1. Pengertian Tanzimat
Kata Tanzimat adalah berasal dari bahasa Arab, yakni bentuk masdar dari kata nazzama yang mengandung arti mengatur, menyusun, dan memperbaiki. Dalam bahasa Turki, kata Tanzimat tersebut dikenal dengan nama Tanzimat-i Khairiyah yang dipahami oleh Dr. Syafiq A Mugni sebagai gerakan pembaharuan di Turki yang diperkenalkan kedalam sistim birokrasi dan pemerintahan Turki Usmani semenjak pemerintahan Sultan Abdul al-Majid pada tahun 1839 –1861, putrah sultan Mahmud II, dan Sultan Adul al-Aziz (1861-1876). Gerakan ini langsung ditandai dengan munculnya sejumlah tokoh pembaharu dalam bidang pemerintahan, hukum, administrasi, pendidikan, keuangan, perdagangan, dan sebagainya.
2. Latar Belakang Timbulnya Tanzimat.
Tanzimat merupakan suatu gerakan pembaruan yang memiliki keunikan dan riwayat tersendiri dalam sejarah Turki Usmani. Sebenarnya, terdapat beberapa faktor yang merupakan latar belakang munculnya Tanzimat: Pertama: desakan Eropa kepada kerajaan Usmani untuk mengayomi warga Eropa yang ada di bawa kekuasaan Turki Usmani, Kedua, Di berlakukannya hukum fiqih yang menetapkan hukuman mati bagi orang Eropa yang berada dalam kekuasaan Turki Usmani yang murtad setelah masuk Islam, Ketiga, Para Tokoh Tanzimat ingin membatasi kekuasaan Sultan yang absolut karena mereka telah dipengaruhi oleh revolusi Prancis ketika belajar di Barat.
Tokoh-Tokoh Tanzimat dan Pemikiran Mereka
1. Mustafa Rasyd Pasya (1800-1858 M)
Mustafa Rasyid Pasya adalah pemuka utama pembaruan di zaman Tanzimat. Dalam banyak hal, ia sering disebut sebagai arsitek pembaruan abad ke 19 di Turki. Tokoh ini lahir di Istambul pada tahun 1800 M. Ia berpendidikan madrasah dan berhasil menjadi pegawai pemerintah. Karirnya sebagai pegawai pemerintah, dapat dikatkan sangat baik dan meningkat terus. Buktinya, pada tahun 1834 M, ia telah diangkat sebagai duta besar Turki Usmani di Paris (Parancis) dan juga dibeberapa negara lain, lima tahun kemudian pada tahun 1839, dia diangkat menjadi menteri luar negeri dan selanjutnya menjadi perdana menteri. Diantara pokok-pokok pikiran yang dilontarkan adalah yang menyatakan bahwa kemajuan Eropa sebenarnya disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan di junjung tingginya toleransi umat beragama, terlepasnya sekat-sekat agama dalam kehidupan, dan adanya pendidikan yang universal antara pria dan wanita.
2. Mahmed Sadiq Rifat Pasya. (1807-1856M)
Mahmed Sadiq Rifat Pasya telah menyelesaikan pendidikan tradisionalnya, stadinya dilanjutkan dengan memasuki sekolah sastra yang dihususkan bagi para calon birokrat istana. Pada tahun 1834, ia telah ditunjuk menjadi asisten mentri luar negeri, tiga tahun berikutnya ia telah diangkat menjadi duta besar di Wina. Harun Nasution telah mengatakan, bahwa Mahmed Sadiq Rifat Pasya merupakan pemikir pembaruan yang banyak berpengaruh pada golongan pemerintah, ide-ide pembaharuannya banyak dipengaruhi oleh Egalite (persamaan), fraternite (persaudaraan), dan Liberte (kebebasan) yang ditimbulkan oleh revolusi Prancis. Ide pembaruan yang dimilikinya diperoleh ketika ia berada di Wina sebagai duta besar. Dan menurutnya kekuasaan absolut Sultan perlu dibatasi agar ia tidak sekehendak hatinya saja mengadakan perang, memaksa rakyat untuk masuk dinas militer, dan menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh rakyat.
3. Mustafa Sami.
Tokoh Tanzimat yang satu ini, meskipun tidak diketahui secara jelas tentang riwayat hidupnya, namun menurut Harun Nasution, bahwa sebagaimana halnya Mustafa Rasyid Pasya, ia juga berkunjung ke Eropa dan mempunyai pengaruh pada pembaruan di zaman Tanzimat.
Menurut Mustafa Sami, Eropa dapat maju disebabkan perhatiannya yang cukup besar terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, mempunyai toleransi beragama, tidak terputusnya kebudayaan baru dengan kebudayaan lama, dan adanya pendidikan bagi pria dan wanita.dan tanpaknya beliau sangat yakin, bahwa apabila Turki ingin maju, maka ia harus meniru sebagaimana apa yang terjadi di Eropa. Dan kelihatannya Mustafa Sami juga mempunyai ide pembaharuan yang dipengaruhi oleh Barat seperti tokoh-tokoh Tanzimat lainnya.
4. Muhammad Ali Pasya (1815-1817 M) dan Fuad Pasya (1815-1869M).
Muhammad Ali Pasya dan Fuad Pasya, keduanya adalah murid dari Mustafa Rasyd Pasya. Mereka berdua dikenal sebagai tokoh pembaruan dizaman Tanzimat pasca piagam Humayun. Menurut Ira M Lapidus, Ali Pasya adalah anak dari seorang penjaga tokoh di Istambul, sedangkan Fuad Pasya adalah seorang mahasiswa kedokteran. Tokoh Tanzimat yang disebut pertama, rupanya cepat menjadi pegawai istana dan karena kecakapannya, maka acap kali ia menjadi staf perwakilan kerajaan Turki Usmani diberbagai negara di Eropa. Seperti halnya Ali Pasya, Fuad Pasya sebagai tokoh Tanzimat, sebelum ia diangkat menjadi menteri luar negeri pada tahun 1852 ia juga selalu dikirim ke Eropa untuk bekerja pada perwakilan kerajan Turkim Usmani yang ada disana. Karena itu bersama temannya Ali Pasya dalam upaya pembaruan yang dilakukan, terutama dibidang hukum yang meliputi hukum pidana, hukum dagang, dan hukum Maritim, mereka memakai hukum Prancis sebagai rujukan. Pada tahun 1867 mereka mengeluarkan undang-undang yang memberikan hak kepada orang asing untuk memiliki tanah di kerajaan Turki Usmani dan mendirikan mahkamah Agung. Kemudian pada tahun berikutnya 1868, mereka membuka sekolah Galatasaray yang di dalamnya diajarkan bahasa Prancis dan ilmu pengetahuan umum.
Piagam Gulhane dan Humayun
1. Piagam Gulhane
Ide pembaruan yang dilontarkan oleh kalangan tokoh Tanzimat, seperti dari Mustafa Rasyid Pasya dan Mehmed Sadiq Rifad Pasya, rupanya mendapat tanggapan positif dari penguasa. Hal ini dapat ditandai dengan dikeluarkannya sebuah dekrit oleh Sultan Abd al-Majid yang dikenal dengan nama Hatt-i Syerif Gulhane atau piagam Gulhane.
Piagam Gulhane ini dihubungkan dengan nama sebuah pavelium khusus dalam sebuah istana yang terletak di atas laut Marmarah dipinggir kota Istambul, karena ditempat inilah dekrit tersebut diumumkan. Piagam Gulhane diumumkan oleh sultan Abd al-majid pada tanggal 3 Nopember 1839 M. bertepatan dengan tanggal 26 Sya’ban 1255 H . Sultan Abdul al-Majid mengumumkan piagam Gulhane ini dalam satu pertemuan yang dihadirii oleh para pejabat tinggi kerajaan Turki Usmani, sejumlah duta besar asing, sejumlah perwakilan Turki Usmani, dan sejumlah perwakilan warga penduduk yang terlibat.
Piagam Gulhane tersebut berisi, antara lain:
1. Orang tertuduh akan diadili secara terbuka dan seblum ada keputusan pengadilan, pelaksanaan hukuman mati dengan racun atau jalan lain tidak dibolehkan.
2. Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang tidak diperkenangkan dan hak milik terhadap harta dijamin, serta setiap orang mempunyai kebebesan terhadap harta yang dimilikinya.
3. Ahli waris dari yang kena hukum pidana tidak boleh dicabut haknya untuk mewarisi dan demikian pula harta yang kena hukum pidana tidak boleh disita.
4. Semua pegawai kerajaan akan menerima gaji sepadan dengan tugasnya dan oleh karena itu akan dikeluarkan undang-undang keras terhadap korupsi.
5. Semua pungutan di luar pajak (iltizam) akan segera dihapus, dan sistem rekrutmen dalam tubuh angkatan bersenjata akan diperbaharui.
6. Seluruh umat beragama, baik Muslim maupun non Muslim akan berada dalam kedudukan yang sama dihadapan hukum dan segala bentuk pelanggaran hukum harus diumumkan secara transparan.
7. Keanggotaan majelis Ahkam-i Adliye yang bertanggung jawab atas pelaksanaan hukum akan ditambah.
2. Piagam Humayun
Selain piagam Gulhane yang berhasil diumumkan pada masa Tanzimat sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, ada pula yang disebut piagam Humayun. Piagam yang disebut terakhir ini diumumkan pada tanggal 18 Pebrari 1856 M bertepatan dengan tanggal 11 Jumadil Akhir 1272 H. Menurut Harun Nasution, piagam Humayun ini lebih banyak mengandung pembaruan terhadap kedudukan orang Eropa yang berada dibawa kekuasaan kerajaan Turki Usmani. Tanpaknya piagam Humayun ini diadakan adalah atas desakan negara-negara Eropa pada kerajaan Turki Usmani yang saat itu dalam posisi lemah. Negara-negara Eropa nampaknya menghendaki Turki Usmani agar rakyatnya mempunyai kedudukan dan hak yang sama, tanpa membedakan antara mereka yang beragama Islam dan yang bukan beragama Islam, terutama yang berasal dari bangsa Eropa.
Tujuan piagam Humayun adalah untuk memperkuat jaminan-jaminan yang tercantum dalam Gulhane. Isi piagam Humayun tersebut, antara lain :
1. Masyarakat kristen dan non Islam lainnya dibolehkan mengadakan pembaruan-pembaruan yang mereka perlukan, misalnya mendirikan rumah peribadatan masing-masing, sekolah-sekolah, rumah sakit dan memiliki tanah pemakaman.
2. Semua pewrbedaan yang timbul karena berlainan agama, bahasa, dan bangsa harus dihapuskan dan seluruh rakyat dapat menjadi pegawai kerajaan Turki Usmani, tanpa pilih bulu.
3. Kebebasan beragama dijamin dan paksaan untuk merubah agama dilarang.
4. Perkara yang timbul antara rakyat yang berbeda agama akan diselesaikan oleh mahkamah campuran dan undang-undang yang akan dipakai dalam mahkamah ini segera akan dibahas.
5. Rakyat yang beragama kristen dan non Islam lainnya diperbolehkan masuk dinas militer.
6. Orang asing diberi hak untuk memiliki tanah dalam wilayah kerajaan Turki Usmani.
7. Perbedaan besarnya pajak yang dipungut dari rakyat dihapuskan, karena itu pajak bagi rakyat Islam dan bukan Islam akan sama besarnya.
8. Bagi kerajaan Turki Usmani akan diadakan anggaran belanja tahunan, pembukaan bank-bank asing, pemasukan kapital Eropa, pengadaan undang-undang perdagangan, penghapusan hukum bunuh terhadap orang-orang yang keluar dari Islam, dan pemasukan anggota-anggota bukan Islam kedalam Dewan Hukum.
D. Pembaruan di Zaman Tanzimat
Adapun pembaruan pada zaman Tanzimat meliputi, antara lain:
1. Pembaruan di bidang Hukum.
Pembaruan dibidang hukum ini, rupanya sudah mulai dilakukan sejak tahun 1940 M yang ditandai dengan diterbitkannya hukum pidana baru. Dan kemudian pada tahun 1947 mulai pula didirikan Mahkamah baru untuk urusan pidana dan sipil. Tiga tahun berikutnya, tahun 1850 diterbitkan pula hukum dagang baru, kemudian pada tahun 1967 M telah diterbitkan undang-undang kepada orang asing untuk memiliki tanah dikerajaan Turki Usmani.
2. Pembaruan di bidang Pemerintahan.
Pembaruan di bidang Pemerintahan ini dalam urusan negara dan administrasi pemerintahan, mulai diterapkan sistim musyawarah. Pada tahun 1845 M wakil-wakil rakyat dari daerah diundang ke Istambul untuk bermusyawarah menyangkut urusan kenegaraan. Akan tetapi, karena cara seperti ini tanpanya kurng berjalan dengan baik, maka Sultan menggantinya dengan cara lain. Dalam hal ini Sultan mengirim utusan kedaerah-daerah untuk meninjau keadaan dan menampung pendapat yang berkembang di daerah tentang usaha pembaruan yang sedang dijalankan, kemudian hasil laporan dari utusan itulah yang dijadikan pemerintah pusat sebagai pegangan dalam upaya pembaruan selanjutnya
3. Pembaruan di bidang Pendidikan.
Pembaruan di bidang Pendidikan yakni adanya kegiatan pembentukan kementerian pendidikan pada tahun 1847 M yang menangani masalah pendidikan umum. Kemudian pada tahun 1868 M, sekolah Galatasaray mulai dibuka. Disekolah ini pendidikan umum diberikan dalam bahasa Prancis dan siswa yang belajar didalamnya terdiri dari berbagai penganut agama, baik Islam maupun non Islam duduk berdampingan, yang mana hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Dan sekolah Galatasaray mempunyai peranan dalam menghasilkan tokoh-tokoh pembaruan di Turki untuk pada masa selanjutnya.
4. Pembaruan di bidang Administrasi
Pembaruan di bidang Administrasi ini juga ditertibkan, pada tahun 1846 M telah dibuat undang-undang perkantoran. Dalam mengatur masalah perdagangan, telah diterbitkan himpunan undang-undang perdagangan pada tahun 1850 M dan Himpunan undang-undang perdagangan maritim secara khusus telah dikeluarkan pada tahun 1863 M. Untuk mengatasi silang sengketa yang terjadi dalam bidang perdagangan, sebenarnya sejak tahun 1840 M telah dibentuk sebuah Mahkamah Perdagangan dalam kementerian urusan perdagangan.
Type rest of the post here
0 comments:
Posting Komentar
Silakan titip komentar anda..