25 Juli, 2025


Sape, 25 Juli 2025
— Dalam rangka memperingati Hari Jadi Bima yang ke-385, Sanggar La Nggoli bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Bima menggelar Festival Pentas Seni dan Budaya yang berlangsung selama dua hari, mulai Jumat hingga Sabtu, 25–26 Juli 2025, di Lapangan Putih Sangia, Kecamatan Sape.

Dengan mengusung tema "Literasi, Seni, dan Budaya yang Cerdas, Kreatif, dan Penuh Inovatif", acara ini diawali dengan pawai budaya yang spektakuler. Ribuan peserta dari berbagai instansi pemerintahan, lembaga pendidikan, sanggar seni, komunitas pemuda, serta masyarakat umum turut ambil bagian dalam pawai yang dimulai dari Masjid Besar Al-Munawwarah Sape hingga Lapangan Putih Sangia.


Pawai budaya menampilkan kekayaan busana adat, pertunjukan musik tradisional, atraksi budaya lokal, serta poster literasi yang menggambarkan semangat kolaboratif antara dunia seni dan dunia literasi. Festival ini menjadi wadah aktualisasi kreativitas generasi muda dan pelestarian budaya lokal yang penuh warna.

Di lokasi utama acara, pengunjung disuguhi beragam pertunjukan seni dari sanggar-sanggar lokal, lomba baca puisi, pertunjukan tari tradisional, hingga pameran buku dan dokumentasi sejarah Bima yang diselenggarakan oleh Sanggar La Nggoli bersama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah.


Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum strategis untuk menumbuhkan kecintaan terhadap seni, budaya, dan literasi di kalangan masyarakat, sekaligus memperkuat identitas dan karakter daerah Bima di tengah arus modernisasi.


24 Juli, 2025

 

Konsep Kecukupan dalam Islam


Dr. Abdul Munir, M.Pd.I
(Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Bima)

Dalam dunia modern yang sarat dengan gaya hidup konsumtif, banyak orang terjebak dalam perlombaan tanpa henti untuk meraih kekayaan dan kenikmatan duniawi. Akibatnya, muncul kecemasan, ketamakan, dan bahkan keputusasaan karena merasa "tidak pernah cukup". Padahal Islam telah menawarkan konsep kecukupan (القَنَاعَة) yang menentramkan hati dan membawa keberkahan dalam hidup.

Kecukupan dalam Islam bukan berarti pasrah pada keadaan tanpa usaha, tapi merupakan sikap batin yang merasa cukup atas apa yang Allah anugerahkan, disertai dengan ikhtiar yang halal dan berkah.

Makna Kecukupan dalam Islam

Secara bahasa, al-qanā‘ah (القَنَاعَة) berarti merasa cukup dan ridha terhadap rezeki yang diberikan oleh Allah. Sementara dalam syariat, ia berarti:

“Menerima pemberian Allah dengan penuh syukur, tanpa tamak terhadap apa yang dimiliki orang lain, serta tetap bekerja dan berusaha sesuai kemampuan.”

Nabi Muhammad bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan bukanlah karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalil-Dalil tentang Kecukupan

  1. Al-Qur'an:

وَفِى ٱلسَّمَآءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
"Dan di langit terdapat rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu."
(QS. Adz-Dzariyat: 22)

  1. Hadis:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
"Beruntunglah orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah jadikan dia merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya."
(HR. Muslim)

Manfaat Kecukupan dalam Kehidupan

  1. Hati Tenang dan Tidak Rakus
    Orang yang merasa cukup tidak sibuk memikirkan dunia secara berlebihan, sehingga jiwanya tenang dan damai.
  2. Menumbuhkan Syukur
    Kecukupan melahirkan rasa syukur yang berkelanjutan, sedangkan kerakusan memunculkan keluh kesah yang tak berujung.
  3. Menghindarkan dari Hutang dan Riba
    Sikap merasa cukup akan menahan seseorang dari hidup di luar kemampuan, termasuk berutang tanpa keperluan mendesak.
  4. Memperkuat Ketergantungan kepada Allah
    Orang yang qana’ah menyandarkan kehidupannya kepada Allah, bukan kepada kekayaan duniawi.

Kecukupan Bukan Anti-Kaya

Islam tidak melarang seseorang menjadi kaya. Bahkan banyak sahabat Rasulullah yang kaya raya seperti Abu Bakar, Utsman bin ‘Affan, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Namun, kekayaan mereka tidak menjadikan hati mereka bergantung pada dunia, dan mereka tetap rendah hati serta dermawan.

Kecukupan adalah sikap batin. Seseorang bisa kaya harta tapi tetap qana’ah, atau miskin harta namun hatinya dipenuhi ketamakan.

Cara Menumbuhkan Sikap Qana’ah

  1. Memperbanyak Syukur
    Syukur membuat kita fokus pada apa yang dimiliki, bukan yang belum ada.
  2. Membatasi Keinginan, Bukan Kemampuan
    Jangan mengikuti semua keinginan. Islam mengajarkan kesederhanaan dan zuhud.
  3. Melihat ke Bawah dalam Urusan Dunia
    Nabi
    bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ
"Lihatlah kepada orang yang di bawah kalian (dalam hal dunia), jangan melihat kepada yang di atas kalian."
(HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Menjaga Hati dari Hasad dan Tamak
    Hati yang iri dan serakah takkan pernah merasa cukup.

Konsep kecukupan dalam Islam adalah jalan menuju kehidupan yang penuh ketenangan dan keberkahan. Islam tidak mendorong umatnya untuk menjadi miskin, tapi agar tidak diperbudak oleh dunia. Hidup berkecukupan bukan tentang berapa banyak harta yang kita miliki, tetapi seberapa besar kita mampu mensyukuri dan mengelolanya dengan bijak. Mari tumbuhkan sikap qana’ah dalam hidup kita agar dunia berada di tangan, bukan di hati.

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim
  2. Shahih Bukhari dan Muslim
  3. Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin
  4. Ibnu Rajab al-Hanbali, Jami’ al-‘Ulum wal-Hikam
  5. Dr. Yusuf al-Qaradawi, Thaqafah al-Da‘iyah

 


23 Juli, 2025

Ilmu yang Bermanfaat dan yang Tidak

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam / KUA Sape)

 

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu. Bahkan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah perintah untuk membaca dan belajar. Namun, tidak semua ilmu membawa kebaikan. Dalam Islam, ilmu diklasifikasikan menjadi dua: ilmu yang bermanfaat (‘ilm nāfi‘) dan ilmu yang tidak bermanfaat, bahkan bisa menjerumuskan.

 

Ilmu yang bermanfaat akan mendekatkan seseorang kepada Allah, meningkatkan amal salih, dan memberi kebaikan bagi dirinya dan masyarakat. Sebaliknya, ilmu yang tidak bermanfaat hanya sekadar menambah beban informasi, memperbesar kesombongan, atau bahkan mengarah pada kemaksiatan dan kesesatan.

 

1. Keutamaan Ilmu yang Bermanfaat

Allah berfirman:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
(QS. Az-Zumar: 9)

 

Ayat ini menunjukkan keutamaan orang yang berilmu. Tapi bukan sekadar ilmu, melainkan ilmu yang disertai iman dan diamalkan.

Rasulullah juga selalu memohon ilmu yang bermanfaat dalam doanya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima.”
(HR. Ibnu Majah, no. 925, dinilai sahih oleh Al-Albani)

 

2. Ciri-Ciri Ilmu yang Bermanfaat

Ilmu yang bermanfaat dalam Islam adalah:

ـ           Mengantarkan pada ketakwaan kepada Allah

ـ           Menambah keimanan dan amal saleh

ـ           Menghindarkan dari kemaksiatan

ـ           Berguna bagi diri sendiri dan orang lain

ـ           Selaras dengan wahyu (Al-Qur’an dan sunnah)


Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata, “Ilmu itu bukan yang dihafal, tapi yang memberi manfaat.”

 

3. Ilmu yang Tidak Bermanfaat

Ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang:

ـ           Tidak mendekatkan diri kepada Allah

ـ           Hanya menambah perdebatan, kesombongan, atau kecemasan

ـ           Digunakan untuk menyesatkan, merusak moral, atau menyebarkan kebatilan

ـ           Bertentangan dengan syariat (contohnya: sihir, ramalan, ilmu kebohongan, dan sebagainya)


Rasulullah juga berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.”
(HR. Muslim, no. 2722)


Ulama juga memberi peringatan bahwa banyak orang yang berilmu, namun ilmunya justru membinasakan karena tidak disertai amal dan adab.

 

4. Contoh Ilmu yang Bermanfaat dalam Islam

ـ           Ilmu agama (Al-Qur’an, hadis, fiqh, akhlak, tauhid)

ـ           Ilmu kedokteran dan kesehatan yang menyelamatkan jiwa

ـ           Ilmu pendidikan yang mencerdaskan dan membangun karakter

ـ           Ilmu teknologi dan ekonomi yang membawa maslahat umat


Semua ilmu duniawi bisa menjadi bermanfaat jika diniatkan untuk kebaikan dan dijalani dengan akhlak Islami.

 

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah, menambah amal salih, dan memberi manfaat bagi umat manusia. Sebaliknya, ilmu yang tidak bermanfaat hanya akan menjadi beban, bahkan bisa menjadi sebab kesesatan dan siksa. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya senantiasa memohon kepada Allah agar diberikan ilmu yang bermanfaat dan menjauhi ilmu yang menjerumuskan.

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih Muslim

3.      Sunan Ibnu Majah

4.      Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din

5.      Ibnu Jama’ah, Tazkirah al-Sami’ wal-Mutakallim

6.      Syaikh Bakr Abu Zaid, Hilyah Thalib al-‘Ilm

7.      Yusuf al-Qaradawi, Adab al-‘Alim wa al-Muta‘allim

8.      Shalih Al-Munajjid, Fatawa IslamQA.info

 


22 Juli, 2025


Sape, 22 Juli 2025 — Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Pemantauan Kebijakan dan Keadilan (PPKK) sukses menggelar Seminar Hukum bertema “UU ITE dan Kebebasan Berpendapat di Media Sosial” pada Selasa pagi, 22 Juli 2025, bertempat di Aula SMAN 1 Sape di Kecamatan Sape.

Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Camat Sape yang diwakili oleh Sekretaris Camat, H. Anwar H. Ishaka, S.Sos. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi atas inisiatif PPKK dalam memberikan edukasi hukum kepada generasi muda, khususnya berkaitan dengan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.


Direktur PPKK, Muhlas Adi Putra, S.Pd., dalam kata pengantarnya menegaskan bahwa seminar ini merupakan bagian dari komitmen lembaganya dalam membangun kesadaran hukum di kalangan pelajar, sekaligus mendorong ruang digital yang sehat dan bebas dari penyalahgunaan.

Acara ini dipandu oleh moderator A. Munir, S.I.Kom., Sc., SH., yang dengan piawai mengarahkan jalannya diskusi ilmiah tersebut.


Tiga narasumber utama dihadirkan dengan pembahasan yang beragam namun saling melengkapi:

  • Dr. Abdul Munir, M.Pd.I memaparkan materi bertajuk “Kebebasan Media Sosial dan Batasannya”, menekankan pentingnya etika dan tanggung jawab dalam berekspresi di dunia digital.

  • Dr. Erham, SH., MH. membedah UU ITE dari sisi keilmuan hukum, memberikan pemahaman mendalam terkait ruang lingkup dan pasal-pasal kunci dalam undang-undang tersebut.

  • AKP Aryanto, S.Sos dari Polsek Sape membawakan materi seputar tindakan hukum, termasuk prosedur penegakan hukum terhadap pelanggaran UU ITE di media sosial.


Seminar ini dimulai pukul 08.30 WITA dan dihadiri oleh delegasi pelajar dari seluruh SMA se-Kecamatan Sape. Para peserta terlihat antusias mengikuti rangkaian kegiatan, yang diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif.


Melalui seminar ini, diharapkan para pelajar mampu menjadi pengguna media sosial yang cerdas, bijak, dan sadar hukum dalam menyikapi kebebasan berpendapat di ruang digital.


 

Mengisi Waktu luang dengan kebaikan

MENGISI WAKTU LUANG DENGAN KEBAIKAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Bima)

 

Waktu adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Namun, banyak orang lalai dalam memanfaatkan waktu secara optimal. Dalam Islam, waktu dipandang sebagai amanah dan kesempatan yang sangat berharga. Setiap detik yang berlalu tidak akan kembali. Oleh karena itu, mengisi waktu luang dengan kebaikan bukan hanya tindakan bijak, tetapi juga bentuk ibadah dan bentuk rasa syukur kepada Allah.

Rasulullah telah memperingatkan umatnya tentang pentingnya memanfaatkan waktu luang sebelum datang masa sibuk, sakit, atau bahkan kematian. Maka dari itu, sangat penting bagi seorang Muslim untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat.

 

1. Waktu Adalah Amanah dan Nikmat yang Akan Dipertanggungjawabkan

Allah memberikan waktu sebagai modal utama kehidupan manusia. Setiap detik merupakan peluang untuk berbuat baik.

وَالْعَصْرِ ۝ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ۝ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh…”
(QS. Al-‘Ashr: 1–3)

Surat ini menunjukkan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat penting, dan siapa yang tidak memanfaatkannya untuk iman dan amal saleh, maka ia termasuk orang yang rugi.

 

2. Hadis Tentang Nilai Waktu Luang

Nabi Muhammad menekankan betapa berharganya waktu luang dalam sabdanya:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Dua nikmat yang sering dilalaikan oleh banyak manusia: kesehatan dan waktu luang.”
(HR. Bukhari, no. 6412)

Hadis ini menjelaskan bahwa banyak manusia yang tidak menyadari betapa berharganya waktu luang dan kesehatan hingga keduanya hilang. Waktu luang harus diisi dengan hal yang mendekatkan diri kepada Allah, bukan dengan perbuatan sia-sia.

 

3. Bentuk Kebaikan dalam Mengisi Waktu Luang

Berikut beberapa amalan positif yang bisa dilakukan dalam waktu luang:

·         Membaca Al-Qur’an dan merenungi maknanya

·         Mengerjakan shalat sunnah, dzikir, dan doa

·         Membaca buku-buku bermanfaat dan menambah ilmu agama

·         Bersedekah, membantu orang lain, dan berbuat baik kepada sesama

·         Menulis atau menyebarkan ilmu dan kebaikan di media sosial

·         Melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang sehat

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ ۝ وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ
“Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”
(QS. Al-Insyirah: 7–8)

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim hendaknya tidak berhenti dari aktivitas bermanfaat. Bila selesai dari satu kegiatan, hendaknya beralih kepada amal lain yang baik dan produktif.

4. Bahaya Menyia-nyiakan Waktu

Islam melarang umatnya dari menyia-nyiakan waktu dalam hal yang tidak bermanfaat, apalagi dalam kemaksiatan. Nabi bersabda:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ ... وَعَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ditanya... tentang umurnya untuk apa ia habiskan...”
(HR. Tirmidzi, no. 2416)

 

Ini menunjukkan bahwa waktu adalah bagian dari hidup yang akan dimintai pertanggungjawaban. Maka sangat berbahaya bila waktu dibiarkan berlalu tanpa arah.

Mengisi waktu luang dengan kebaikan merupakan bentuk kesyukuran dan kecerdasan spiritual dalam Islam. Seorang Muslim dituntut untuk bijak dalam menggunakan waktunya, baik dalam hal ibadah, ilmu, maupun amal sosial. Waktu luang adalah peluang untuk meningkatkan kualitas iman dan amal. Maka, jangan sampai waktu luang dihabiskan untuk hal sia-sia, apalagi maksiat. Hendaknya setiap detik kita menjadi investasi untuk akhirat.

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih al-Bukhari

3.      Sunan at-Tirmidzi

4.      Ibn al-Jauzi. Shaid al-Khatir.

5.      Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin.

6.      Al-Munajjid, Muhammad Shalih. Waktu dalam Pandangan Islam - IslamQA.info

7.      Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Syarh Riyadhus Shalihin

 


Popular

Popular Posts

Blog Archive