01 September, 2025

 

Mendidik Diri Sebelum Mendidik Orang Lain: Dasar Dakwah dan Keteladanan

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam /KUA Sape)

 

Islam sangat menekankan pentingnya pendidikan dan pembinaan karakter, baik secara individu maupun sosial. Dalam proses dakwah dan tarbiyah (pendidikan), Islam mengajarkan bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Mendidik diri sebelum mendidik orang lain bukan sekadar prinsip etika, tetapi juga bentuk kejujuran dalam menyampaikan kebenaran. Tanpa perbaikan diri, nasihat dan dakwah seseorang akan kehilangan wibawa dan keikhlasan.

 

Allah dan Rasul-Nya mengajarkan bahwa kepribadian seorang pendidik atau da’i harus mencerminkan nilai-nilai yang dia serukan. Karena itu, pembinaan diri menjadi syarat utama bagi siapa saja yang ingin memberi pengaruh dan membentuk karakter orang lain.

 

1. Kewajiban Memperbaiki Diri Sendiri

Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ، كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
(QS. Ash-Shaff: 2–3)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa inkonsistensi antara ucapan dan perbuatan sangat dibenci oleh Allah. Orang yang menyeru kepada kebaikan, namun tidak melaksanakannya, termasuk dalam golongan yang dimurkai.

 

2. Bahaya Berdakwah Tanpa Memperbaiki Diri

Rasulullah bersabda:

يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُلْقَى فِي النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ، فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ فِي الرَّحَى، فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ، فَيَقُولُونَ: يَا فُلَانُ، مَا لَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ، وَتَنْهَانَا عَنِ الْمُنْكَرِ؟ قَالَ: كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ، وَلَا آتِيهِ، وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَآتِيهِ
"Akan didatangkan seseorang pada hari kiamat lalu dilemparkan ke neraka. Maka ususnya keluar dan ia berputar-putar seperti keledai memutar penggiling. Penduduk neraka pun berkumpul kepadanya dan berkata: 'Wahai Fulan, bukankah dahulu engkau memerintahkan kami berbuat baik dan melarang dari kemungkaran?' Ia menjawab: 'Benar, aku memerintahkan kalian kepada kebaikan, tetapi aku tidak melakukannya. Aku melarang kalian dari kemungkaran, tetapi aku justru melakukannya.'"
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa dakwah tanpa praktik pribadi bukan hanya tidak efektif, tapi juga berpotensi menjerumuskan pelakunya ke dalam murka Allah.

 

3. Keteladanan Nabi dan Ulama Salaf

Rasulullah adalah teladan utama dalam hal menyelaraskan ucapan dan perbuatan. Allah berfirman:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
"Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu."
(QS. Al-Ahzab: 21)

 

Begitu pula para ulama salaf. Mereka lebih banyak berdakwah dengan perbuatan daripada perkataan. Hasan Al-Bashri berkata:

“Jika engkau memberi nasihat kepada orang lain, maka lakukanlah pada dirimu sendiri terlebih dahulu. Jika tidak, engkau akan seperti orang yang memanah tanpa busur.”

 

4. Cara Mendidik Diri Sebelum Mendidik Orang Lain

 

a. Muhasabah (introspeksi diri)
Evaluasi diri atas perbuatan yang belum sesuai dengan ajaran Islam.

 

b. Ilmu sebelum amal dan dakwah
Mempelajari Islam dengan benar agar tidak menyampaikan kebodohan.

 

c. Konsistensi amal
Berusaha menerapkan ajaran Islam secara terus-menerus dalam kehidupan pribadi.

 

d. Doa memohon keikhlasan
Meminta kepada Allah agar dimudahkan memperbaiki diri dan niat dalam berdakwah.

 

Mendidik diri sendiri adalah pondasi utama sebelum mendidik orang lain. Seorang pendidik, da’i, atau penyeru kebaikan harus menjadi cerminan nyata dari apa yang dia serukan. Islam sangat menekankan konsistensi antara ilmu, ucapan, dan perbuatan. Tanpa keteladanan, dakwah akan kehilangan ruh dan keberkahan. Maka, marilah kita memulai perubahan dari diri sendiri sebelum menyeru kepada orang lain.

 

Daftar Pustaka

1.      Al-Qur’an al-Karim

2.      Shahih Bukhari

3.      Shahih Muslim

4.      Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin

5.      Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhaj al-Qashidin

6.      Syaikh Bakr Abu Zaid, Hilyah Thalib al-‘Ilm

7.      Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Dakwah

8.      Ibnu Jama’ah, Tazkirah al-Sami’ wal-Mutakallim

 


0 komentar:

Posting Komentar

Silakan titip komentar anda..

Popular

Popular Posts

Blog Archive