca, mendengar kajian, atau diskusi ilmiah.
  3. Berguru kepada ulama dan orang terpercaya
    Dalam ilmu agama, penting untuk belajar dari guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas.
  4. Catat, hafal, dan kaji ulang
    Belajar tidak cukup hanya dengan mendengar. Mencatat dan merenungkan akan menguatkan pemahaman.

Menjadi muslim yang cinta ilmu adalah bagian dari wujud keimanan. Ilmu adalah warisan para nabi dan menjadi jalan kemuliaan di dunia dan akhirat. Dengan ilmu, kita mengenal Allah, mencintai Rasulullah , dan tahu bagaimana cara hidup yang diridhai-Nya.

Mari jadikan diri kita dan generasi kita sebagai ummatan yatafu bil-‘ilm – umat yang tumbuh dan bersinar bersama ilmu.

مَنْ يُرِدِ ٱللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama."
(HR. Bukhari dan Muslim)

 


Popular

Popular Posts

Blog Archive