12 Juli, 2025

 CINTA YANG HALAL DAN YANG DILARANG DALAM ISLAM


Oleh. Dr. Abdul Munir, M.Pd.I

(Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kab. Bima/KUA Sape)

 

Cinta adalah fitrah manusia yang diciptakan Allah . Ia merupakan anugerah agung yang, jika diarahkan pada jalan yang benar, akan membawa kebaikan, keberkahan, dan pahala. Namun, cinta juga bisa menjadi sumber kerusakan dan dosa jika tidak dikendalikan sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Islam, cinta tidak dilarang, tetapi diatur agar menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim memahami perbedaan antara cinta yang halal dan cinta yang dilarang dalam pandangan syariat.

 

1.      Cinta yang Halal

Cinta yang halal adalah cinta yang didasari oleh iman, bertujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah, dan dijalani dengan cara yang dibenarkan syariat. Bentuk cinta yang halal antara lain:

a. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya

Cinta utama dan tertinggi adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini adalah bentuk cinta yang wajib bagi setiap Muslim.

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللَّهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

"Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(QS. Ali ‘Imran: 31)

b. Cinta kepada pasangan yang sah (suami/istri)

Islam memuliakan cinta dalam pernikahan. Hubungan cinta antara suami dan istri yang sah termasuk ibadah.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu kasih dan sayang."
(QS. Ar-Rum: 21)

Rasulullah juga bersabda:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.”
(HR. Muslim, no. 1467)

2.      Cinta yang Dilarang

Cinta menjadi terlarang jika ia keluar dari koridor syariat, membawa pada zina, kerusakan hati, atau melalaikan dari ketaatan kepada Allah.

a. Cinta kepada selain Allah yang berlebihan (ghuluw)

Jika cinta kepada makhluk melebihi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, maka itu dilarang.

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cintanya kepada Allah."
(QS. Al-Baqarah: 165)

b. Cinta yang membawa kepada zina dan maksiat

Cinta antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di luar pernikahan, yang menjurus kepada perzinaan, sangat dilarang dalam Islam.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَىٰ ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
"Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
(QS. Al-Isra’: 32)

Rasulullah bersabda:

لَا يُخْلِيَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
"Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan."
(HR. Tirmidzi, no. 2165)

 

Cinta adalah fitrah, tetapi harus dikendalikan oleh iman dan syariat. Islam tidak melarang cinta, bahkan memuliakan cinta yang halal seperti cinta kepada Allah, Rasul, dan pasangan yang sah. Namun, Islam dengan tegas melarang cinta yang menjurus pada maksiat, zina, atau melampaui batas. Seorang Muslim hendaknya menjaga hatinya dari cinta yang menyesatkan, dan menjadikan cinta sebagai wasilah untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Hanya dengan mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya, cinta menjadi berkah dan bernilai ibadah.

 

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur'an Al-Karim
  2. Shahih Muslim
  3. Sunan At-Tirmidzi
  4. Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin. Beirut: Darul Fikr.
  5. Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhat al-Musytaqin.
  6. Al-Munajjid, Muhammad Shalih. Fatwa Islam - IslamQA.info

 


0 komentar:

Posting Komentar

Silakan titip komentar anda..

Popular

Popular Posts

Blog Archive