Tampilkan postingan dengan label Ekonomi Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi Islam. Tampilkan semua postingan

04 Juli, 2025

Mengelola Harta Sesuai Syariah

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I
(Penyluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Bima /KUA Bima)

Harta adalah amanah dari Allah yang harus dikelola dengan tanggung jawab. Dalam Islam, kekayaan bukan hanya tentang kepemilikan, tetapi juga bagaimana cara memperolehnya, mengelolanya, dan membelanjakannya. Syariat Islam memberikan panduan jelas agar harta tidak hanya menjadi sumber keberkahan di dunia, tetapi juga menjadi bekal keselamatan di akhirat. Oleh karena itu, pengelolaan harta secara syar’i merupakan bagian dari penghambaan diri kepada Allah .

Prinsip Dasar Pengelolaan Harta dalam Islam

  1. Harta Adalah Titipan dari Allah

Islam mengajarkan bahwa manusia bukanlah pemilik sejati harta, melainkan hanya pengelola (khalifah) atas titipan Allah.

وَأَنفِقُوا۟ مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
“Infakkanlah sebagian dari harta yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya (sebagai wakil).”
(QS. Al-Hadid: 7)

  1. Mencari Harta dengan Cara Halal

Segala bentuk usaha yang bertentangan dengan syariat—seperti riba, penipuan, korupsi, dan suap—diharamkan.

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَـٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَـٰطِلِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.”
(QS. An-Nisā’: 29)

  1. Membelanjakan Harta pada Jalan yang Diridai Allah

Harta bukan untuk bermegah-megahan atau bermewah-mewahan, tetapi untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga, dan berbagi dengan sesama melalui zakat, infak, dan sedekah.

وَٱلَّذِينَ فِىٓ أَمْوَـٰلِهِمْ حَقٌّۭ مَّعْلُومٌۭ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ
“Dan orang-orang yang dalam hartanya terdapat hak yang jelas, bagi orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”
(QS. Al-Ma‘ārij: 24–25)

Cara Mengelola Harta Sesuai Syariah

  1. Mencatat dan Mengatur Keuangan dengan Amanah

Seorang Muslim dianjurkan mengelola keuangan secara tertib agar terhindar dari pemborosan atau kelalaian. Islam memuji sikap pertengahan:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا ۝ إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ
“Dan janganlah kamu boros, sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan.”
(QS. Al-Isrā’: 26–27)

  1. Menunaikan Zakat dan Kewajiban Sosial

Zakat adalah pembersih harta dan sarana pemerataan ekonomi. Allah memerintahkan:

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.”
(QS. At-Taubah: 103)

  1. Berinvestasi dalam Jalur Halal

Investasi boleh dalam Islam asal tidak mengandung riba, gharar (ketidakjelasan), dan maisir (spekulasi). Sistem bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) adalah solusi syariah dalam pengembangan harta.

  1. Berwasiat dan Merencanakan Warisan

Pengelolaan harta syar’i mencakup pembagian warisan sesuai hukum faraidh dan menyiapkan wasiat yang tidak merugikan ahli waris.

Bahaya Mengelola Harta Secara Haram

ـ           Harta tidak berkah meskipun banyak.

ـ           Doa tertolak karena memakan yang haram.
Rasulullah
bersabda:

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا...
“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.”
(HR. Muslim)

ـ           Hisab berat di akhirat, karena setiap harta akan ditanya asal-usul dan penggunaannya.

Mengelola harta sesuai syariah bukan hanya tuntutan ibadah, tetapi jalan untuk mencapai keberkahan hidup. Islam mengajarkan keseimbangan antara usaha, kepemilikan, dan tanggung jawab sosial. Seorang Muslim sejati adalah yang memanfaatkan harta untuk mendekat kepada Allah, bukan menjauhkan diri dari-Nya. Maka, mari kita menjadi pribadi yang amanah dalam mencari, mengelola, dan membelanjakan harta sesuai tuntunan syariat.

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim
  2. Shahih Muslim dan Bukhari
  3. Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu
  4. Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Zakah
  5. Majma’ al-Fiqh al-Islami, Keputusan Muktamar Ekonomi Islam

 


20 Juni, 2025

Etika Bisnis Islam

Etika Bisnis dalam Islam: Membangun Kejujuran dan Keberkahan

Oleh. Dr. Abdul Munir, M.Pd.I


Dalam Islam, bisnis bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi juga bagian dari ibadah jika dijalankan sesuai dengan syariat. Islam meletakkan landasan yang kuat mengenai prinsip-prinsip moral dan etika dalam bermuamalah, termasuk dalam kegiatan bisnis. Etika bisnis Islam menekankan kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial dalam setiap transaksi.


Prinsip-Prinsip Etika Bisnis dalam Islam

1.        Kejujuran (ṣidq)
Nabi Muhammad bersabda:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْبَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ، وَقَالَ: "الْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا، بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا، مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا".

"Penjual dan pembeli memiliki hak memilih selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan kondisi barang, maka akan diberkahi jual belinya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Kejujuran adalah fondasi utama dalam etika bisnis. Seorang Muslim harus menghindari penipuan, manipulasi, dan penyembunyian cacat produk.

2.        Amanah (kepercayaan)
Amanah berarti dapat dipercaya dalam menjaga hak orang lain. Dalam bisnis, ini mencakup menjaga kualitas produk, menepati janji, dan tidak menipu konsumen.

3.        Keadilan (‘adl)
Allah berfirman:

"إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا"

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil."
(QS. An-Nisa: 58)

Keadilan dalam bisnis berarti tidak curang dalam takaran, timbangan, harga, atau transaksi lainnya.

4.        Larangan Riba
Islam melarang segala bentuk riba karena dapat menyebabkan ketimpangan dan eksploitasi ekonomi. Allah berfirman:

اللَّهُ أَحَلَّ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
(QS. Al-Baqarah: 275)

5.        Tidak Melakukan Gharar (Ketidakjelasan)
Transaksi yang mengandung gharar seperti menjual barang yang tidak jelas spesifikasi, harga, atau kepemilikannya, dilarang dalam Islam.

6.        Menjaga Etika dan Akhlak
Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ

"Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang jika melakukan suatu pekerjaan, maka ia menyempurnakannya."
(HR. Al-Baihaqi)

Profesionalisme, etika kerja, dan tanggung jawab merupakan bagian dari akhlak bisnis yang baik dalam Islam.

 

Dampak Positif Etika Bisnis Islam

ü  Kepercayaan Konsumen: Bisnis yang jujur akan membangun loyalitas dan kepercayaan pelanggan.

ü  Keberkahan Rizki: Bisnis yang dijalankan sesuai syariah akan mendatangkan keberkahan dan ketenangan hati.

ü  Pembangunan Ekonomi Umat: Etika bisnis Islam mendorong distribusi kekayaan yang adil dan mendukung ekonomi yang berkelanjutan.

 

Etika bisnis dalam Islam bukan hanya sebuah teori, tetapi harus menjadi pedoman hidup setiap Muslim dalam menjalankan usaha. Dengan mengedepankan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial, seorang Muslim tidak hanya meraih keuntungan duniawi, tetapi juga meraih ridha Allah dan keselamatan di akhirat.

 


08 Juni, 2025

Bahaya Riba dalam Kehidupan

Riba adalah salah satu dosa besar dalam Islam yang secara tegas dilarang dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam kehidupan modern, praktik riba sering kali menyusup dalam sistem keuangan dan transaksi sehari-hari, baik secara individu maupun institusi. Penting bagi setiap Muslim untuk memahami hakikat dan bahaya riba agar dapat menjaga diri dari jeratan yang merusak ini.

Pengertian Riba

Secara bahasa, riba berarti tambahan atau kelebihan. Dalam istilah syariat, riba adalah tambahan yang diambil dalam transaksi pinjam-meminjam atau jual beli yang tidak sesuai dengan ketentuan Islam, baik berupa kelebihan pada pokok utang ataupun tambahan syarat yang merugikan salah satu pihak.

Larangan Riba dalam Al-Qur’an

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَاۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata, 'Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,' padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu ia berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
(QS. Al-Baqarah: 275)

Dalam ayat lain, Allah menyatakan:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman."
(QS. Al-Baqarah: 278)

Bahaya Riba

1.        Mengundang Laknat dan Perang dari Allah dan Rasul-Nya

فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ

"...Jika kamu tidak melakukannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu..."
(QS. Al-Baqarah: 279)
Ini menunjukkan betapa besar ancaman terhadap pelaku riba.

2.        Menghapus Keberkahan Harta
Dalam hadits disebutkan bahwa harta dari riba tidak diberkahi dan akan menyebabkan kebangkrutan spiritual dan moral.

3.        Menyebabkan Ketimpangan Sosial
Riba menyebabkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terjerat utang.

4.        Menghancurkan Akhlak dan Ketenangan Jiwa
Pelaku riba sering kali diliputi kegelisahan dan jauh dari keberkahan hidup.

Hadis Nabi tentang Riba

Rasulullah bersabda:

الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا، أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ

"Riba itu memiliki 73 pintu, yang paling ringan (dosanya) seperti seseorang yang menzinai ibunya sendiri."
(HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi, hasan)

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ

"Allah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, pencatatnya dan dua saksinya."
(HR. Muslim)

 

Solusi Menghindari Riba

  • ـ           Memperkuat pemahaman fiqih muamalah agar tidak terjerumus ke dalam praktik riba yang samar.
  • ـ           Bertransaksi secara syariah, seperti melalui koperasi syariah, bank syariah, dan akad-akad muamalah yang sesuai sunnah.
  • ـ           Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kejujuran dan keadilan dalam transaksi.
  • ـ           Mendukung sistem ekonomi Islam sebagai alternatif dari sistem kapitalisme berbasis riba.

 

Riba bukan hanya dosa besar, tetapi juga penyakit sosial yang menghancurkan keadilan ekonomi dan mengikis keberkahan hidup. Islam datang membawa sistem ekonomi yang adil dan penuh keberkahan. Maka, hendaknya setiap Muslim berusaha meninggalkan riba dan memilih jalan yang diridhai Allah, agar hidupnya selamat dunia dan akhirat.

 


28 Mei, 2025


Dalam kehidupan seorang muslim, mencari rezeki bukan hanya soal memenuhi kebutuhan duniawi. Lebih dari itu, rezeki adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meraih keberkahan hidup. Islam mengajarkan bahwa mencari rezeki harus dengan cara yang halal dan disertai niat yang baik, agar rezeki tersebut tidak hanya mencukupi secara materi, tetapi juga berkah—yakni membawa kebaikan dan ketenangan hati.

 Makna Rezeki Halal dan Berkah

  1. Rezeki yang halal adalah rezeki yang diperoleh melalui cara-cara yang diizinkan oleh syariat Islam, tanpa unsur penipuan, riba, kecurangan, suap, atau praktik yang merugikan orang lain.
  2. Rezeki yang berkah adalah rezeki yang meskipun sedikit, tetapi membawa kebaikan, mencukupi kebutuhan, serta menumbuhkan ketenangan, syukur, dan ketaatan kepada Allah.

Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا

"Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik (halal)."
(HR. Muslim)

 Al-Qur'an dan Hadis tentang Rezeki Halal

Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُلُوا۟ مِن طَيِّبَـٰتِ مَا رَزَقْنَـٰكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik (halal) yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah."
(QS. Al-Baqarah: 172)

Rasulullah juga bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ الْمُحْتَرِفَ

"Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bekerja dan mencari rezeki dari hasil tangannya sendiri."
(HR. Ahmad)

Dan dalam hadis lain:

كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

"Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari hasil yang haram, neraka lebih layak baginya."
(HR. Ahmad dan Darimi)

 Ciri-Ciri Rezeki yang Berkah

  1. Didapat dengan cara yang jujur dan halal.
    Tidak ada unsur haram dalam usaha yang dilakukan.
  2. Membawa ketenangan dan rasa syukur.
    Rezeki yang berkah menumbuhkan sikap qana'ah (merasa cukup) dan menjauhkan dari tamak.
  3. Digunakan untuk hal-hal yang baik.
    Seperti menafkahi keluarga, membantu sesama, dan berinfak di jalan Allah.
  4. Mendorong ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah.
    Rezeki yang halal dan berkah menjadikan seseorang lebih rajin ibadah, bukan lalai dari Allah.

 Dampak Mencari Rezeki dengan Cara yang Haram

Meskipun rezeki haram tampak banyak dan cepat didapat, ia tidak membawa ketenangan. Sebaliknya, rezeki haram menjadi penyebab hati keras, doa tidak dikabulkan, dan keberkahan hidup hilang.

Rasulullah bersabda:


"ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ، أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ؟"

"Seorang lelaki yang menempuh perjalanan jauh... kemudian mengangkat tangannya ke langit dan berdoa: ‘Ya Rabb, ya Rabb’, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?"
(HR. Muslim)

 Cara Mendapatkan Rezeki yang Halal dan Berkah

  1. Niat yang lurus dalam bekerja
    Niatkan mencari nafkah untuk menjalankan kewajiban, bukan sekadar ambisi duniawi.
  2. Pilih pekerjaan yang halal
    Hindari pekerjaan atau bisnis yang mengandung unsur riba, penipuan, atau syubhat (meragukan).
  3. Bekerja dengan jujur dan amanah
    Rasulullah dikenal sebagai “al-Amīn” (yang terpercaya), teladan utama dalam etika kerja.
  4. Perbanyak sedekah dan infak
    Sedekah tidak mengurangi rezeki, malah justru menambah keberkahan.
  5. Berdoa dan bertawakal kepada Allah
    Yakin bahwa Allah-lah pemberi rezeki, bukan hanya usaha semata.

Rezeki yang halal dan berkah adalah dambaan setiap muslim. Ia tidak selalu melimpah dalam angka, tetapi cukup untuk hidup tenang, diberkahi keluarga, dan menjadi wasilah menuju surga. Dalam Islam, keberhasilan bukan hanya diukur dari banyaknya harta, tapi dari bagaimana harta itu diperoleh dan digunakan.

Mari kita jadikan prinsip halalan ṭayyiban sebagai pedoman dalam mencari rezeki, agar kehidupan dunia menjadi ladang pahala dan akhirat menjadi tempat kembali yang mulia.

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia."
(QS. Al-Qashash: 77)

 


Popular

Popular Posts

Blog Archive