14 Agustus, 2025

Muslim Pengusaha yang amanah

Dalam Islam, bisnis bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi juga merupakan bentuk ibadah yang sangat dianjurkan jika dilakukan dengan cara yang halal dan amanah. Seorang pengusaha muslim tidak hanya dituntut untuk meraih keuntungan duniawi, tetapi juga bertanggung jawab secara moral dan spiritual kepada Allah SWT dan masyarakat. Artikel ini membahas nilai amanah dalam dunia usaha menurut Islam, dengan mengacu pada sumber-sumber utama seperti Al-Qur’an, Hadis, serta pendapat para ulama dan pemikir kontemporer. Diharapkan artikel ini dapat memberikan panduan etis dan praktis bagi para pengusaha muslim agar dapat menjalankan usaha secara profesional dan bertanggung jawab.

Pendahuluan

Ekonomi Islam memiliki landasan nilai yang kuat dalam membangun tatanan bisnis yang sehat, adil, dan berkelanjutan. Salah satu nilai utama dalam praktik ekonomi Islam adalah amanah, yakni tanggung jawab dan kejujuran dalam menjalankan bisnis. Seorang muslim yang menjadi pengusaha sejatinya tidak hanya mengejar profit, tetapi juga mengedepankan moralitas dan akhlak Islam dalam setiap transaksi.

Pengertian Amanah dalam Islam

Kata amanah berasal dari bahasa Arab "أمانة" yang berarti kepercayaan, tanggung jawab, dan integritas. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا ۖ

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..."
(QS. An-Nisa: 58)

Amanah dalam konteks bisnis berarti:

ـ           Menjaga kepercayaan konsumen dan mitra bisnis

ـ           Tidak menipu dalam produk atau jasa

ـ           Menghindari riba, gharar (ketidakjelasan), dan penipuan

ـ           Menunaikan hak-hak karyawan dan mitra sesuai perjanjian

Amanah dalam Praktik Bisnis Rasulullah SAW

Nabi Muhammad SAW adalah teladan utama dalam dunia perdagangan. Sebelum diangkat menjadi Rasul, beliau sudah dikenal oleh masyarakat Mekkah dengan gelar Al-Amin (yang terpercaya).

عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ أَبِي الْحَمْدِ، قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَيْفَ كُنْتَ تَكْسِبُ؟ فَقَالَ: كُنْتُ أَتَّجِرُ وَمَا كَذَبْتُ قَطُّ وَلَا خُنْتُ وَلَا غَدَرْتُ

"Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: Bagaimana engkau mencari nafkah? Beliau menjawab: Aku berdagang, dan aku tidak pernah berdusta, tidak pernah berkhianat, dan tidak pernah menipu dalam perdagangan."
— (Diriwayatkan oleh Abu Nu‘aim dalam Hilyatul Auliya’, no. 2681)

Kejujuran dan amanah inilah yang menjadikan Rasulullah SAW berhasil dalam bisnis, dan mendapat kepercayaan dari para mitra, termasuk Khadijah binti Khuwailid yang kemudian menjadi istrinya.

Nilai Amanah sebagai Etika Bisnis Islam

Berikut beberapa prinsip amanah dalam praktik bisnis menurut Islam:

  1. Jujur dalam penawaran dan timbangan

"Celakalah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi."
(QS. Al-Muthaffifin: 1–3)

  1. Tidak menyembunyikan cacat produk
    Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa menipu kami, maka ia bukan dari golongan kami.”
(HR. Muslim no. 101)

  1. Tepat waktu dalam pembayaran dan pengiriman
    Amanah berarti menunaikan janji dan perjanjian.

“Orang mukmin itu jika berjanji tidak mengingkari.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Transparan dan bertanggung jawab
    Pengusaha muslim wajib menyampaikan informasi yang jelas, termasuk harga, kualitas, dan kebijakan retur jika ada kerusakan.

Dampak Positif Menjadi Pengusaha yang Amanah

  1. Kepercayaan masyarakat meningkat
    Kejujuran menciptakan loyalitas pelanggan dan reputasi yang baik.
  2. Keberkahan dalam rezeki
    Rasulullah SAW bersabda:

“Penjual dan pembeli memiliki pilihan (untuk meneruskan atau membatalkan), selama mereka belum berpisah. Jika mereka jujur dan menjelaskan kondisi barang, maka akan diberkahi dalam jual beli mereka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Mendapat tempat istimewa di akhirat

“Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, orang-orang shiddiq, dan para syuhada.”
(HR. At-Tirmidzi no. 1209)

Tantangan dan Solusi dalam Menjaga Amanah Bisnis

 

Tantangan

Solusi Islami

Godaan keuntungan cepat dari penipuan

Menanamkan nilai takwa dan hisab akhirat

Kompetisi tidak sehat di pasar bebas

Mengedepankan etika persaingan dan keadilan

Konsumen tidak memahami nilai Islami

Edukasi dan transparansi dalam pemasaran

Sistem ekonomi konvensional yang tidak syar’i

Membangun sistem bisnis syariah berbasis koperasi, wakaf produktif, dan akad muamalah

Kesimpulan

Menjadi pengusaha muslim yang amanah bukan hanya sebuah pilihan moral, tetapi juga kewajiban agama yang dijanjikan keberkahan dunia dan akhirat. Dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan, setiap muslim dapat membangun usaha yang tidak hanya menguntungkan secara materi, tetapi juga memberi dampak sosial dan spiritual yang luas.

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim
  2. Muslim bin Hajjaj, Sahih Muslim
  3. Imam Bukhari, Sahih Bukhari
  4. At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi
  5. Al-Ghazali. (2002). Ihya Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr.
  6. Yusuf al-Qaradawi. (1995). Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Gema Insani
  7. M. Umer Chapra. (2000). The Future of Economics: An Islamic Perspective. Leicester: The Islamic Foundation.
  8. Majid Khadduri. (1984). The Islamic Conception of Justice. Baltimore: Johns Hopkins University Press.
  9. Kementerian Agama RI. (2020). Al-Qur'an dan Terjemahannya Edisi Kemenag.

 


13 Agustus, 2025

 

DAKWAH DIGITAL: Peluang dan Tantangan di Era Modern

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam / KUA Sape)

 

Dakwah adalah kewajiban setiap Muslim dalam menyampaikan ajaran Islam kepada sesama. Dalam sejarah Islam, dakwah telah berkembang seiring perkembangan zaman—dari lisan ke tulisan, dari mimbar ke media cetak, hingga kini memasuki era digital. Dakwah digital adalah bentuk dakwah yang memanfaatkan teknologi informasi, seperti media sosial, website, podcast, dan video online.

 

Fenomena ini menghadirkan peluang besar untuk menjangkau audiens yang lebih luas dengan cara yang lebih cepat dan kreatif. Namun di sisi lain, dakwah digital juga menghadirkan tantangan serius, seperti informasi yang tidak terverifikasi, munculnya pendakwah instan, dan konten yang viral namun dangkal. Maka, diperlukan pemahaman dan kesiapan dari para da'i dan umat Islam dalam mengelola dakwah digital dengan bijak.

 

1. Landasan Dakwah dalam Islam

Allah berfirman:

ادْعُ إِلِىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَـٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik."
(QS. An-Nahl: 125)

Rasulullah bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
"Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat."
(HR. Bukhari, no. 3461)


Ayat dan hadis ini menjadi dasar bahwa dakwah adalah tanggung jawab bersama, dan dapat dilakukan dengan berbagai sarana yang sesuai dengan zaman, termasuk sarana digital.

 

2. Peluang Dakwah Digital


a. Jangkauan Global
Media digital memungkinkan dakwah menjangkau jutaan orang di berbagai penjuru dunia secara instan, bahkan lintas bahasa dan budaya.


b. Kecepatan dan Efisiensi
Konten dakwah bisa disebarkan dalam hitungan detik melalui media sosial, website, YouTube, dan aplikasi dakwah.


c. Kreativitas Dakwah
Dakwah digital dapat dikemas dalam bentuk video, animasi, infografis, podcast, meme Islami, dan lainnya, sehingga lebih mudah diterima oleh generasi muda.


d. Aksesibilitas Ilmu Agama
Dengan teknologi digital, siapa pun bisa mengakses kajian, tafsir, dan fatwa dari ulama terpercaya kapan saja dan di mana saja.


e. Peran Da’i Milenial dan Influencer Muslim
Munculnya da’i muda dan konten kreator Muslim memberikan semangat baru dalam menyampaikan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

 

3. Tantangan Dakwah Digital


a. Penyebaran Konten Sesat dan Hoaks Agama
Kemudahan akses juga membuka ruang bagi informasi yang tidak sahih, seperti hadis palsu, tafsir menyimpang, dan pemahaman ekstrem.


b. Fenomena "Ustadz Instan"
Banyak pendakwah tidak memiliki latar belakang ilmu syar’i yang cukup, namun tampil seolah-olah ahli agama karena popularitas semata.


c. Dakwah yang Dangkal dan Viral Semata
Konten dakwah lebih mengejar likes, share, dan viral daripada kedalaman ilmu, menyebabkan pemahaman agama menjadi superfisial.


d. Kurangnya Etika Digital
Cacian, debat kusir, hingga cyber bullying dalam ruang dakwah digital justru mencoreng citra Islam yang damai dan beradab.


e. Ketergantungan dan Distraksi
Alih-alih menjadi alat dakwah, media digital juga bisa menjadi tempat maksiat dan hiburan yang melalaikan, termasuk bagi para da’i.

 

4. Strategi Mengoptimalkan Dakwah Digital

ـ           Memastikan kredibilitas konten: Mengutip dari sumber terpercaya (ulama, kitab, fatwa resmi).

ـ           Mengedepankan akhlak dan adab: Tidak memprovokasi, menghina, atau menyesatkan.

ـ           Berjejaring dalam komunitas dakwah digital: Agar lebih terarah dan saling menguatkan.

ـ           Pelatihan media digital untuk para da’i: Membekali mereka dengan kemampuan teknis dan komunikasi.

ـ           Menanamkan niat dan tujuan yang benar: Dakwah digital bukan untuk ketenaran, tapi untuk menyampaikan kebenaran dengan hikmah.

 

Dakwah digital adalah keniscayaan dalam era teknologi informasi. Ia merupakan sarana besar dan berpotensi luas untuk menyampaikan Islam kepada masyarakat global. Namun, sebagaimana besarnya peluang, tantangan yang dihadapi juga tak kalah berat. Oleh karena itu, dakwah digital harus dikelola dengan ilmu, adab, dan strategi yang tepat agar dapat menjadi jalan menyebarkan rahmat Islam, bukan justru menjadi sebab fitnah.

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih al-Bukhari

3.      Shahih Muslim

4.      Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Dakwah

5.      Wahbah Az-Zuhaili, Ushul al-Dakwah

6.      Abu Amr Ahmad, Strategi Dakwah Era Digital

7.      Bakr Abu Zaid, Hilyah Thalib al-‘Ilm

8.      Shalih al-Munajjid, Dakwah dan Media Sosial – IslamQA

9.      Komisi Fatwa MUI, Panduan Dakwah di Media Sosial

 


12 Agustus, 2025

 

Semangat Belajar dalam Islam

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kabupaten Bima / KUA SAPE)

 

Ilmu merupakan cahaya yang menerangi kehidupan manusia. Islam memandang ilmu sebagai sesuatu yang sangat mulia, bahkan wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah perintah untuk membaca dan belajar. Semangat belajar dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi juga sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah . Oleh karena itu, belajar adalah ibadah yang memiliki nilai besar di sisi-Nya.

 

Di tengah kemajuan zaman dan tantangan kehidupan modern, semangat belajar harus terus ditanamkan, terutama kepada generasi muda. Islam telah memberi teladan dan dorongan kuat agar umatnya tidak lalai dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya.

 

1. Perintah Menuntut Ilmu dalam Al-Qur’an


Islam meletakkan fondasi ilmu pada tempat yang tinggi. Wahyu pertama adalah:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ۝ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ۝ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ۝ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ۝ عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(QS. Al-‘Alaq: 1–5)

Ayat ini menunjukkan bahwa membaca dan menuntut ilmu adalah ibadah yang pertama kali diperintahkan dalam Islam. Ini menandakan urgensi dan kemuliaan ilmu dalam kehidupan Muslim.

 

2. Hadis-Hadis Tentang Keutamaan Belajar


Nabi Muhammad bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim.”
(HR. Ibnu Majah, no. 224)

Dalam hadis lain, Rasulullah juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim, no. 2699)

Hadis ini menegaskan bahwa belajar bukan hanya sekadar aktivitas duniawi, tetapi jalan menuju keselamatan akhirat.

 

3. Sikap Seorang Muslim Terhadap Ilmu


Islam mengajarkan bahwa ilmu harus disertai dengan semangat, adab, dan amal. Adapun beberapa sikap yang perlu ditanamkan:

ـ           Ikhlas karena Allah, bukan karena dunia

ـ           Sabar dalam proses belajar, karena ilmu tidak datang seketika

ـ           Tawadhu’ (rendah hati) kepada guru dan sesama penuntut ilmu

ـ           Mengamalkan ilmu, karena ilmu yang tidak diamalkan ibarat pohon tak berbuah

Ibnu Qayyim berkata, “Ilmu tanpa amal adalah seperti pohon tanpa buah.”

 

4. Menumbuhkan Semangat Belajar

Agar semangat belajar terus terjaga, beberapa hal yang bisa dilakukan:

ـ           Menyadari bahwa belajar adalah ibadah

ـ           Memiliki niat yang benar dan tujuan yang jelas

ـ           Mencontoh para ulama yang tekun dan istiqamah

ـ           Mengelilingi diri dengan lingkungan yang cinta ilmu

ـ           Mengatur waktu belajar dan tidak menunda-nunda

Allah juga berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujadilah: 11)

Ayat ini menunjukkan bahwa orang berilmu memiliki kedudukan mulia di sisi Allah.

 

Semangat belajar dalam Islam merupakan bagian dari ajaran pokok yang sangat ditekankan. Menuntut ilmu adalah jalan yang Allah bukakan menuju kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat. Al-Qur’an dan hadis menunjukkan dengan jelas bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban, dan setiap Muslim hendaknya memelihara semangat itu sepanjang hayat. Dengan ilmu yang benar dan amal yang tulus, umat Islam dapat membangun peradaban yang kuat, beradab, dan diridhai Allah .

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih Muslim

3.      Sunan Ibnu Majah

4.      Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Miftah Dar al-Sa’adah.

5.      Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin, Beirut: Darul Fikr.

6.      Al-Munajjid, Muhammad Shalih. Keutamaan Ilmu – IslamQA.info

7.      Al-Nawawi. Riyadhus Shalihin

 


11 Agustus, 2025

Adab Bergaul di Masyarakat

Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh, tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Allah (ḥablun min Allāh), tetapi juga hubungan antara sesama manusia (ḥablun min an-nās). Salah satu ajaran penting dalam Islam adalah adab bergaul di tengah masyarakat, yang menjadi fondasi kuat dalam membentuk peradaban yang damai, harmonis, dan penuh rahmat.

Dalam konteks sosial, adab adalah cerminan dari akhlak seorang Muslim yang sejati. Masyarakat yang diwarnai oleh adab akan tumbuh menjadi lingkungan yang saling menghargai, menghormati, dan menumbuhkan kebaikan kolektif.

 

Adab Bergaul Menurut Al-Qur’an dan Hadis

Islam sangat menekankan pentingnya akhlak dalam pergaulan. Allah berfirman:

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
"Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia."
(QS. Al-Baqarah [2]: 83)

Ayat ini menjadi dasar bahwa tutur kata yang baik adalah bagian penting dari interaksi sosial.

Nabi Muhammad bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no. 273)

 

Nilai-Nilai Adab dalam Pergaulan Masyarakat

  1. Bersikap Ramah dan Sopan
    Nabi dikenal sebagai pribadi yang lembut, ramah, dan tidak suka berkata kasar. Setiap Muslim dituntut meneladaninya dengan menebar senyum dan keramahan dalam pergaulan.
  2. Menghormati Sesama
    Islam mengajarkan penghormatan terhadap siapa pun tanpa melihat status sosial, suku, atau golongan. Dalam hadis disebutkan:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا
“Bukan dari golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan tidak menyayangi yang lebih muda.”
(HR. Abu Dawud)

  1. Menjaga Lisan
    Salah satu adab terpenting adalah menjaga ucapan agar tidak menyakiti hati orang lain.

وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا
"Dan janganlah kamu memata-matai dan janganlah menggunjing sebagian kamu terhadap sebagian yang lain."
(QS. Al-Ḥujurāt [49]: 12)

  1. Tolong-Menolong dalam Kebaikan
    Islam mendorong interaksi sosial yang positif melalui kerja sama dalam kebaikan.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.”
(QS. Al-Mā’idah [5]: 2)

  1. Tidak Menyakiti Orang Lain
    Nabi bersabda:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

 

Manfaat Adab dalam Bergaul

ـ           Membangun hubungan sosial yang kuat dan harmonis.

ـ           Menumbuhkan rasa saling percaya di tengah masyarakat.

ـ           Mencegah konflik dan kesalahpahaman.

ـ           Menjadi cermin dakwah akhlak Islam kepada non-Muslim.

 

Adab bergaul di masyarakat adalah bagian dari ajaran Islam yang mendasar dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang Muslim. Islam menanamkan nilai-nilai etika dalam interaksi sosial sebagai bentuk implementasi dari akhlak mulia. Dengan menjaga tutur kata, bersikap ramah, saling menghargai, serta tolong-menolong dalam kebaikan, umat Islam akan mampu membangun masyarakat yang damai, adil, dan sejahtera.

 


Popular

Popular Posts

Blog Archive