23 Juli, 2025

Ilmu yang Bermanfaat dan yang Tidak

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam / KUA Sape)

 

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu. Bahkan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah perintah untuk membaca dan belajar. Namun, tidak semua ilmu membawa kebaikan. Dalam Islam, ilmu diklasifikasikan menjadi dua: ilmu yang bermanfaat (‘ilm nāfi‘) dan ilmu yang tidak bermanfaat, bahkan bisa menjerumuskan.

 

Ilmu yang bermanfaat akan mendekatkan seseorang kepada Allah, meningkatkan amal salih, dan memberi kebaikan bagi dirinya dan masyarakat. Sebaliknya, ilmu yang tidak bermanfaat hanya sekadar menambah beban informasi, memperbesar kesombongan, atau bahkan mengarah pada kemaksiatan dan kesesatan.

 

1. Keutamaan Ilmu yang Bermanfaat

Allah berfirman:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
(QS. Az-Zumar: 9)

 

Ayat ini menunjukkan keutamaan orang yang berilmu. Tapi bukan sekadar ilmu, melainkan ilmu yang disertai iman dan diamalkan.

Rasulullah juga selalu memohon ilmu yang bermanfaat dalam doanya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima.”
(HR. Ibnu Majah, no. 925, dinilai sahih oleh Al-Albani)

 

2. Ciri-Ciri Ilmu yang Bermanfaat

Ilmu yang bermanfaat dalam Islam adalah:

ـ           Mengantarkan pada ketakwaan kepada Allah

ـ           Menambah keimanan dan amal saleh

ـ           Menghindarkan dari kemaksiatan

ـ           Berguna bagi diri sendiri dan orang lain

ـ           Selaras dengan wahyu (Al-Qur’an dan sunnah)


Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata, “Ilmu itu bukan yang dihafal, tapi yang memberi manfaat.”

 

3. Ilmu yang Tidak Bermanfaat

Ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang:

ـ           Tidak mendekatkan diri kepada Allah

ـ           Hanya menambah perdebatan, kesombongan, atau kecemasan

ـ           Digunakan untuk menyesatkan, merusak moral, atau menyebarkan kebatilan

ـ           Bertentangan dengan syariat (contohnya: sihir, ramalan, ilmu kebohongan, dan sebagainya)


Rasulullah juga berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.”
(HR. Muslim, no. 2722)


Ulama juga memberi peringatan bahwa banyak orang yang berilmu, namun ilmunya justru membinasakan karena tidak disertai amal dan adab.

 

4. Contoh Ilmu yang Bermanfaat dalam Islam

ـ           Ilmu agama (Al-Qur’an, hadis, fiqh, akhlak, tauhid)

ـ           Ilmu kedokteran dan kesehatan yang menyelamatkan jiwa

ـ           Ilmu pendidikan yang mencerdaskan dan membangun karakter

ـ           Ilmu teknologi dan ekonomi yang membawa maslahat umat


Semua ilmu duniawi bisa menjadi bermanfaat jika diniatkan untuk kebaikan dan dijalani dengan akhlak Islami.

 

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah, menambah amal salih, dan memberi manfaat bagi umat manusia. Sebaliknya, ilmu yang tidak bermanfaat hanya akan menjadi beban, bahkan bisa menjadi sebab kesesatan dan siksa. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya senantiasa memohon kepada Allah agar diberikan ilmu yang bermanfaat dan menjauhi ilmu yang menjerumuskan.

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih Muslim

3.      Sunan Ibnu Majah

4.      Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din

5.      Ibnu Jama’ah, Tazkirah al-Sami’ wal-Mutakallim

6.      Syaikh Bakr Abu Zaid, Hilyah Thalib al-‘Ilm

7.      Yusuf al-Qaradawi, Adab al-‘Alim wa al-Muta‘allim

8.      Shalih Al-Munajjid, Fatawa IslamQA.info

 


22 Juli, 2025


Sape, 22 Juli 2025 — Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Pemantauan Kebijakan dan Keadilan (PPKK) sukses menggelar Seminar Hukum bertema “UU ITE dan Kebebasan Berpendapat di Media Sosial” pada Selasa pagi, 22 Juli 2025, bertempat di Aula SMAN 1 Sape di Kecamatan Sape.

Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Camat Sape yang diwakili oleh Sekretaris Camat, H. Anwar H. Ishaka, S.Sos. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi atas inisiatif PPKK dalam memberikan edukasi hukum kepada generasi muda, khususnya berkaitan dengan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.


Direktur PPKK, Muhlas Adi Putra, S.Pd., dalam kata pengantarnya menegaskan bahwa seminar ini merupakan bagian dari komitmen lembaganya dalam membangun kesadaran hukum di kalangan pelajar, sekaligus mendorong ruang digital yang sehat dan bebas dari penyalahgunaan.

Acara ini dipandu oleh moderator A. Munir, S.I.Kom., Sc., SH., yang dengan piawai mengarahkan jalannya diskusi ilmiah tersebut.


Tiga narasumber utama dihadirkan dengan pembahasan yang beragam namun saling melengkapi:

  • Dr. Abdul Munir, M.Pd.I memaparkan materi bertajuk “Kebebasan Media Sosial dan Batasannya”, menekankan pentingnya etika dan tanggung jawab dalam berekspresi di dunia digital.

  • Dr. Erham, SH., MH. membedah UU ITE dari sisi keilmuan hukum, memberikan pemahaman mendalam terkait ruang lingkup dan pasal-pasal kunci dalam undang-undang tersebut.

  • AKP Aryanto, S.Sos dari Polsek Sape membawakan materi seputar tindakan hukum, termasuk prosedur penegakan hukum terhadap pelanggaran UU ITE di media sosial.


Seminar ini dimulai pukul 08.30 WITA dan dihadiri oleh delegasi pelajar dari seluruh SMA se-Kecamatan Sape. Para peserta terlihat antusias mengikuti rangkaian kegiatan, yang diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif.


Melalui seminar ini, diharapkan para pelajar mampu menjadi pengguna media sosial yang cerdas, bijak, dan sadar hukum dalam menyikapi kebebasan berpendapat di ruang digital.


 

Mengisi Waktu luang dengan kebaikan

MENGISI WAKTU LUANG DENGAN KEBAIKAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Bima)

 

Waktu adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Namun, banyak orang lalai dalam memanfaatkan waktu secara optimal. Dalam Islam, waktu dipandang sebagai amanah dan kesempatan yang sangat berharga. Setiap detik yang berlalu tidak akan kembali. Oleh karena itu, mengisi waktu luang dengan kebaikan bukan hanya tindakan bijak, tetapi juga bentuk ibadah dan bentuk rasa syukur kepada Allah.

Rasulullah telah memperingatkan umatnya tentang pentingnya memanfaatkan waktu luang sebelum datang masa sibuk, sakit, atau bahkan kematian. Maka dari itu, sangat penting bagi seorang Muslim untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat.

 

1. Waktu Adalah Amanah dan Nikmat yang Akan Dipertanggungjawabkan

Allah memberikan waktu sebagai modal utama kehidupan manusia. Setiap detik merupakan peluang untuk berbuat baik.

وَالْعَصْرِ ۝ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ۝ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh…”
(QS. Al-‘Ashr: 1–3)

Surat ini menunjukkan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat penting, dan siapa yang tidak memanfaatkannya untuk iman dan amal saleh, maka ia termasuk orang yang rugi.

 

2. Hadis Tentang Nilai Waktu Luang

Nabi Muhammad menekankan betapa berharganya waktu luang dalam sabdanya:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Dua nikmat yang sering dilalaikan oleh banyak manusia: kesehatan dan waktu luang.”
(HR. Bukhari, no. 6412)

Hadis ini menjelaskan bahwa banyak manusia yang tidak menyadari betapa berharganya waktu luang dan kesehatan hingga keduanya hilang. Waktu luang harus diisi dengan hal yang mendekatkan diri kepada Allah, bukan dengan perbuatan sia-sia.

 

3. Bentuk Kebaikan dalam Mengisi Waktu Luang

Berikut beberapa amalan positif yang bisa dilakukan dalam waktu luang:

·         Membaca Al-Qur’an dan merenungi maknanya

·         Mengerjakan shalat sunnah, dzikir, dan doa

·         Membaca buku-buku bermanfaat dan menambah ilmu agama

·         Bersedekah, membantu orang lain, dan berbuat baik kepada sesama

·         Menulis atau menyebarkan ilmu dan kebaikan di media sosial

·         Melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang sehat

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ ۝ وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ
“Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”
(QS. Al-Insyirah: 7–8)

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim hendaknya tidak berhenti dari aktivitas bermanfaat. Bila selesai dari satu kegiatan, hendaknya beralih kepada amal lain yang baik dan produktif.

4. Bahaya Menyia-nyiakan Waktu

Islam melarang umatnya dari menyia-nyiakan waktu dalam hal yang tidak bermanfaat, apalagi dalam kemaksiatan. Nabi bersabda:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ ... وَعَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ditanya... tentang umurnya untuk apa ia habiskan...”
(HR. Tirmidzi, no. 2416)

 

Ini menunjukkan bahwa waktu adalah bagian dari hidup yang akan dimintai pertanggungjawaban. Maka sangat berbahaya bila waktu dibiarkan berlalu tanpa arah.

Mengisi waktu luang dengan kebaikan merupakan bentuk kesyukuran dan kecerdasan spiritual dalam Islam. Seorang Muslim dituntut untuk bijak dalam menggunakan waktunya, baik dalam hal ibadah, ilmu, maupun amal sosial. Waktu luang adalah peluang untuk meningkatkan kualitas iman dan amal. Maka, jangan sampai waktu luang dihabiskan untuk hal sia-sia, apalagi maksiat. Hendaknya setiap detik kita menjadi investasi untuk akhirat.

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih al-Bukhari

3.      Sunan at-Tirmidzi

4.      Ibn al-Jauzi. Shaid al-Khatir.

5.      Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin.

6.      Al-Munajjid, Muhammad Shalih. Waktu dalam Pandangan Islam - IslamQA.info

7.      Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Syarh Riyadhus Shalihin

 


21 Juli, 2025

Menebar Salam dan Kasih Sayang

Islam adalah agama yang menebarkan rahmat dan kasih sayang ke seluruh penjuru alam, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiyā’: 107)

Salah satu bentuk nyata rahmat itu adalah anjuran untuk menebarkan salam dan kasih sayang antar sesama. Ucapan salam bukan sekadar sapaan, tetapi juga doa dan pernyataan damai. Dalam kehidupan sosial, salam dan kasih sayang memiliki peran strategis dalam mempererat ukhuwah, menciptakan kedamaian, dan membangun masyarakat Islami yang harmonis.

1. Konsep Salam dalam Islam

Kata "salam" berasal dari akar kata سَلِمَ yang berarti selamat atau damai. Salam dalam konteks Islam memiliki makna luas yang mencakup doa keselamatan, simbol perdamaian, dan bentuk kasih sayang.

Nabi Muhammad bersabda:

أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

“Sebarkanlah salam di antara kalian.”
(HR. Muslim, no. 54)

Ucapan salam seperti “Assalāmu ‘alaikum” bukan hanya tradisi, tetapi ibadah sosial yang bernilai tinggi, karena menciptakan rasa aman dan keakraban.

2. Menebar Kasih Sayang sebagai Ciri Keimanan

Kasih sayang atau rahmah adalah inti dari ajaran Islam. Rasulullah bersabda:

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا... أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

“Kalian tidak akan masuk surga hingga beriman, dan kalian tidak akan beriman hingga saling mencintai... Sebarkanlah salam di antara kalian.”
(HR. Muslim, no. 54)

Kasih sayang menjadi cermin keimanan. Tanpa kasih sayang, keimanan seseorang tidak akan sempurna, dan masyarakat pun akan kehilangan rasa aman dan damai.

3. Dampak Sosial Menebar Salam dan Kasih Sayang

ـ           Meningkatkan Solidaritas Sosial: Salam dan kasih sayang memperkuat hubungan sosial, menumbuhkan empati, dan mengikis individualisme.

ـ           Menjadi Alat Dakwah: Masyarakat non-Muslim bisa melihat akhlak Islam melalui keramahan dan salam yang tulus dari Muslim.

ـ           Menghindari Permusuhan dan Prasangka: Ucapan salam memupus ketegangan, membuka komunikasi, dan mempererat tali silaturahmi.

4. Teladan Rasulullah

Rasulullah dikenal sebagai sosok yang paling banyak memberi salam, bahkan kepada anak-anak dan orang miskin. Beliau juga menganjurkan agar umat Islam saling menyebarkan salam sebagai tanda cinta dan persaudaraan sejati.

Salam dan kasih sayang adalah pilar penting dalam membentuk masyarakat Islam yang damai, ramah, dan penuh cinta. Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, tetapi juga menekankan pentingnya akhlak sosial yang tercermin dalam kebiasaan menebar salam dan kasih sayang. Masyarakat yang rajin menyebarkan salam akan menjadi masyarakat yang penuh cinta, damai, dan diberkahi oleh Allah.

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur'an al-Karim

2.      Muslim, Imam. Shahih Muslim. No. 54

3.      Abu Dawud, Imam. Sunan Abu Dawud. Hadis rahmah

4.      Al-Ghazālī, Abu Hamid. Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn. Beirut: Dar al-Fikr, 1998.

5.      Qardhawi, Yusuf. Min Huda al-Islām. Beirut: Maktabah Wahbah, 2000.

6.      Nawawi, Imam. Riyāḍ al-Ṣāliḥīn. Bab Salam dan Kasih Sayang

 


20 Juli, 2025

Adab Berinteraksi dengan Pasangan

Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga mengatur hubungan antarmanusia, termasuk hubungan antara suami dan istri. Hubungan ini tidak semata-mata kontrak fisik atau sosial, melainkan merupakan ikatan suci yang diikat dengan akad nikah dan dilandasi kasih sayang serta tanggung jawab.

Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa pasangan suami istri adalah pakaian satu sama lain. Artinya, mereka saling melindungi, menutup kekurangan, dan menjadi pelengkap.

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
"Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka."
(QS. Al-Baqarah: 187)

1. Niatkan Hubungan karena Allah

Adab yang pertama dan paling utama adalah meniatkan semua interaksi dalam rumah tangga karena Allah. Tujuannya bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi sebagai sarana untuk mendapatkan ridha Allah.

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya…”
(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Saling Menghargai dan Menghormati

Suami istri harus menjaga lisan dan sikap, tidak saling merendahkan atau menyakiti. Rasulullah bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.”
(HR. Tirmidzi)

Suami bukan pemimpin yang otoriter, dan istri bukan bawahan yang direndahkan. Keduanya adalah mitra dalam ibadah dan kehidupan.

3. Sabar dan Saling Memaafkan

Konflik dalam rumah tangga adalah hal yang wajar. Namun, adab dalam Islam mengajarkan untuk menahan amarah, bersabar, dan meminta serta memberi maaf.

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"…Orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Ali 'Imran: 134)

4. Menjaga Rahasia Pasangan

Salah satu bentuk adab yang penting adalah menjaga rahasia rumah tangga, termasuk aib pasangan.

Rasulullah bersabda:

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
“Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang berhubungan dengan istrinya, lalu dia menyebarkan rahasianya.”
(HR. Muslim)

5. Saling Mendoakan dan Menguatkan

Pasangan dalam Islam tidak hanya berbagi hidup, tetapi juga berbagi doa dan saling menguatkan dalam kebaikan dan ibadah. Saling mendoakan adalah bentuk cinta yang paling tinggi.

“Ya Allah, perbaikilah urusan agama dan duniaku…”
Doa ini bisa dilafalkan oleh pasangan untuk kebaikan satu sama lain.

6. Menjaga Romantis dan Kasih Sayang

Islam tidak mengharamkan cinta dan kemesraan dalam rumah tangga. Bahkan, Rasulullah menunjukkan kasih sayang yang lembut kepada istrinya.

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata:
“Rasulullah biasa menciumku sebelum beliau keluar untuk shalat, dan beliau tidak berwudhu kembali.”
(HR. Abu Daud)

Hal ini menunjukkan bahwa mesra kepada pasangan adalah sunnah, bukan aib.

Adab dalam berinteraksi dengan pasangan adalah cerminan keimanan. Semakin baik seseorang memperlakukan pasangannya, semakin dekat ia dengan sunnah Rasulullah . Rumah tangga yang dibangun di atas adab dan akhlak akan menjadi sumber sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang).

 


19 Juli, 2025


Belo, 19 Juli 2025
– Alhamdulillah, sore ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali melaksanakan kegiatan pembinaan dan penyapaan umat di dua desa sekaligus, yakni Desa Ncera dan Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.

Kegiatan yang berlangsung pada Sabtu, 23 Muharram 1447 H/19 Juli 2025 ini mengusung semangat dakwah yang menyejukkan dan mendekatkan ulama dengan masyarakat. Rangkaian kegiatan dimulai dengan shalat Ashar berjamaah, dilanjutkan dengan penyampaian materi ta'lim, serta sesi diskusi dan tanya jawab yang berlangsung penuh antusias dari warga yang hadir.


Adapun tim pembina yang hadir dalam kegiatan ini terdiri dari para tokoh agama dan dai yang telah lama aktif dalam dakwah keummatan, yaitu:

  1. TGH. Syathur H. Ahmad

  2. TGH. Imran Abubakar, M.Pd

  3. Ustadz H. A. Muin, M.Pd

  4. Muhammad Said, S.Pd.I

  5. Sariman, SH

  6. Ihwan, S.Sos

Kehadiran para ulama ini menjadi penyegar spiritual dan motivasi keagamaan bagi masyarakat setempat. MUI berharap kegiatan ini dapat terus berlanjut sebagai bentuk komitmen membina umat dan memperkuat nilai-nilai keislaman di tengah masyarakat.

Semoga keberkahan dan kebermanfaatan senantiasa mengiringi langkah dakwah yang terus digalakkan oleh MUI di seluruh penjuru wilayah Bima.



Tuan Guru H. Muhammad M. Amin, BA lahir di Bima pada tanggal 21 Desember 1939. Beliau adalah putra dari pasangan Bapak M. Amin dan Ibu St. Marliah. Sejak kecil, beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, sehingga sejak dini beliau telah menunjukkan kecintaan yang besar terhadap ilmu, khususnya ilmu agama Islam.

Sebagai seorang ulama besar yang dikenal luas di wilayah timur Pulau Sumbawa, khususnya di Sape dan Lambu, TGH. Muhammad M. Amin merupakan sosok yang tidak hanya dihormati karena keilmuannya, tetapi juga karena keteguhannya dalam berdakwah dan ketulusannya dalam membimbing umat. Meski beliau tidak mendirikan pondok pesantren seperti banyak ulama di tanah Jawa, peran beliau dalam dunia pendidikan dan dakwah sangat luas dan mendalam.

Keputusan untuk tidak mendirikan pesantren bukan tanpa alasan. Selain karena beliau merupakan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Agama Kabupaten Bima, beliau juga aktif mengajar di berbagai lembaga pendidikan Islam seperti PGA (Pendidikan Guru Agama), perwakilan kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya di Bima, serta sejumlah madrasah lainnya. Beliau pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di beberapa kecamatan, antara lain di Kecamatan Wawo, Kecamatan Wera, dan Kecamatan Sape.

TGH. Muhammad M. Amin, BA dikenal luas sebagai “gurunya para guru”. Julukan ini bukan sekadar penghormatan, melainkan pengakuan atas peran besar beliau dalam mencetak kader-kader ulama dan guru agama. Aktivitas mengajar beliau berlangsung di mana saja — rumah, kantor, masjid, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan untuk proses belajar-mengajar. Meskipun tidak pernah belajar di Timur Tengah, beliau memiliki penguasaan bahasa Arab yang sangat baik. Oleh para gurunya, beliau diberi amanah untuk menjaga dan mengajarkan kitab-kitab kuning klasik, dan warisan ini kini dilanjutkan oleh putranya, Dr. Abdul Munir, yang pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Bahasa Arab di Universitas Muhammadiyah Bima, serta pernah mengajar beberapa Fakultas di UIN Alauddin Makassar.

Dalam menyampaikan dakwah, beliau dikenal sebagai pribadi yang tegas, lantang, dan tidak kompromi terhadap kemaksiatan. Suara beliau menggetarkan, bukan karena kerasnya nada, tapi karena kuatnya isi dan keberanian dalam menyuarakan kebenaran. Ia tidak segan mengingatkan umat dan pemimpin jika melihat hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai Islam, terutama yang berkaitan dengan kemaslahatan umum.

Setelah kembali menetap di tanah kelahirannya, Sape, beliau dipercaya untuk memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Sape, jabatan yang beliau emban dengan penuh dedikasi hingga menjelang akhir hayatnya. Di tengah kesibukannya, beliau tetap aktif mengajar dan membimbing umat, tanpa pamrih dan tanpa membedakan latar belakang sosial murid-muridnya.

TGH. Muhammad M. Amin, BA dikaruniai delapan orang anak, yang juga menapaki jalan keilmuan dan pengabdian. Di antara mereka adalah Prof. Mahfud Nurnajamuddin, yang pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, dan Dr. Abdul Munir, dosen dan akademisi yang melanjutkan tradisi keilmuan sang ayah.

Banyak kisah yang mengiringi kehidupan beliau dan diyakini masyarakat sebagai bentuk karomah atau keistimewaan dari Allah. Salah satunya adalah kemampuannya dalam "menunda" turunnya hujan saat beliau bepergian tanpa membawa pelindung seperti jas hujan atau payung. Kejadian ini bukan sekali dua kali, melainkan telah berulang kali terjadi, dan menjadi pembicaraan masyarakat sebagai tanda keberkahan dan kedekatan beliau kepada Sang Pencipta.

Tuan Guru H. Muhammad M. Amin, BA wafat di Sape pada tanggal 3 November 2016. Kepergiannya menyisakan duka mendalam bagi masyarakat Bima, terutama para murid dan pengagumnya. Namun, warisan nilai, ilmu, dan keteladanan beliau terus hidup dan tumbuh dalam jiwa generasi setelahnya.


Popular

Popular Posts

Blog Archive