Pantai Lakey di Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, dikenal sebagai salah satu destinasi wisata selancar dunia. Di balik keindahan alam dan potensi pariwisatanya, tersimpan praktik budaya lokal berupa Tari ou Balumba (tarian memanggil ombak), yang dilakukan untuk menghadirkan ombak besar. Tradisi ini telah menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat pesisir, namun di sisi lain, mengandung unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Tulisan ini membahas aspek budaya dan potensi kesyirikan dalam praktik tersebut berdasarkan pendekatan antropologis dan teologis Islam. Hasil kajian menunjukkan perlunya pelurusan pemahaman agar tradisi lokal tetap terjaga tanpa melanggar prinsip tauhid.
Kata
kunci: Pantai Lakey, Tari Ou Balumba, Tarian Memanggil Ombak, Budaya Lokal,
Kesyirikan, Islam
1.
Pendahuluan
Indonesia
dikenal sebagai negara maritim yang kaya akan tradisi masyarakat pesisir. Di
berbagai daerah, laut tidak hanya dipandang sebagai sumber penghidupan, tetapi
juga dianggap memiliki kekuatan spiritual yang harus dihormati. Salah satu
praktik budaya yang lahir dari pandangan ini adalah tari Ou Balumba di kawasan Pantai Lakey, Hu'u,
Dompu.
Tarian
ini biasanya digelar menjelang musim selancar atau saat ombak dianggap terlalu
tenang, dengan tujuan menghadirkan gelombang besar. Tradisi ini melibatkan
unsur-unsur mistik, seperti pemanggilan roh laut dan penggunaan sesajen, yang
dari sudut pandang Islam berpotensi mengandung kesyirikan. Maka, penting untuk
meninjau sejauh mana praktik ini dapat dipahami sebagai warisan budaya, serta
bagian mana yang perlu diluruskan secara akidah.
2.
Tinjauan Teoretis
a. Budaya Lokal dan
Kearifan Tradisional
Menurut Koentjaraningrat, budaya lokal adalah hasil cipta, rasa, dan karsa masyarakat yang tumbuh dari pengalaman kolektif mereka dalam menghadapi alam dan lingkungan. Tarian-tarian ritual dalam masyarakat tradisional seringkali merefleksikan relasi antara manusia dan kekuatan supranatural, termasuk dalam konteks laut.
S
Syirik dalam Perspektif Islam
Islam mengajarkan
bahwa segala bentuk ibadah dan
permohonan hanya ditujukan kepada Allah SWT. Permohonan kepada selain Allah,
termasuk roh laut atau makhluk halus, tergolong sebagai syirik akbar,
yaitu dosa terbesar dalam Islam. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ
بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ
"Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka Allah haramkan atasnya
surga, dan tempat tinggalnya
ialah neraka" (QS. Al-Ma'idah: 72)
Menurut
Ibnu Katsir, segala bentuk permohonan kepada selain Allah yang disertai
keyakinan bahwa makhluk tersebut memiliki kuasa atas alam, merupakan bentuk
penyimpangan akidah.
3.
Pembahasan
a.
Deskripsi Tari Ou Balumba
Nama
Ou Balumba berasal dari bahasa Dompu: "Ou" berarti memanggil,
sementara "Balumba" bermakna gelombang atau ombak laut . Secara harfiah tarian ini disebut juga
sebagai Tari Memanggil Ombak, yang mencerminkan hubungan spiritual
antara manusia dan laut dalam tradisi masyarakat pesisir Dompu. Awalnya merupakan ritual sakral yang
dilakukan untuk memanggil ombak besar dan berharap keberkahan dari laut.
Mengandung unsur mantra, simbol leluhur, dan doa bersama.Belakangan berkembang menjadi tarian
ritual dalam bentuk pertunjukan massal yang edukatif dan inklusif bagi
masyarakat lokal maupun wisatawan.
1) Pencapaian dan Skala
Pagelaran
a) Tari Ou Balumba
mencapai rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dengan 21.220 penari
yang menari serempak di Pantai Lakey pada Festival Lakey 2025
b) Acara ini tidak hanya
memecahkan rekor, tetapi juga menjadi simbol semangat pembauran masyarakat
Dompu dari berbagai latar, serta bukti keberhasilan kolaborasi antarinstansi
dalam mempromosikan budaya lokal.
1) Unsur Budaya dan
Simbolisme
a)
Ou Balumba
terdiri atas gerakan berulang yang menyerupai gerakannya gelombang dan diiringi
tabuhan musik ritmis.
b)
Beberapa simbol itu sangat kentara: Cambuk kulit: simbol pemanggilan angin atau petir
ke langit. Periuk tanah: lambang rahim bumi; dipecahkan di
akhir prosesi sebagai simbol hempasan gelombang yang memecah karang.
c)
Para penari mengenakan kain tradisional dan membawa
peralatan ritual, memperkuat makna spiritual dan kultural tarian ini.
a. Nilai Budaya dalam
Tradisi
Tarian
ini dimaknai sebagai bentuk syukur dan komunikasi antara manusia dan alam,
serta simbol permohonan akan kelancaran musim tangkap ikan dan wisata selancar.
Di satu sisi, praktik ini memperlihatkan bentuk local wisdom yang
mengakar kuat di masyarakat Dompu, dan telah menjadi daya tarik wisata budaya.
b. Unsur Kesyirikan
dalam Tarian
Masalah
muncul ketika kepercayaan terhadap roh laut dan kekuatan spiritual selain Allah
menjadi inti ritual. Adanya praktik persembahan kepada laut, serta keyakinan
bahwa ombak akan datang setelah “dipanggil”, menunjukkan bentuk permohonan
kepada makhluk selain Allah. Hal ini bertentangan dengan prinsip tauhid dan
masuk kategori syirik jika tidak disertai pemurnian niat dan pemahaman.
c. Peran Penyuluh Agama
dan Tokoh Adat
Penyuluh
agama harus
melakukan pendekatan dialogis dengan masyarakat adat untuk meluruskan unsur
keyakinan dalam ritual tersebut. Usaha ini dilakukan dengan cara tidak menolak
secara frontal, namun melalui edukasi tauhid dan pelibatan tokoh lokal untuk
mereformulasi tradisi menjadi ekspresi seni tanpa muatan spiritual sesat.
1.
Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Kesimpulan
Tarian
Ou Balumba adalah warisan budaya pesisir Dompu yang kaya nilai visual,
spiritual, dan sosial. Dari ritual sakral menjadi atraksi budaya besar-besaran.
Peran pemerintah dan masyarakat lokal sangat vital dalam menjaga tradisi ini
tetap hidup, relevan, namun juga kritis dalam memandang makna spiritual yang
terkandung.
Tarian
ini dikenal secara lokal dengan sebutan Tari Ou Balumba. Tarian dilakukan oleh beberapa penari
tradisional yang dianggap memiliki kemampuan spiritual, dipimpin oleh tetua
adat. Gerakan tari menyerupai gelombang laut, disertai bunyi alat musik gendang
dan gong. Mantra dan doa dalam bahasa lokal diucapkan, diikuti dengan
persembahan makanan, ayam, dan sesajen ke arah laut.
Islam mengakui, menghormati, dan bisa
mengakomodasi budaya lokal selama budaya tersebut:
1. Tidak
mengandung unsur syirik (kemusyrikan),
2. Tidak
bertentangan dengan akidah dan syariat,
3. Mendorong
kebaikan, kehormatan, dan nilai kemanusiaan.
b.
Rekomendasi
- Pelurusan tradisi: Perlu ada rekonstruksi makna tari Ou Balumba
sebagai simbol seni dan ekspresi budaya, tanpa mengandung unsur permohonan
mistik.
- Kolaborasi dakwah budaya: Tokoh agama, pemerintah, dan
tokoh adat harus bersinergi dalam menyelamatkan budaya lokal dari unsur
syirik.
- Kurikulum budaya berbasis tauhid: Sekolah dan lembaga pendidikan
di Dompu perlu memasukkan kajian budaya lokal dalam perspektif Islam untuk
menanamkan kecintaan terhadap budaya yang bersih dari unsur kesyirikan.
Referensi
- Koentjaraningrat. Pengantar
Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
- Ibnu Katsir. Tafsir Al-Qur'an
Al-Azhim, Juz 2. Beirut: Dar al-Fikr, 1999.
- Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa
Tentang Syirik dan Tahayul dalam Budaya Lokal, Jakarta: MUI Pusat,
2010.
- Mengenal Tari Ou Balumba,
Ritual Sakral Pemanggil Ombak di Dompu https://www.detik.com/bali/budaya/d-8008797/mengenal-tari-ou-balumba-ritual-sakral-pemanggil-ombak-di-dompu
- Puluhan ribu orang menari kolosal
Ou Balumba, rekor MURI https://www.antaranews.com/berita/4979405/puluhan-ribu-orang-menari-kolosal-ou-balumba-di-dompu-rekor-muri
Tarian Ou Balumba sukses capai rekor MURI, keterlibatan masyarakat luas https://setda.dompukab.go.id/berita/detail/tarian-ou-balumba-sukses-capai-rekor-muri-bupati-dompu-terima-kasih-atas-kerjasama-semua-pihak ****
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan titip komentar anda..