06 Juni, 2025

Komunikasi Islam dalam Keluarga

Keluarga adalah fondasi utama dalam membentuk masyarakat yang beradab dan beriman. Dalam Islam, keluarga dipandang sebagai tempat pertama dan utama untuk mendidik, menanamkan nilai-nilai tauhid, serta menciptakan suasana penuh kasih sayang. Salah satu kunci agar keluarga tetap harmonis dan penuh berkah adalah komunikasi yang islami—yakni komunikasi yang dilandasi oleh akhlak mulia, kejujuran, dan kasih sayang sesuai tuntunan Al-Qur'an dan sunnah.

 

Hakikat Komunikasi dalam Islam

Komunikasi dalam Islam bukan hanya soal menyampaikan pesan, tetapi juga menyentuh hati dengan akhlak yang baik. Allah SWT berfirman:

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا

"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik. Sesungguhnya setan menimbulkan perselisihan di antara mereka."
(QS. Al-Isra: 53)

Ayat ini mengajarkan bahwa tutur kata yang baik mampu mencegah konflik dan menjaga keharmonisan.


Nilai-Nilai Komunikasi Islami dalam Keluarga

1.      Kejujuran (ṣidq)
Kejujuran adalah dasar dari setiap hubungan. Dalam keluarga, suami dan istri harus terbuka satu sama lain, demikian juga antara orang tua dan anak.

2. Lemah Lembut (rifq)
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ

3.      "Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan mencintai kelembutan dalam segala urusan."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Berbicara dengan lembut menciptakan kenyamanan dan membuka ruang dialog dalam keluarga.

4.      Saling Mendengarkan
Islam mengajarkan pentingnya mendengarkan sebelum berbicara. Ini menunjukkan penghargaan terhadap anggota keluarga lainnya.

5.      Menghindari Ucapan Kasar dan Cacian
Perkataan yang menyakitkan hati bisa merusak hubungan. Islam sangat menekankan adab berbicara yang baik bahkan dalam kondisi marah.

6.      Musyawarah (syūrā)
Dalam keluarga, keputusan hendaknya diambil dengan melibatkan seluruh anggota keluarga. Allah SWT berfirman:

وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ

"Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka..."
(QS. Asy-Syura: 38)

Manfaat Komunikasi Islami dalam Keluarga

·         Menumbuhkan rasa saling percaya dan menghargai.

·         Mencegah kesalahpahaman dan konflik.

·         Membangun suasana rumah yang penuh ketenangan dan cinta.

·         Memudahkan proses pendidikan anak dalam nilai-nilai Islam.

Tips Menerapkan Komunikasi Islami

1.      Mulailah setiap percakapan dengan basmalah.

2.      Gunakan nada suara yang tenang dan bersahabat.

3.      Sisipkan nasihat agama dengan cara yang bijak.

4.      Hindari menyampaikan kritikan saat sedang emosi.

5.      Jadikan rumah sebagai tempat mendengarkan dan saling memahami, bukan hanya tempat menyuruh dan mengatur.

 

Komunikasi islami adalah pilar utama dalam menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam suasana keluarga yang dipenuhi akhlak mulia dan dialog yang santun, keberkahan akan selalu menyertai. Mari kita mulai dari hal kecil: berbicara dengan hati yang bersih, niat yang baik, dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.


Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi keluarga kita dengan cinta, keberkahan, dan komunikasi yang islami.

 


05 Juni, 2025

JAGA GENERASI DI ERA DIGITAL: MENELADANI NILAI-NILAI KURBAN DALAM MENDIDIK ANAK

JAGA GENERASI DI ERA DIGITAL: MENELADANI NILAI-NILAI KURBAN DALAM MENDIDIK ANAK

Oleh. Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

 السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْدًا لِّلْمُسْلِمِيْنَ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْهِ الصِّيَامَ، وَنَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ، وَهُوَخَيْرَ النِّعَمِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مَنِ اصْطَفَى، مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِاللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَّالاَهُ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَاعِبَادَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.  قال الله تعالى: انااعطيناك الكوثر، فصل لربك وانحر، ان شانئك هو الأبتر

اَللهُ أكْبَرُ اَللهُ أكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ

Kaum muslimin jamaah Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah Swt.

Pada hari ini, 10 Zulhijjah 1446 Hijriah, umat Islam di seluruh dunia keluar dari rumahnya masing-masing menuju Masjid atau tanah-tanah lapang, untuk melaksanakan sholat Idul Adha. Sepatutnyalah kita bersyukur kepada Allah, bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk melaksanakan Idul Adha pada tahun ini, betapa banyak saudara-saudara kita, orang tua serta tetangga-tetangga kita yang tidak lagi merayakan Idul Adha bersama kita di tempat ini. Sebagian ada yang sedang terbaring di rumah sakit, sebagian ada yang jauh di perantaun, dan sebagiannya lagi sudah meninggalkan kita ke alam بقاء.

Kita berdoa kepada Allah, semoga saudara-saudara kita yang sakit disembuhkan, yang ditimpa musibah diberi kesabaran, yang jauh diperantauan selalu dilindungi serta dilimpahi rezeki yang halal dan bagi saudara-saudara serta orang tua kita yang telah meninggal dunia, semoga diampuni dosanya, diterima amal ibadahnya serta ditempatkan di tempat yang mulia di sisi Allah swt. Amin yaa rabbal alamin.

 

اَللهُ أكْبَرُ اَللهُ أكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ

            Kaum muslimin rahimakumullah.

Tema khutbah kita hari ini adalah:
 "Jaga Generasi di Era Digital: Meneladani Nilai-Nilai Kurban dalam Mendidik Anak."

Kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS adalah pelajaran besar tentang pendidikan keluarga dan pembinaan generasi. Ketika Ibrahim menerima perintah Allah untuk menyembelih putranya, Ismail tidak menentang, tidak membangkang. Bahkan ia menjawab dengan penuh keimanan:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

"Maka ketika anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, 'Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia (Ismail) menjawab, 'Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'”
(QS. As-Saffat: 102)

Lihatlah, betapa besar peran pendidikan ayah dalam membentuk karakter anak. Ismail bukan hanya anak yang patuh, tetapi anak yang telah tumbuh dengan fondasi iman, adab, dan pengorbanan.
Sungguh, ini adalah gambaran generasi emas yang tumbuh dalam bimbingan langsung dari orang tuanya.

Lalu, bagaimana dengan generasi kita hari ini?

Kita hidup di era digital, zaman di mana anak-anak lebih dekat dengan gawai daripada dengan orang tuanya. Mereka lebih mengenal tokoh di media sosial ketimbang mengenal Nabi dan sahabat. Maka wajar, jika banyak anak kehilangan adab, kehilangan arah, dan kehilangan jati diri.

Ini bukan salah teknologi. Tapi ini adalah panggilan bagi kita semua—orang tua, guru, dan pemimpin masyarakat—untuk menjaga dan membimbing generasi ini di tengah derasnya arus digitalisasi.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Idul Adha bukan hanya tentang menyembelih hewan kurban, tetapi juga tentang menyembelih nafsu egois, menyembelih kesibukan duniawi, agar kita bisa hadir penuh untuk membimbing anak-anak kita.

Di era digital ini, mari kita jadikan nilai-nilai kurban sebagai pedoman dalam mendidik generasi:

1. Kurban Waktu

Luangkan waktu untuk berdialog, mendengarkan keluh kesah anak-anak kita. Jangan biarkan mereka mencari “orang tua virtual” di media sosial karena kita terlalu sibuk.

2. Kurban Kesabaran

Pendidikan tidak instan. Butuh kesabaran luar biasa seperti kesabaran Ibrahim dalam menanamkan nilai tauhid kepada Ismail.

3. Kurban Kenyamanan

Kadang, kita harus keluar dari zona nyaman—meninggalkan hiburan, membatasi media sosial, dan menjadi teladan nyata bagi anak-anak.

Ma’asyiral muslimin,

Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Maka orang tua adalah pemimpin bagi anak-anaknya. Guru adalah pemimpin bagi muridnya. Dan semua kita akan ditanya oleh Allah: apa yang kita wariskan kepada generasi setelah kita?

Apakah kita wariskan iman? Ataukah kita biarkan mereka larut dalam dunia digital tanpa arah?

اَللهُ أكْبَرُ اَللهُ أكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ

Akhirnya, mari kita bermunajat kepada Allah:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ أَبْنَاءَنَا مِنَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيَتْبَعُونَ سُنَّةَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَنَجِّنَا وَذُرِّيَّاتِنَا مِنْ فِتَنِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.

"Ya Allah, jadikanlah anak-anak kami termasuk orang-orang yang menegakkan salat, menunaikan zakat, mengikuti sunnah Nabi-Mu Muhammad SAW, dan lindungilah kami serta keturunan kami dari fitnah dunia dan akhirat."

 

Kisah keluarga Ibrahim menjadi pengingat bagi kita, akan pentingnya kolaborasi dalam suatu komunitas baik kelauarga, lembaga maupun masyarakat. Pembiasaan berkolabosari dengan anggota keluarga, masyarakat ataupun komunitas dan lembaga,  akan mendorong kita semakin terbuka, jujur, dan tulus. Melalui kolaborasi dan diskusi, kita juga dapat membangun jembatan yang akan menyatukan hati, di mana setiap anggota keluarga, masyarakat, merasa didengar, dihargai, dan dicintai.

Semoga dengan Idul Adha ini, dapat menghantarkan pribadi, keluarga, dan lembaga kita semakin baik, penuh dengan keberkahan, rahmat dan hidayah Allah swt. Karena itu, marilah kita sama-sama berdoa kepada Allah:

 

 

 


Haji: Perjalanan Spiritual Menuju Allah

Haji adalah rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Bukan sekadar ritual tahunan, haji merupakan perjalanan spiritual yang mendalam, yang menghubungkan hamba dengan Tuhannya. Setiap langkah, setiap doa, dan setiap ibadah dalam haji menyimpan pelajaran, pengorbanan, dan penyucian jiwa.

 

Makna Spiritual Haji

Haji bukan hanya tentang berkumpulnya jutaan Muslim dari seluruh penjuru dunia, melainkan tentang kembali kepada fitrah, menyatu dalam kesetaraan, dan meninggalkan segala bentuk keduniaan. Pakaian ihram yang putih dan sederhana melambangkan kematian ego dan kesombongan, serta kesiapan untuk menghadapi akhirat.

Allah berfirman:

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.”
— QS.
Al-Hajj: 27

 

Pelajaran dari Setiap Rukun Haji

  1. Ihram – Menandai niat dan memulai perjalanan dengan kesucian niat.
  2. Wukuf di Arafah – Puncak haji yang mengingatkan kita akan padang Mahsyar, tempat berkumpulnya manusia di akhirat.
  3. Mabit di Muzdalifah dan Mina – Melatih kesabaran, kesederhanaan, dan kebersamaan.
  4. Melontar Jumrah – Simbol penolakan terhadap godaan setan dan nafsu buruk.
  5. Thawaf dan Sa’i – Mengingat perjuangan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan ketaatan mereka kepada Allah.
  6. Tahallul – Tanda kebebasan dari larangan ihram, simbol kemenangan atas hawa nafsu.

 

Haji dan Perubahan Diri

Haji adalah momentum muhasabah dan transformasi. Ia mendidik hati untuk menjadi lebih tunduk, bersih dari dosa, dan menguatkan komitmen hidup sebagai Muslim sejati. Rasulullah bersabda:

من حج لله فلم يرفث ولم يفسق رجع كيوم ولدته أمه

"Barangsiapa yang menunaikan haji karena Allah, dan tidak berkata kotor serta tidak berbuat fasik, maka ia akan kembali seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya."
— HR. Bukhari dan Muslim

 

Haji bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan spiritual menuju Allah. Ia adalah panggilan cinta dari Tuhan kepada hamba-Nya yang rindu akan ampunan dan keridaan-Nya. Semoga kita semua diberikan kesempatan oleh Allah untuk memenuhi panggilan suci ini dan kembali sebagai hamba yang lebih taat dan bersih jiwa.

 


04 Juni, 2025

Kepedulian Sosial dalam Islam

Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh, tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dan Allah (habluminallah), tetapi juga hubungan antar manusia (habluminannas). Salah satu nilai utama dalam hubungan sosial yang sangat ditekankan dalam Islam adalah kepedulian sosial. Islam memerintahkan umatnya untuk peduli terhadap sesama, membantu yang lemah, menolong yang kesusahan, dan membangun solidaritas dalam masyarakat.

Makna Kepedulian Sosial dalam Islam

Kepedulian sosial adalah sikap empati dan tanggung jawab terhadap kondisi orang lain di sekitar kita, khususnya mereka yang sedang dalam kesulitan. Dalam Islam, kepedulian sosial tidak sekadar tindakan sosial biasa, tetapi merupakan ibadah dan bentuk nyata dari keimanan.

Rasulullah bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Bentuk-Bentuk Kepedulian Sosial dalam Islam

1.    Memberi Sedekah dan Zakat
Zakat merupakan kewajiban, sedangkan sedekah adalah anjuran. Keduanya bertujuan membersihkan harta dan menolong yang membutuhkan.

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka...”
(QS. At-Taubah: 103)

2.    Menolong Orang yang Kesusahan
Rasulullah bersabda:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ...

"Barang siapa yang melepaskan satu kesulitan dari seorang mukmin di dunia, Allah akan melepaskan satu kesulitan darinya pada hari kiamat."
(HR. Muslim)

3.    Menjenguk Orang Sakit
Sebuah bentuk empati dan silaturahmi yang sangat dianjurkan dalam Islam.

4.    Membantu Tetangga dan Masyarakat Sekitar
Islam sangat menganjurkan kebaikan terhadap tetangga, bahkan Nabi menyebutkan bahwa Jibril terus-menerus berwasiat tentang tetangga, seakan-akan tetangga akan mendapatkan warisan.

 Dampak Kepedulian Sosial

  1. Meningkatkan solidaritas dan persatuan umat.
  2. Mengurangi kesenjangan sosial dan kemiskinan.
  3. Mendatangkan keberkahan dalam hidup dan harta.
  4. Menjadi jalan menuju surga.

Kepedulian sosial bukan sekadar kewajiban sosial, tetapi juga merupakan cerminan iman dan pengamalan ajaran Islam yang sejati. Seorang muslim yang baik bukan hanya rajin beribadah secara ritual, tetapi juga aktif dalam kehidupan sosial yang bermanfaat bagi orang lain. Mari kita jadikan kepedulian sosial sebagai gaya hidup islami dan wujud kasih sayang antar sesama.

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
(HR. Ahmad)

 


03 Juni, 2025


Dalam Islam, pernikahan adalah ibadah yang sakral dan merupakan bagian dari sunnah Rasulullah . Pernikahan bukan hanya ikatan lahiriah, melainkan juga ikatan spiritual yang bertujuan untuk menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam struktur keluarga Islami, suami memegang peranan penting sebagai pemimpin rumah tangga. Namun, kepemimpinan dalam Islam bukanlah dominasi, melainkan tanggung jawab dan amanah yang penuh kasih sayang.

1. Suami sebagai Qawwam (Pemimpin)

Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."
(QS. An-Nisa: 34)

Ayat ini menunjukkan bahwa suami memiliki peran sebagai qawwam—pemimpin yang bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya. Kepemimpinan ini harus dilandasi keadilan, tanggung jawab, dan kasih sayang, bukan kekuasaan yang semena-mena.

2. Suami sebagai Penafkah dan Pelindung

Salah satu kewajiban utama suami dalam Islam adalah memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya, baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, maupun kebutuhan lainnya. Rasulullah bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ

"Cukuplah seseorang itu berdosa jika ia menelantarkan orang yang menjadi tanggung jawabnya."
(HR. Abu Dawud)

Selain nafkah lahir, suami juga berkewajiban memberikan nafkah batin, termasuk perhatian, rasa aman, dan penghargaan kepada istri. Ia harus menjadi pelindung dari gangguan, tekanan, dan penderitaan, baik fisik maupun psikologis.

3. Suami sebagai Pendidik dan Penuntun Spiritualitas

Suami bukan hanya bertugas memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga membimbing keluarga dalam urusan agama. Ia harus menjadi teladan dalam ibadah, akhlak, dan kehidupan sehari-hari. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka."
(QS. At-Tahrim: 6)

Hal ini berarti suami bertanggung jawab membina keluarganya dalam kebaikan, mengajarkan shalat, membaca Al-Qur’an, serta menjauhi kemungkaran.

4. Suami sebagai Mitra dalam Cinta dan Kasih Sayang

Pernikahan dalam Islam dibangun atas dasar cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Rasulullah menunjukkan keteladanan dalam memperlakukan istrinya dengan penuh kelembutan dan cinta. Beliau bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku."
(HR. Tirmidzi)

Seorang suami ideal adalah yang mendengarkan, menghargai pendapat istri, serta menciptakan suasana damai dalam rumah tangga.

Peran suami dalam Islam sangatlah mulia dan kompleks. Ia bukan hanya kepala rumah tangga, tetapi juga pelindung, pendidik, dan sahabat sejati bagi istrinya. Suami yang baik adalah yang menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab, cinta, dan takut kepada Allah. Dengan demikian, rumah tangga Islami yang diridhai Allah akan terwujud, menjadi surga dunia yang menuntun ke surga akhirat.


02 Juni, 2025

Pelepasan Siswa Kelas VI MIN 2 Bima

Bima – Senin, 2 Juni 2025 

Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Bima menggelar acara pelepasan siswa kelas VI tahun pelajaran 2024/2025 dengan penuh khidmat dan kemeriahan. Acara yang berlangsung di halaman madrasah tersebut dihadiri oleh para orang tua siswa, tokoh masyarakat, serta tamu undangan dari pemerintah dan Kementerian Agama. 


Acara dibuka dengan pra-acara yang menampilkan tarian daerah dan lantunan sholawat yang dibawakan oleh siswa-siswi MIN 2 Bima. Nuansa religius dan budaya begitu kental terasa sejak awal kegiatan. 


Selanjutnya, pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan sari tilawah oleh dua siswa berbakat, Muhammad Rijal dan Bella Pertiwi, mengawali prosesi utama acara. Suasana menjadi semakin khidmat saat seluruh hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya, Himne Madrasah, dan lagu perpisahan “Selamat Tinggal Guru dan Kawan-Kawan”. 


Doa pelepasan dibawakan dengan penuh haru oleh Abdul Munir, S.Pd.I, yang juga merupakan tokoh pendidikan di Kecamatan Lambu. Kepala MIN 2 Bima, Juraidin, S.Pd.I., dalam pengantar sambutannya menyampaikan rasa bangga atas capaian dan perjuangan siswa-siswinya, serta mengapresiasi kerja sama semua pihak yang mendukung keberhasilan proses belajar mengajar di madrasah. 


Turut memberikan sambutan, Camat Lambu Muaidin, S.Pd., yang memberikan motivasi kepada para siswa untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.


 Sambutan juga disampaikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bima, H. Muhammad Safii, S.Pd., yang menyampaikan dukungan penuh terhadap penguatan pendidikan madrasah serta menyerahkan penghargaan khusus kepada siswa yang tampil membawakan pidato dua bahasa (Arab-Inggris) dengan sangat membanggakan. 



Acara dilanjutkan dengan prosesi penyematan kepada 10 siswa terbaik sebagai bentuk apresiasi atas prestasi akademik dan non-akademik mereka. Kesan dan pesan dari orang tua siswa disampaikan oleh Mutraman, S.Ag., yang mengungkapkan rasa terima kasih kepada para guru dan pihak madrasah atas bimbingan dan perhatian selama enam tahun. 


Salah satu momen yang paling mengesankan adalah penampilan pidato dua bahasa oleh perwakilan siswa kelas VI MIN 2 Bima, yang mendapat sambutan meriah dari para hadirin. Selain itu, uji Tazmi’ Juz 1, 2, dan 30 oleh siswa kelas I, II, dan III turut mewarnai acara, menunjukkan keseriusan madrasah dalam penguatan literasi Al-Qur’an sejak dini. 


Sebagai penutup, siswa Nabil Fikri dari kelas VI menyampaikan ucapan terima kasih mewakili seluruh siswa kepada para guru dan orang tua yang telah menjadi bagian penting dari perjalanan pendidikan mereka. 

Acara pelepasan siswa MIN 2 Bima tahun ini tak hanya menjadi ajang perpisahan, tetapi juga momen apresiasi dan penguatan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan yang menjadi karakter madrasah unggul. 

Galery: untuk Video ada di canal YouTube: DK-Dorokabuju TV














Popular

Popular Posts

Blog Archive