Menjauhi Korupsi dan Kecurangan
Korupsi dan kecurangan merupakan dua
tindakan tercela yang tidak hanya merusak tatanan sosial, tetapi juga dikecam
keras dalam ajaran Islam. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara ilmiah
pandangan Islam terhadap praktik korupsi dan kecurangan melalui pendekatan
normatif berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, serta pandangan ulama dan akademisi
muslim. Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi keadilan dan amanah,
meletakkan dasar moral yang kokoh dalam mencegah perbuatan zalim dan merugikan
orang lain. Dengan demikian, penguatan nilai-nilai religius menjadi kunci dalam
memberantas praktik ini dari akarnya.
Pendahuluan
Korupsi dan kecurangan telah menjadi
masalah struktural yang mengakar di berbagai belahan dunia, termasuk di
negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim. World Bank mendefinisikan
korupsi sebagai abuse of public power for private benefit. Dalam konteks
Indonesia, korupsi bahkan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa
(extraordinary crime).
Dalam Islam, korupsi dan segala
bentuk kecurangan merupakan perbuatan dosa yang dapat menghancurkan keadilan
sosial. Kedua perbuatan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip utama dalam
Islam, yakni keadilan (al-‘adl), kejujuran (sidq), dan amanah (trustworthiness).
Pengertian Korupsi dan Kecurangan
dalam Islam
Kata “korupsi” dalam bahasa Arab
dapat dikaitkan dengan kata fasad yang berarti kerusakan atau keburukan.
Allah SWT berfirman:
وَلَا
تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ۚ وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ
إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di bumi setelah (Allah) memperbaikinya dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik."
(QS. Al-A’raf: 56)
Sementara itu, kecurangan bisa
berupa menipu dalam transaksi, mengurangi timbangan, atau manipulasi lainnya.
Dalam Al-Qur’an, Allah mengecam para pelaku curang dalam timbangan:
وَيْلٌ
لِّلْمُطَفِّفِينَ ، الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى
النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ ، وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
“Celakalah bagi
orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka mengurangi.”
(QS. Al-Muthaffifin: 1–3)
Larangan Korupsi dan Kecurangan dalam Hadis
Rasulullah SAW sangat keras dalam
menegaskan larangan penyalahgunaan wewenang. Dalam satu hadis, beliau bersabda:
عَنْ أَبِي
هُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ: اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنَ الْأَزْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ اللُّتْبِيَّةِ
عَلَى الصَّدَقَةِ، فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ: هَذَا لَكُمْ، وَهَذَا أُهْدِيَ لِي.
فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ،
فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ:
"مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ، فَيَأْتِي فَيَقُولُ: هَذَا
لَكُمْ، وَهَذَا لِي أُهْدِيَ لِي؟ أَفَلَا قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ بَيْتِ
أُمِّهِ فَيَنْظُرَ يُهْدَى لَهُ أَمْ لَا؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا
يَغُلُّ أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ..."
"Barang
siapa di antara kalian yang kami angkat menjadi petugas, lalu ia berkata, ‘Ini
bagian untuk kalian dan ini diberikan kepadaku sebagai hadiah,’ maka hendaknya
ia duduk di rumah ayah atau ibunya (saja) dan lihatlah apakah hadiah itu akan
diberikan kepadanya atau tidak. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
tidaklah seseorang menyembunyikan sesuatu (dari hasil tugasnya) kecuali ia akan
membawanya pada Hari Kiamat di atas pundaknya…”
(HR. Muslim no. 1833)
Dalam riwayat lain disebutkan:
عَنْ
كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:
"يَا كَعْبَ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ."
"Wahai
Ka‘b bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari
harta haram (suhut); neraka lebih layak baginya."
(HR. At-Tirmidzi no. 614 & HR. Ahmad, no. 12947)
Hadis ini menunjukkan bahwa penggunaan
harta secara haram, termasuk hasil korupsi, tidak diterima secara syariat dan
akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka.
Dampak Korupsi dan Kecurangan dalam
Masyarakat
Secara sosial, korupsi dan
kecurangan:
- Menghancurkan kepercayaan publik.
- Menghambat pembangunan dan pemerataan kesejahteraan.
- Menimbulkan kemiskinan struktural.
- Mengundang kemurkaan Allah.
Islam menegaskan bahwa negara yang
dipenuhi kezaliman akan dihancurkan, sebagaimana firman Allah:
فَكَأَيِّن
مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ
عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ
"Dan berapa banyak (penduduk) negeri yang telah Kami
binasakan karena mereka berlaku zalim, sehingga (sekarang) tembok-temboknya
runtuh, sumur-sumur ditinggalkan, dan istana-istana tinggi (kosong tak
berpenghuni).”
(QS. Al-Hajj: 45)
Pendekatan Solutif Islam terhadap
Korupsi dan Kecurangan
Islam menawarkan solusi preventif
dan kuratif dalam menangani korupsi:
- Menanamkan nilai takwa dan akhlak
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah adalah yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
- Pendidikan moral dan spiritual sejak dini
Pendidikan karakter yang berbasis agama berperan penting dalam membentuk pribadi jujur dan amanah. - Sanksi tegas bagi pelaku
Dalam fiqh jinayah (hukum pidana Islam), tindakan penggelapan dan kecurangan dikenakan hukuman ta’zir, yaitu sanksi yang ditetapkan oleh hakim untuk menjaga ketertiban sosial. - Transparansi dan akuntabilitas
Dalam sejarah Islam, Umar bin Khattab menerapkan audit kekayaan pejabat, dan melarang mereka menerima hadiah dari rakyat.
Contoh Keteladanan dalam Sejarah
Islam
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dikenal
sebagai pemimpin yang anti-korupsi. Ia pernah mematikan lampu istana saat
membahas urusan pribadi agar tidak menggunakan fasilitas negara secara tidak
sah.
Kesimpulan
Korupsi dan kecurangan bukan hanya
kejahatan hukum, tetapi juga dosa besar dalam Islam yang berimplikasi dunia dan
akhirat. Islam telah memberikan landasan yang kuat untuk mencegahnya melalui
nilai takwa, keadilan, amanah, dan akhlak yang mulia. Oleh karena itu, setiap
individu muslim dituntut untuk menjadi bagian dari solusi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai Islam dalam setiap aspek kehidupan, khususnya dalam
pengelolaan harta, kekuasaan, dan jabatan.
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an al-Karim.
- Muslim bin Hajjaj. Sahih Muslim.
- At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi.
- Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin.
- Yusuf al-Qaradawi. (2001). Nilai dan Etika Ekonomi
Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
- Nasaruddin Umar. (2010). Membangun Budaya
Anti-Korupsi Berbasis Nilai Islam. Jakarta: KPK.
- M. Quraish Shihab. (2002). Wawasan Al-Qur’an.
Bandung: Mizan.
- Komisi Pemberantasan Korupsi. (2014). Pendidikan
Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan titip komentar anda..