28 Mei, 2025

 

Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama

Tema: “Penguatan Moderasi Merawat Kerukunan dan Keutuhan Bangsa”

Sape, 28 Mei 2025 — Dalam semangat memperkuat nilai-nilai toleransi dan persatuan, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bima menyelenggarakan kegiatan Dialog Kerukunan Intern Umat Beragama Tingkat Kabupaten Bima Tahun 2025 dengan tema “Penguatan Moderasi Merawat Kerukunan dan Keutuhan Bangsa”. Kegiatan ini berlangsung di Aula Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sape.

Acara yang berlangsung dengan khidmat dan penuh semangat kebersamaan ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, antara lain Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bima, (PLH) H. Muhammad Safii, S.Pd., Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bima, H. Suaidin, S.Pd., Camat Sape, H. Anwar H. Ishaka, S.Sos., Kasi Madrasah H. Fahrin, S.Ag., Kasi Bimas Islam H. Sudirman, S.Pd.I, M.Si., dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya.

Dalam sambutannya, H. Muhammad Safii menekankan pentingnya moderasi beragama sebagai pilar utama dalam menjaga keharmonisan sosial. “Moderasi beragama bukan sekadar konsep, tetapi menjadi komitmen bersama untuk senantiasa berada di jalan tengah, tidak ekstrem, serta menghargai perbedaan sebagai anugerah,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua FKUB Kabupaten Bima, H. Suaidin, S.Pd., mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan dialog seperti ini sebagai wadah konsolidasi nilai-nilai toleransi lintas iman dan budaya. “Kegiatan seperti ini sangat strategis dalam memperkuat jalinan komunikasi antarumat beragama, sehingga potensi konflik dapat dicegah sejak dini,” ujarnya.

Kegiatan ini diikuti oleh para tokoh agama lintas denominasi, tokoh pemuda, dan perwakilan ormas keagamaan dari berbagai kecamatan di Kabupaten Bima. Para peserta aktif berdiskusi dan berbagi pandangan terkait pentingnya menjaga keutuhan bangsa melalui jalan moderasi, toleransi, dan gotong royong.

Camat Sape, H. Anwar H. Ishaka, S.Sos., dalam sambutannya menyatakan bahwa wilayah Sape merupakan contoh masyarakat yang hidup dalam keberagaman dengan damai. Ia berharap dialog ini menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus menjaga harmoni sosial.

Kegiatan ditutup dengan pernyataan bersama yang menegaskan komitmen untuk terus memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan menolak segala bentuk ujaran kebencian, radikalisme, serta intoleransi di tengah masyarakat.

Dengan terlaksananya dialog ini, diharapkan spirit moderasi dan kerukunan semakin mengakar kuat di tengah kehidupan umat beragama di Kabupaten Bima, demi terciptanya bangsa yang damai, utuh, dan beradab.



Dalam kehidupan seorang muslim, mencari rezeki bukan hanya soal memenuhi kebutuhan duniawi. Lebih dari itu, rezeki adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meraih keberkahan hidup. Islam mengajarkan bahwa mencari rezeki harus dengan cara yang halal dan disertai niat yang baik, agar rezeki tersebut tidak hanya mencukupi secara materi, tetapi juga berkah—yakni membawa kebaikan dan ketenangan hati.

 Makna Rezeki Halal dan Berkah

  1. Rezeki yang halal adalah rezeki yang diperoleh melalui cara-cara yang diizinkan oleh syariat Islam, tanpa unsur penipuan, riba, kecurangan, suap, atau praktik yang merugikan orang lain.
  2. Rezeki yang berkah adalah rezeki yang meskipun sedikit, tetapi membawa kebaikan, mencukupi kebutuhan, serta menumbuhkan ketenangan, syukur, dan ketaatan kepada Allah.

Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا

"Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik (halal)."
(HR. Muslim)

 Al-Qur'an dan Hadis tentang Rezeki Halal

Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُلُوا۟ مِن طَيِّبَـٰتِ مَا رَزَقْنَـٰكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik (halal) yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah."
(QS. Al-Baqarah: 172)

Rasulullah juga bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ الْمُحْتَرِفَ

"Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bekerja dan mencari rezeki dari hasil tangannya sendiri."
(HR. Ahmad)

Dan dalam hadis lain:

كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

"Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari hasil yang haram, neraka lebih layak baginya."
(HR. Ahmad dan Darimi)

 Ciri-Ciri Rezeki yang Berkah

  1. Didapat dengan cara yang jujur dan halal.
    Tidak ada unsur haram dalam usaha yang dilakukan.
  2. Membawa ketenangan dan rasa syukur.
    Rezeki yang berkah menumbuhkan sikap qana'ah (merasa cukup) dan menjauhkan dari tamak.
  3. Digunakan untuk hal-hal yang baik.
    Seperti menafkahi keluarga, membantu sesama, dan berinfak di jalan Allah.
  4. Mendorong ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah.
    Rezeki yang halal dan berkah menjadikan seseorang lebih rajin ibadah, bukan lalai dari Allah.

 Dampak Mencari Rezeki dengan Cara yang Haram

Meskipun rezeki haram tampak banyak dan cepat didapat, ia tidak membawa ketenangan. Sebaliknya, rezeki haram menjadi penyebab hati keras, doa tidak dikabulkan, dan keberkahan hidup hilang.

Rasulullah bersabda:


"ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ، أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ؟"

"Seorang lelaki yang menempuh perjalanan jauh... kemudian mengangkat tangannya ke langit dan berdoa: ‘Ya Rabb, ya Rabb’, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?"
(HR. Muslim)

 Cara Mendapatkan Rezeki yang Halal dan Berkah

  1. Niat yang lurus dalam bekerja
    Niatkan mencari nafkah untuk menjalankan kewajiban, bukan sekadar ambisi duniawi.
  2. Pilih pekerjaan yang halal
    Hindari pekerjaan atau bisnis yang mengandung unsur riba, penipuan, atau syubhat (meragukan).
  3. Bekerja dengan jujur dan amanah
    Rasulullah dikenal sebagai “al-Amīn” (yang terpercaya), teladan utama dalam etika kerja.
  4. Perbanyak sedekah dan infak
    Sedekah tidak mengurangi rezeki, malah justru menambah keberkahan.
  5. Berdoa dan bertawakal kepada Allah
    Yakin bahwa Allah-lah pemberi rezeki, bukan hanya usaha semata.

Rezeki yang halal dan berkah adalah dambaan setiap muslim. Ia tidak selalu melimpah dalam angka, tetapi cukup untuk hidup tenang, diberkahi keluarga, dan menjadi wasilah menuju surga. Dalam Islam, keberhasilan bukan hanya diukur dari banyaknya harta, tapi dari bagaimana harta itu diperoleh dan digunakan.

Mari kita jadikan prinsip halalan ṭayyiban sebagai pedoman dalam mencari rezeki, agar kehidupan dunia menjadi ladang pahala dan akhirat menjadi tempat kembali yang mulia.

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia."
(QS. Al-Qashash: 77)

 


27 Mei, 2025

 


Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah perintah untuk membaca, yaitu:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan."
(QS. Al-‘Alaq: 1)

Ayat ini menjadi penegasan bahwa Islam dibangun di atas fondasi ilmu. Oleh karena itu, menjadi seorang muslim yang cinta ilmu adalah bagian dari ibadah dan jalan menuju kedekatan kepada Allah .

 

Keutamaan Ilmu dalam Islam

  1. Ilmu Mengangkat Derajat

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍۗ

"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."
(QS. Al-Mujadilah: 11)

  1. Orang Berilmu Lebih Utama
    Rasulullah
    bersabda:

فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

"Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang."
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

  1. Penuntut Ilmu Didampingi Malaikat

إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًى بِمَا يَصْنَعُ

"Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu karena ridha terhadap apa yang ia lakukan."
(HR. Ahmad, Ibnu Majah)

 

Mengapa Muslim Harus Cinta Ilmu?

Ilmu adalah cahaya yang membimbing kita membedakan antara kebenaran dan kesesatan.

Dengan ilmu, kita bisa beribadah dengan benar dan tidak asal mengikuti tradisi tanpa dasar.

Ilmu adalah alat untuk membangun peradaban, memajukan umat, dan menebarkan manfaat.

 

Karakter Muslim yang Cinta Ilmu

  1. Haus akan pengetahuan
    Seorang muslim sejati selalu ingin belajar: baik ilmu agama (syar’i) maupun ilmu umum yang bermanfaat.
  2. Rendah hati (tawadhu')
    Orang yang berilmu akan menyadari betapa luasnya ilmu Allah dan betapa kecil dirinya.
  3. Rajin menghadiri majelis ilmu
    Seperti disebut dalam hadis:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."
(HR. Muslim)

  1. Mengamalkan ilmu yang dimiliki
    Ilmu tanpa amal adalah sia-sia. Bahkan, dalam Islam, ilmu harus menjadi cahaya dalam kehidupan dan tidak boleh hanya sekadar teori.

 

Langkah Menjadi Muslim Pecinta Ilmu

  1. Niatkan mencari ilmu karena Allah
    Ilmu adalah ibadah, maka niat harus lurus.
  2. Luangkan waktu untuk belajar
    Gunakan waktu luang untuk membaca, mendengar kajian, atau diskusi ilmiah.
  3. Berguru kepada ulama dan orang terpercaya
    Dalam ilmu agama, penting untuk belajar dari guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas.
  4. Catat, hafal, dan kaji ulang
    Belajar tidak cukup hanya dengan mendengar. Mencatat dan merenungkan akan menguatkan pemahaman.

Menjadi muslim yang cinta ilmu adalah bagian dari wujud keimanan. Ilmu adalah warisan para nabi dan menjadi jalan kemuliaan di dunia dan akhirat. Dengan ilmu, kita mengenal Allah, mencintai Rasulullah , dan tahu bagaimana cara hidup yang diridhai-Nya.

Mari jadikan diri kita dan generasi kita sebagai ummatan yatafu bil-‘ilm – umat yang tumbuh dan bersinar bersama ilmu.

مَنْ يُرِدِ ٱللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama."
(HR. Bukhari dan Muslim)

 


26 Mei, 2025


Peserta pelantikan dan Pengambilan Sumpah jabatan


Peny
erahan SK Pengangkatan, Pelantikan, dan Pembinaan PPPK Tahap I Kemenag di Lingkup Kantor Kemenag Kabupaten Bima 

Bima, 26 Mei 2025 — Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, menggelar acara Penyerahan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan, Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan, serta Pembinaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di aula kantor setempat, Senin (26/5). 

Sebanyak 486 orang PPPK formasi tahun 2024 resmi menerima SK pengangkatan dan dilantik secara langsung oleh Menteri Agama RI Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, melalui Zoom.



Acara ini diawali dengan pembacaan SK pengangkatan oleh Kasubbag TU, dilanjutkan dengan pengambilan sumpah jabatan yang dipimpin oleh Kepala Kantor Kemenag dan disaksikan oleh para saksi serta rohaniwan sesuai agama yang dianut oleh masing-masing pegawai. 


Dalam sambutannya, Kepala Kantor Wilayah Kemenag NTB menyampaikan ucapan selamat kepada para PPPK yang telah resmi bergabung sebagai bagian dari keluarga besar Kementerian Agama. Ia menekankan pentingnya integritas, loyalitas, dan profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai pelayan publik. 

"Status sebagai PPPK bukan hanya sekadar administratif, tetapi merupakan amanah untuk bekerja dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab dalam mendukung visi dan misi Kementerian Agama," tegasnya. 


Setelah prosesi pelantikan dan sumpah jabatan, kegiatan dilanjutkan dengan sesi pembinaan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai regulasi kepegawaian, kode etik ASN, serta budaya kerja di lingkungan Kemenag. Acara ini turut dihadiri oleh para pejabat struktural, kepala madrasah, penyuluh, dan ASN di lingkungan Kemenag Kabupaten Bima. Kegiatan berlangsung dengan khidmat dan penuh haru, sebagai momen penting dalam perjalanan karier para PPPK yang baru dilantik.



Era digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan remaja. Teknologi informasi yang berkembang pesat memberikan akses yang luas terhadap informasi, komunikasi, dan hiburan. Bagi remaja muslim, perkembangan ini merupakan pedang bermata dua: di satu sisi membuka peluang besar untuk belajar dan berkarya, namun di sisi lain menyimpan tantangan terhadap akidah, akhlak, dan identitas keislaman mereka.

Peran Remaja dalam Islam

Dalam Islam, masa remaja adalah masa yang sangat penting. Remaja adalah agen perubahan yang menjadi harapan umat. Banyak tokoh besar dalam sejarah Islam yang menunjukkan kontribusi luar biasa di usia muda. Misalnya:

  • Usamah bin Zaid yang memimpin pasukan di usia sekitar 18 tahun.
  • Ali bin Abi Thalib yang masuk Islam saat masih remaja dan menjadi pembela utama dakwah Nabi Muhammad ﷺ.

Rasulullah ﷺ bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ، وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ، فَأَخْفَاهَا، حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

"Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya... di antaranya: pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah."

(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa remaja yang istiqamah dalam ketaatan memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah.

Tantangan Remaja Islam di Era Digital

1. Kecanduan Media Sosial dan Game
Remaja mudah terjebak dalam dunia maya, menghabiskan waktu berjam-jam tanpa manfaat. Ini dapat menjauhkan mereka dari ibadah, belajar, bahkan dari keluarga.
3. Paparan Konten Negatif
Internet memudahkan akses ke konten yang tidak sesuai dengan ajaran Islam: pornografi, kekerasan, ujaran kebencian, dan ideologi sesat.
3. Krisis Identitas Keislaman
Banyak remaja lebih bangga mengikuti tren global daripada menunjukkan identitas sebagai muslim/muslimah, baik dari segi berpakaian, cara bicara, maupun gaya hidup.
4. Kurangnya Literasi Digital Islami
Tidak semua remaja mampu memilah mana konten yang benar dan bermanfaat menurut syariat. Ini menuntut adanya bimbingan dari orang tua, guru, dan tokoh agama.

Peluang Remaja Islam di Era Digital

1. Akses Ilmu Lebih Mudah : Banyak aplikasi Al-Qur’an digital, ceramah, podcast islami, dan e-book keislaman yang bisa diakses kapan saja. Ini peluang emas untuk menambah ilmu agama.
2. Dakwah Digital : Remaja dapat berdakwah lewat media sosial, membuat konten positif seperti video dakwah, quotes islami, atau desain yang menginspirasi.
3. Jaringan Positif Global : Dunia digital memungkinkan remaja muslim dari berbagai penjuru dunia saling terhubung dan saling mendukung dalam kebaikan. 
4. Berwirausaha Secara Halal : Banyak remaja memulai usaha online sejak muda, tentu jika dilakukan dengan etika Islami dan niat yang baik, ini menjadi amal saleh.

Solusi dan Langkah Nyata

1. Menanamkan Aqidah Sejak DiniRemaja perlu dibekali dengan pemahaman tauhid dan prinsip dasar Islam agar kuat menghadapi pengaruh negatif.
2. Membangun Komunitas Remaja IslamiRemaja akan lebih kuat jika berada dalam lingkungan yang positif. Komunitas dapat membantu menjaga semangat dalam ibadah dan belajar. 
3. Meningkatkan Literasi Digital Islami Pelatihan dan bimbingan tentang cara bijak menggunakan teknologi sangat penting. Orang tua dan guru harus terlibat aktif.
4. Menjadikan Rasulullah Sebagai TeladanDalam Al-Qur’an disebutkan:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
"Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik." (QS. Al-Ahzab: 21)

Remaja Islam di era digital harus mampu menjadi pribadi yang cerdas secara spiritual dan sosial. Mereka bukan hanya pengguna teknologi, tetapi penggerak peradaban Islam di tengah kemajuan zaman. Dengan bimbingan agama, lingkungan yang baik, dan semangat belajar yang tinggi, remaja muslim mampu menjadikan teknologi sebagai sarana dakwah dan peningkatan diri. Jadilah remaja yang bukan hanya melek digital, tetapi juga melek iman dan akhlak.


25 Mei, 2025


Dalam Islam, ukhuwah (persaudaraan) bukan sekadar ikatan sosial biasa, melainkan sebuah ikatan spiritual yang mengikat setiap muslim satu sama lain karena keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Ukhuwah Islamiyah menjadi fondasi kuat bagi persatuan umat, menjaga harmoni, dan memperkokoh solidaritas sosial. Oleh karena itu, menjaga ukhuwah adalah kewajiban yang harus diperhatikan oleh setiap muslim agar tercipta masyarakat yang rukun, damai, dan penuh keberkahan.

Makna Ukhuwah Islamiyah

Kata ukhuwah secara bahasa berarti persaudaraan. Dalam konteks Islam, ukhuwah merujuk pada hubungan persaudaraan antar sesama muslim yang didasarkan pada iman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 10:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu..." (QS. Al-Hujurat: 10)

Ayat ini menegaskan bahwa setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, sehingga wajib menjaga hubungan baik dan saling membantu.

Pentingnya Menjaga Ukhuwah Islamiyah

  1. Menjaga Persatuan Umat

Ukhuwah menjadi penopang persatuan umat Islam. Ketika persaudaraan dipelihara, umat tidak mudah terpecah belah oleh perbedaan pendapat, suku, atau latar belakang sosial.

  1. Mendapatkan Ridha Allah

Allah SWT mencintai hamba-Nya yang saling mencintai dan menjaga hubungan baik. Rasulullah SAW bersabda:

مَا تَحَابَّ اثْنَانِ فِي اللَّهِ، إِلَّا كَانَ أَفْضَلَهُمَا أَشَدَّهُمَا حُبًّا لِصَاحِبِهِ

"Tidaklah seorang muslim saling mencintai karena Allah, saling bertemu karena Allah, dan saling berpisah karena Allah, melainkan diampuni dosanya sebelum mereka berpisah." (HR. Muslim)

  1. Membentuk Masyarakat Harmonis

Persaudaraan yang kokoh menciptakan masyarakat yang harmonis, saling tolong-menolong, dan menghindari permusuhan yang merugikan.

Cara Menjaga Ukhuwah Islamiyah

  1. Menjauhi Sifat Sombong dan Merendahkan Orang Lain

Ukhuwah akan mudah rusak bila dipenuhi sikap saling meremehkan. Rasulullah SAW mengajarkan untuk saling menghormati dan rendah hati.

  1. Memperbanyak Silaturahim

Silaturahim memperkuat ikatan ukhuwah. Rasulullah bersabda:

مَنْ أَرَادَ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

"Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung tali silaturahim." (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Saling Memaafkan dan Mengalah

Setiap manusia pasti memiliki kekurangan. Menjaga ukhuwah berarti saling memaafkan kesalahan dan mengutamakan perdamaian.

  1. Saling Membantu dan Menolong

Ukhuwah akan kokoh bila diwarnai dengan sikap saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.

Ancaman Memutus Ukhuwah

Memutus tali ukhuwah adalah perbuatan yang sangat dibenci dalam Islam dan dapat mendatangkan murka Allah.

Rasulullah SAW bersabda: 

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ

"Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahim."

Menjaga ukhuwah Islamiyah adalah kewajiban setiap muslim demi terwujudnya masyarakat yang harmonis, damai, dan diridhai Allah SWT. Ukhuwah yang kuat akan memperkuat iman dan memperkokoh persatuan umat. Oleh karena itu, mari kita terus rawat persaudaraan ini dengan sikap saling menghormati, memaafkan, dan saling membantu, sehingga kita bisa menjadi umat yang mendapatkan keberkahan dan rahmat dari Allah SWT.


24 Mei, 2025


Rumah tangga merupakan lembaga pertama dan utama dalam membentuk peradaban manusia. Dalam Islam, pernikahan bukan sekadar ikatan biologis, tetapi merupakan
perjanjian suci (mītsāqan ghalīẓan) yang harus dijalani dengan penuh tanggung jawab, cinta, dan pengabdian kepada Allah SWT. Tujuan utama dari pernikahan adalah untuk mewujudkan keluarga sakinah, yaitu rumah tangga yang diliputi ketenangan, kasih sayang, dan keberkahan.

Makna Sakinah dalam Al-Qur’an

Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya:
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum: 21)

Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan dari pernikahan adalah terciptanya sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang) dalam kehidupan suami istri. Ketiganya merupakan fondasi penting dalam membangun keluarga yang kuat dan harmonis.

Prinsip-Prinsip Rumah Tangga Sakinah

1. Landasan Tauhid dan Ibadah

Rumah tangga sakinah dibangun atas dasar ketaatan kepada Allah SWT. Suami istri harus menjadikan rumah tangganya sebagai tempat beribadah, saling mengingatkan dalam kebaikan, serta mendidik anak-anak dalam nilai-nilai Islam.

اللَّهُمَّ ارْحَمْ رَجُلًا أَقَامَ اللَّيْلَ وَأَقَامَ زَوْجَتَهُ

“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun malam lalu membangunkan istrinya untuk shalat malam.” (HR. Abu Dawud)

2. Komunikasi yang Baik dan Saling Pengertian

Suami istri harus membangun komunikasi yang sehat, jujur, dan penuh empati. Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang sangat lembut dan komunikatif kepada istri-istrinya.

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

 "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku." (HR. At-Tirmidzi)

3. Saling Memahami Peran dan Kewajiban

Dalam Islam, suami adalah pemimpin keluarga (qawwam) yang bertanggung jawab atas nafkah dan perlindungan, sementara istri adalah pengelola rumah tangga yang menjaga amanah.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ...

"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka..." (QS. An-Nisa: 34)

4. Kesabaran dan Saling Memaafkan

Setiap rumah tangga pasti mengalami ujian dan konflik. Keluarga sakinah dibentuk melalui proses saling memahami, memaafkan, dan mengedepankan kesabaran sebagai jalan keluar dari perbedaan.

الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran: 134)

Pendidikan Anak sebagai Bagian dari Keluarga Sakinah

Keluarga sakinah tidak hanya dirasakan oleh suami istri, tetapi juga anak-anak yang tumbuh dalam suasana penuh kasih, disiplin, dan nilai-nilai tauhid. Orang tua bertanggung jawab memberikan teladan dalam ibadah, akhlak, dan kecintaan kepada ilmu.

لُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Membangun rumah tangga sakinah adalah proses panjang yang harus ditempuh dengan kesungguhan, keikhlasan, dan keimanan. Ia bukan semata-mata tujuan, tetapi sebuah perjalanan spiritual menuju ridha Allah SWT. Dengan menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman, setiap pasangan muslim dapat meraih ketenangan sejati dalam bingkai keluarga yang dirahmati.

23 Mei, 2025


Rasulullah Muhammad SAW adalah figur utama dalam Islam yang akhlaknya menjadi contoh sempurna bagi umat manusia. Dalam berbagai ayat Al-Qur'an dan hadis, dijelaskan bahwa beliau memiliki akhlak agung yang mencerminkan nilai-nilai Islam sejati. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji akhlak Rasulullah SAW berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an, hadis, dan pendapat ulama, serta menjelaskan urgensinya sebagai teladan moral di tengah krisis keteladanan dewasa ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui studi pustaka (library research). Hasil kajian menunjukkan bahwa akhlak Nabi mencakup dimensi spiritual, sosial, dan kemanusiaan yang tetap relevan dalam membangun karakter pribadi dan masyarakat.

Akhlak merupakan aspek fundamental dalam ajaran Islam. Ketika Allah SWT mengutus Rasulullah SAW, misi utamanya adalah menyempurnakan akhlak umat manusia. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, Ahmad, dan lainnya)

Krisis moral yang terjadi di masyarakat modern menuntut kehadiran figur yang bisa dijadikan panutan. Rasulullah SAW adalah contoh paling sempurna dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam relasi dengan Allah, sesama manusia, maupun alam semesta.

1. Rasulullah SAW sebagai Teladan Akhlak

Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur'an:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qalam: 4)

Imam Ibn Kathir menafsirkan ayat ini bahwa Rasulullah memiliki akhlak yang agung dalam seluruh dimensi kehidupan, baik ucapan, tindakan, maupun perilaku sosial. Akhlaknya adalah implementasi langsung dari ajaran Al-Qur'an.

2. Akhlak Rasulullah Berdasarkan Hadis

Aisyah RA, istri Nabi, ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, menjawab:

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.” (HR. Muslim)

Ini menunjukkan bahwa perilaku Nabi merupakan pengejawantahan langsung dari ajaran Al-Qur'an, sehingga meneladani beliau berarti menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh.

3. Akhlak Rasulullah dalam Interaksi Sosial

Beberapa aspek penting dari akhlak Rasulullah SAW:

  1. Kejujuran: Beliau dikenal dengan gelar Al-Amin (yang terpercaya) bahkan sebelum diangkat menjadi rasul.
  2. Kesabaran: Dalam menghadapi hinaan dan penyiksaan, beliau tetap sabar dan tidak membalas dengan kebencian.
  3. Pemaaf: Rasulullah memaafkan penduduk Thaif meskipun mereka melempari beliau dengan batu.
  4. Tawadhu’ (rendah hati): Beliau hidup sederhana dan tidak membedakan diri dari rakyat biasa.

Hadis lain menyebutkan:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi)

4. Pendapat Para Ulama tentang Akhlak Nabi

  1. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskan bahwa Rasulullah adalah model ideal dalam pembentukan akhlak manusia. Menurutnya, pendidikan akhlak harus merujuk pada kepribadian Nabi.
  2. Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam Zād al-Ma‘ād menggambarkan akhlak Nabi sebagai perpaduan antara rahmat, keadilan, dan kebijaksanaan.
  3. Yusuf al-Qaradawi menyatakan bahwa akhlak Nabi mencakup nilai-nilai universal seperti kejujuran, kasih sayang, dan keadilan sosial, yang relevan lintas zaman dan tempat.

5. Urgensi Meneladani Akhlak Nabi di Era Modern

Di era globalisasi, terjadi degradasi nilai-nilai moral yang melanda berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, keluarga, dan media. Meneladani akhlak Rasulullah merupakan solusi preventif dan kuratif terhadap masalah moral. Implementasinya dapat dilakukan melalui:

  1. Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai profetik
  2. Keteladanan guru, orang tua, dan pemimpin masyarakat
  3. Penguatan literasi Islam dalam kurikulum

Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam akhlak mulia yang bersumber dari wahyu Allah. Keteladanan beliau terbukti melalui berbagai dalil Al-Qur'an, hadis, dan pengakuan para ulama sepanjang zaman. Meneladani akhlak beliau bukan hanya kewajiban agama, tetapi juga kebutuhan moral dalam membentuk pribadi dan masyarakat yang unggul secara spiritual dan sosial. Oleh karena itu, perlu usaha kolektif untuk menghidupkan kembali nilai-nilai akhlak Rasulullah dalam kehidupan modern.

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim

  2. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari

  3. Muslim, Shahih Muslim

  4. Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin

  5. Ibnu Qayyim, Zād al-Ma‘ād

  6. Yusuf al-Qaradawi, Etika Islam

  7. Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim

  8. Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq al-Makhtum


Popular

Popular Posts

Blog Archive