04 Juli, 2025

Mengelola Harta Sesuai Syariah

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I
(Penyluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Bima /KUA Bima)

Harta adalah amanah dari Allah yang harus dikelola dengan tanggung jawab. Dalam Islam, kekayaan bukan hanya tentang kepemilikan, tetapi juga bagaimana cara memperolehnya, mengelolanya, dan membelanjakannya. Syariat Islam memberikan panduan jelas agar harta tidak hanya menjadi sumber keberkahan di dunia, tetapi juga menjadi bekal keselamatan di akhirat. Oleh karena itu, pengelolaan harta secara syar’i merupakan bagian dari penghambaan diri kepada Allah .

Prinsip Dasar Pengelolaan Harta dalam Islam

  1. Harta Adalah Titipan dari Allah

Islam mengajarkan bahwa manusia bukanlah pemilik sejati harta, melainkan hanya pengelola (khalifah) atas titipan Allah.

وَأَنفِقُوا۟ مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
“Infakkanlah sebagian dari harta yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya (sebagai wakil).”
(QS. Al-Hadid: 7)

  1. Mencari Harta dengan Cara Halal

Segala bentuk usaha yang bertentangan dengan syariat—seperti riba, penipuan, korupsi, dan suap—diharamkan.

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَـٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَـٰطِلِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.”
(QS. An-Nisā’: 29)

  1. Membelanjakan Harta pada Jalan yang Diridai Allah

Harta bukan untuk bermegah-megahan atau bermewah-mewahan, tetapi untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga, dan berbagi dengan sesama melalui zakat, infak, dan sedekah.

وَٱلَّذِينَ فِىٓ أَمْوَـٰلِهِمْ حَقٌّۭ مَّعْلُومٌۭ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ
“Dan orang-orang yang dalam hartanya terdapat hak yang jelas, bagi orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”
(QS. Al-Ma‘ārij: 24–25)

Cara Mengelola Harta Sesuai Syariah

  1. Mencatat dan Mengatur Keuangan dengan Amanah

Seorang Muslim dianjurkan mengelola keuangan secara tertib agar terhindar dari pemborosan atau kelalaian. Islam memuji sikap pertengahan:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا ۝ إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ
“Dan janganlah kamu boros, sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan.”
(QS. Al-Isrā’: 26–27)

  1. Menunaikan Zakat dan Kewajiban Sosial

Zakat adalah pembersih harta dan sarana pemerataan ekonomi. Allah memerintahkan:

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.”
(QS. At-Taubah: 103)

  1. Berinvestasi dalam Jalur Halal

Investasi boleh dalam Islam asal tidak mengandung riba, gharar (ketidakjelasan), dan maisir (spekulasi). Sistem bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) adalah solusi syariah dalam pengembangan harta.

  1. Berwasiat dan Merencanakan Warisan

Pengelolaan harta syar’i mencakup pembagian warisan sesuai hukum faraidh dan menyiapkan wasiat yang tidak merugikan ahli waris.

Bahaya Mengelola Harta Secara Haram

ـ           Harta tidak berkah meskipun banyak.

ـ           Doa tertolak karena memakan yang haram.
Rasulullah
bersabda:

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا...
“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.”
(HR. Muslim)

ـ           Hisab berat di akhirat, karena setiap harta akan ditanya asal-usul dan penggunaannya.

Mengelola harta sesuai syariah bukan hanya tuntutan ibadah, tetapi jalan untuk mencapai keberkahan hidup. Islam mengajarkan keseimbangan antara usaha, kepemilikan, dan tanggung jawab sosial. Seorang Muslim sejati adalah yang memanfaatkan harta untuk mendekat kepada Allah, bukan menjauhkan diri dari-Nya. Maka, mari kita menjadi pribadi yang amanah dalam mencari, mengelola, dan membelanjakan harta sesuai tuntunan syariat.

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim
  2. Shahih Muslim dan Bukhari
  3. Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu
  4. Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Zakah
  5. Majma’ al-Fiqh al-Islami, Keputusan Muktamar Ekonomi Islam

 



Sape, 4 Juli 2025
— Suasana semarak perayaan Hari Jadi Bima ke-385 dengan gelaran Pawai Budaya di Kecamatan Sape mendadak berubah duka, setelah musibah kebakaran hebat melanda Dusun Delima, Desa Sangia, Kecamatan Sape, pada Kamis (3/7/2025) siang.

Kebakaran yang terjadi sekitar pukul 15.30 WITA ini menghanguskan lima unit rumah rata dengan tanah, 6 unit rumah permanen dan 3 rumah panggung mengalami rusak ringan. Api dengan cepat melahap bangunan rumah yang mayoritas terbuat dari kayu. Warga yang saat itu sebagian besar tengah menyaksikan pawai budaya, panik dan berupaya memadamkan api secara manual sebelum akhirnya petugas pemadam kebakaran tiba di lokasi.


Menurut keterangan warga setempat, sumber api diduga berasal dari korsleting listrik di salah satu rumah, lalu merembet ke rumah lainnya akibat tiupan angin kencang.

"Api tiba-tiba muncul dari rumah bagian tengah. Waktu itu banyak warga sedang ikut atau menonton pawai, jadi banyak rumah kosong," ungkap salah seorang warga yang menjadi saksi mata.

Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Namun, kerugian material diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. Warga yang terdampak kini mengungsi ke rumah kerabat dan pos darurat yang disiapkan di sekitar lokasi.

Camat Sape dan Kepala Desa Sangia bersama aparat setempat langsung turun tangan meninjau lokasi dan memberikan dukungan awal kepada warga terdampak. Pemerintah Kecamatan dan Desa juga telah mengkoordinasikan bantuan darurat berupa makanan, air bersih, dan kebutuhan pokok lainnya.

"Ini duka kita bersama. Di tengah euforia budaya, kita diingatkan untuk tetap waspada. Kami akan berkoordinasi dengan dinas terkait agar bantuan segera disalurkan," ujar Camat Sape dalam keterangannya.

Musibah ini menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan bencana, terutama di tengah perayaan besar yang menyedot perhatian dan konsentrasi masyarakat.


03 Juli, 2025

Menyampaikan Kebenaran dengan Hikmah

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Bima / KUA Sape)

 

Dalam Islam, menyampaikan kebenaran adalah amanah yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim, terlebih oleh para da’i, guru, orang tua, dan siapa pun yang memiliki ilmu. Namun, menyampaikan kebenaran tidak cukup hanya dengan niat yang baik dan isi yang benar, melainkan juga harus disampaikan dengan cara yang bijak, lembut, dan tepat sasaran. Inilah yang disebut dalam Islam sebagai “bil hikmah”—dengan hikmah.


Tanpa hikmah, kebenaran bisa ditolak. Tanpa kelembutan, kebenaran bisa melukai. Oleh sebab itu, Islam mengajarkan agar kebenaran tidak hanya dikemas dengan keilmuan, tetapi juga dengan kebijaksanaan, kesabaran, dan kasih sayang.

 

1. Perintah Menyampaikan Kebenaran


Allah memerintahkan umat Islam untuk berdakwah dan menyampaikan kebenaran:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌۭ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."
(QS. Ali Imran: 104)


Namun, perintah ini dilanjutkan dengan tuntunan cara yang bijak:

ٱدْعُ إِلِىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَـٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik."
(QS. An-Nahl: 125)


Ayat ini menjadi prinsip utama dalam menyampaikan kebenaran: harus dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdiskusi dengan cara yang terbaik.

 

2. Makna dan Contoh Hikmah


Hikmah (الْحِكْمَةُ) berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam konteks dakwah dan menyampaikan kebenaran, hikmah mencakup:

ـ           Memilih waktu yang tepat

ـ           Memahami kondisi dan latar belakang lawan bicara

ـ           Menggunakan bahasa yang halus, tidak kasar

ـ           Menghindari sikap merendahkan

ـ           Bersabar dan tidak tergesa-gesa dalam mengharapkan perubahan


Contoh nyata hikmah dapat dilihat dalam kisah Nabi Musa dan Harun yang diperintahkan Allah untuk berdakwah kepada Fir’aun:

فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًۭا لَّيِّنًۭا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
"Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."
(QS. Thaha: 44)


Padahal Fir’aun adalah orang paling zalim saat itu, namun Allah tetap memerintahkan Nabi-Nya untuk bersikap lembut. Inilah esensi dakwah yang penuh hikmah.

 

3. Hadis-Hadis tentang Menyampaikan Kebenaran dengan Lembut

Rasulullah adalah teladan utama dalam berdakwah penuh hikmah:

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
"Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan akan memperburuknya."
(HR. Muslim, no. 2594)

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
"Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agama."
(HR. Bukhari dan Muslim)


Hadis ini menekankan bahwa pemahaman agama—yang mencakup hikmah dalam menyampaikannya—adalah tanda kebaikan dari Allah.

 

4. Bahaya Menyampaikan Kebenaran Tanpa Hikmah


Kebenaran yang disampaikan dengan cara yang salah dapat:

ـ           Menyebabkan penolakan atau kebencian terhadap dakwah

ـ           Melukai hati dan menimbulkan dendam

ـ           Membuat orang menjauh dari Islam

ـ           Menjadi fitnah bagi dakwah itu sendiri


Rasulullah pernah menegur para sahabat yang terlalu keras dalam menyampaikan kebenaran. Dalam salah satu hadis, beliau bersabda:

إِنَّ مِنكُمْ مُنَفِّرِينَ
"Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat orang lari (dari agama)."
(HR. Bukhari)

 

Menyampaikan kebenaran adalah kewajiban, tetapi harus disertai dengan hikmah. Kebenaran yang disampaikan dengan cara yang bijaksana akan lebih mudah diterima dan membekas di hati. Islam mengajarkan bahwa kelembutan, kesabaran, dan empati dalam berdakwah adalah kunci keberhasilan dakwah. Menjadi juru dakwah bukan hanya soal keberanian, tetapi juga kecerdasan emosional dan kasih sayang.

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih Bukhari

3.      Shahih Muslim

4.      Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim

5.      Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin

6.      Shalih Al-Munajjid, Etika Dakwah dalam Islam

7.      Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Da’wah

8.      Abdul Karim Zaidan, Ushul al-Dakwah

 


02 Juli, 2025

Menjadi Generasi Qur’ani

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah sebagai petunjuk hidup bagi umat manusia. Ia bukan hanya dibaca, tetapi harus dipahami, diamalkan, dan menjadi pedoman utama dalam kehidupan sehari-hari. Generasi Qur’ani adalah generasi yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pusat orientasi hidup mereka—baik dalam aspek ibadah, akhlak, sosial, hingga kepemimpinan.

Dalam kondisi dunia yang dilanda krisis moral dan kemunduran nilai, munculnya generasi Qur’ani menjadi harapan bagi kebangkitan umat. Maka sudah saatnya kita semua—terutama generasi muda—menjadikan diri sebagai generasi yang dekat dan hidup bersama Al-Qur’an.

Ciri-Ciri Generasi Qur’ani

  1. Mencintai dan Rajin Membaca Al-Qur’an
    Allah berfirman:

ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَـٰهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ يَتْلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦ أُو۟لَـٰٓئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِۦ
"Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenar-benarnya, mereka itulah orang-orang yang beriman kepadanya."
(QS. Al-Baqarah: 121)

  1. Mengamalkan Nilai-Nilai Al-Qur’an dalam Kehidupan
    Generasi Qur’ani bukan hanya membaca, tetapi menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman sikap dan perilaku. Setiap ucapan dan tindakan mencerminkan nilai-nilai Qur’ani seperti kejujuran, amanah, sabar, dan kasih sayang.
  2. Memiliki Akhlak Mulia seperti Akhlak Rasulullah
    Rasulullah adalah representasi hidup dari ajaran Al-Qur’an. Dalam sebuah hadis:

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
"Akhlak Nabi adalah Al-Qur’an."
(HR. Muslim)

  1. Menjadi Penyeru Kebaikan
    Generasi Qur’ani aktif menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagaimana amanat dalam QS. Ali ‘Imran: 110:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ... تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ
"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar..."

  1. Mendidik Diri dan Keluarga dengan Al-Qur’an
    Generasi Qur’ani tidak hanya fokus pada diri sendiri, tetapi membina lingkungan sekitarnya, terutama keluarga, dengan nilai-nilai Al-Qur’an.

Strategi Menjadi Generasi Qur’ani

  • Membiasakan Tilawah Harian
    Minimal satu halaman per hari, dengan tadabbur atau pemahaman makna, bukan sekadar membaca lafaz.
  • Menghafal dan Mengamalkan
    Menghafal Al-Qur’an bukan hanya untuk prestise, tapi sebagai bekal memperbaiki diri dan berdakwah.
  • Menghadiri Majelis Ilmu dan Tafsir
    Memahami Al-Qur’an perlu bimbingan ulama dan guru yang kompeten agar tidak salah tafsir.
  • Menjauhkan Diri dari Hal yang Bertentangan dengan Al-Qur’an
    Seperti kemaksiatan, hiburan yang merusak, dan gaya hidup hedonistik.

Menjadi generasi Qur’ani bukanlah perkara instan. Ia memerlukan kesungguhan, niat ikhlas, dan proses yang terus-menerus. Namun dengan niat yang lurus dan usaha yang berkelanjutan, Allah akan memudahkan jalan. Jadilah generasi yang dekat dengan wahyu Ilahi, agar kehidupan lebih terarah dan akhirat penuh cahaya.



01 Juli, 2025

Tolong-Menolong dalam Kebaikan: Pilar Sosial dalam Masyarakat Islam

Tolong-Menolong dalam Kebaikan: Pilar Sosial dalam Masyarakat Islam

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I (Penyuluh Agama Islam Kab. Bima)

Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh, mencakup aspek ibadah individual dan juga interaksi sosial. Salah satu ajaran penting dalam Islam yang menjadi dasar kuat kehidupan sosial adalah ta‘āwun, yakni saling tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa. Dalam konteks masyarakat, prinsip ini menjadi fondasi kuat terciptanya keadilan, kasih sayang, dan solidaritas sosial.

 

Al-Qur’an Menegaskan Tentang Tolong-Menolong

Allah berfirman dalam Surah Al-Mā’idah ayat 2:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya."
(QS. Al-Mā’idah: 2)

Ayat ini menjadi dasar bahwa Islam sangat mendorong kerja sama dalam kebaikan, namun melarang keras kolaborasi dalam keburukan dan dosa.

Hadis Nabi Tentang Tolong-Menolong

Dari Abū Hurairah RA, Rasulullah bersabda:

وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ، مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ


Artinya:
"Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba itu menolong saudaranya."
(HR. Muslim, no. 2699)

Hadis ini menunjukkan bahwa balasan bagi orang yang membantu sesama adalah pertolongan dari Allah — suatu jaminan ilahi bagi mereka yang aktif dalam kegiatan sosial.

Implementasi dalam Kehidupan Masyarakat

Beberapa contoh nyata tolong-menolong dalam masyarakat:

  1. Membantu orang yang membutuhkan, seperti fakir miskin, janda, yatim piatu, dan korban bencana.
  2. Gotong royong dalam pembangunan fasilitas umum seperti masjid, jembatan, atau sekolah.
  3. Menjadi juru damai ketika terjadi konflik antar warga.
  4. Berbagi ilmu dan keterampilan, agar masyarakat memiliki kemandirian ekonomi dan pendidikan.

Tolong-menolong ini tidak hanya berdampak duniawi, tapi juga memperkuat ukhuwah islāmiyyah dan mengundang keberkahan dari Allah.

 

Batasan dalam Tolong-Menolong

Islam juga memberikan batasan agar kerja sama tidak jatuh pada kebatilan. Tolong-menolong dalam perbuatan dosa, korupsi, atau kedzaliman adalah haram. Allah telah memperingatkan dalam ayat di atas:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan."

 

Konsep ta‘āwun merupakan ajaran luhur yang harus diterapkan dalam kehidupan sosial. Masyarakat yang saling membantu dalam kebaikan akan menjadi masyarakat yang kuat, harmonis, dan diberkahi Allah. Mari hidupkan semangat tolong-menolong dalam setiap aspek kehidupan kita sebagai wujud nyata keimanan dan cinta kepada sesama.

 

Referensi

  1. Al-Qur’an al-Karīm, Surah Al-Mā’idah: 2.
  2. Shahīh Muslim, Kitāb al-Dzikr wa al-Du‘ā’, no. 2699.
  3. Tafsir al-Jalālayn dan Tafsir Ibn Katsir pada QS. Al-Mā’idah: 2.
  4. Al-Ghazāli, Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, tentang Adab Sosial.
  5. Nawāwī, Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn, bab tolong-menolong dan kasih sayang terhadap sesama Muslim.

 


30 Juni, 2025

🛣️ RUTE PERJALANAN DARAT: SAPE – JAKARTA

Total Jarak Tempuh: ±1.600–1.700 km
Estimasi Waktu: ±3–4 hari perjalanan (tergantung moda transportasi & waktu istirahat)
Transportasi: Mobil pribadi / Bus antarpulau / Travel darat

Rute Perjalanan Darat dari Sape (Bima) ke Jakarta

🗺️ Detail Rute:

  1. Sape – Bima Kota
    🚗 Jarak: ±50 km | Waktu: ±1 jam
    ➡ Lewati jalan utama lintas Sape–Bima.

  2. Bima – Dompu – Sumbawa Besar – Pelabuhan Poto Tano
    🚗 Jarak: ±450 km | Waktu: ±10–12 jam
    ➡ Melintasi Pulau Sumbawa secara memanjang ke arah barat.

  3. Penyeberangan Poto Tano – Pelabuhan Kayangan (Lombok Timur)
    ⛴️ Naik Feri | Durasi: ±1.5 jam
    ➡ Jadwal kapal biasanya 24 jam, tapi tergantung cuaca.

  4. Lombok Timur – Mataram – Pelabuhan Lembar (Lombok Barat)
    🚗 Jarak: ±100 km | Waktu: ±2–3 jam
    ➡ Menuju pelabuhan untuk menyeberang ke Bali.

  5. Penyeberangan Lembar (Lombok) – Padangbai (Bali)
    ⛴️ Feri | Durasi: ±4–5 jam

  6. Padangbai – Denpasar – Gilimanuk (Bali Barat)
    🚗 Jarak: ±130–150 km | Waktu: ±4–5 jam
    ➡ Melintasi Bali dari timur ke barat.

  7. Penyeberangan Gilimanuk – Ketapang (Banyuwangi, Jawa Timur)
    ⛴️ Feri | Durasi: ±1 jam

  8. Ketapang – Banyuwangi – Surabaya – Semarang – Cirebon – Jakarta
    🚗 Jarak: ±1.000 km | Waktu: ±20–24 jam
    ➡ Melewati jalur pantura (jalan nasional), atau bisa ambil tol Trans Jawa jika dari Surabaya.

🛏️ Tips Perjalanan:

  • Pastikan kondisi kendaraan prima.

  • Siapkan uang tunai secukupnya untuk tol, BBM, dan makan.

  • Wajib bawa KTP, SIM, STNK, dan dokumen kendaraan.

  • Istirahat secara berkala di SPBU, masjid, atau rest area.

  • Bisa transit atau bermalam di kota besar seperti Sumbawa Besar, Mataram, atau Surabaya.

🚍 Alternatif Transportasi Umum:

  • Bus Antarkota-Antarpulau (AKAP): Ada layanan dari Bima/Mataram ke Jakarta.

  • Travel Kombinasi Darat-Laut: Agen-agen tertentu menyediakan rute kombinasi.

  • Bisa juga kombinasi: bus + kapal + kereta api (dari Banyuwangi ke Jakarta)


Pendidikan Anak Menurut Islam

Anak merupakan amanah dan karunia dari Allah yang harus dijaga, dibimbing, dan dididik dengan sebaik-baiknya. Dalam Islam, pendidikan anak bukan hanya bertujuan untuk keberhasilan dunia, tetapi juga keselamatan akhirat. Oleh karena itu, pendidikan anak adalah tanggung jawab besar yang harus dilaksanakan oleh orang tua sejak dini dengan berlandaskan nilai-nilai Islam.

 

1. Anak sebagai Amanah dan Ujian

Anak-anak merupakan titipan dari Allah yang bisa menjadi sumber kebahagiaan sekaligus ujian.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”
(QS. Al-Munāfiqūn: 9)¹

 

2. Kewajiban Mendidik Anak dalam Islam

Islam mewajibkan para orang tua untuk mendidik anak-anaknya dalam hal akidah, ibadah, akhlak, dan kehidupan sosial. Perintah ini bersifat aktif dan berkelanjutan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”
(QS. At-Tahrīm: 6)²

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini bermakna perintah kepada kaum mukminin untuk mengajarkan ilmu dan adab kepada keluarganya serta mendidik mereka untuk taat kepada Allah³.

 

3. Pendidikan Anak Dimulai Sejak Dini

Rasulullah sangat menekankan pentingnya pendidikan sejak usia dini, termasuk pendidikan shalat:

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkan anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (dengan lembut jika tidak melaksanakan) ketika berumur sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur mereka.”
(HR. Abu Dawud no. 495)⁴

 

4. Pendidikan Tauhid dan Akhlak

Pendidikan paling utama adalah tauhid, sebagaimana dicontohkan dalam nasihat Luqman kepada anaknya:

يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
(QS. Luqmān: 13)⁵

Luqman juga mengajarkan akhlak kepada anaknya, seperti:

  • Taat kepada orang tua (ayat 14)
  • Menegakkan shalat (ayat 17)
  • Amar ma’ruf nahi munkar (ayat 17)
  • Sabar dalam ujian (ayat 17)
  • Tidak sombong dan angkuh (ayat 18)
  • Bersikap sederhana (ayat 19)

 

5. Doa sebagai Bentuk Pendidikan Spiritual

Mendoakan anak juga termasuk bagian dari pendidikan spiritual:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”
(QS. Ibrahim: 40)⁶

 

6. Dampak Pendidikan Islami

Pendidikan anak dalam Islam akan melahirkan:

  • Anak yang berakidah lurus
  • Memiliki akhlak mulia
  • Berbakti kepada orang tua
  • Taat beribadah
  • Bermanfaat bagi masyarakat

 

Pendidikan anak menurut Islam bukan sekadar memberikan ilmu duniawi, tetapi membentuk karakter dan akhlak Islami sejak dini. Orang tua adalah madrasah pertama bagi anak. Maka, hendaknya para orang tua menunaikan amanah ini dengan sungguh-sungguh, karena keberhasilan pendidikan anak merupakan investasi dunia akhirat.

 

Catatan Kaki (Referensi)

  1. QS. Al-Munāfiqūn: 9
  2. QS. At-Tahrīm: 6
  3. Tafsir Ibnu Katsir, pada penjelasan QS. At-Tahrim: 6
  4. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, no. 495
  5. QS. Luqmān: 13
  6. QS. Ibrāhīm: 40

 


Popular

Popular Posts

Blog Archive