Tampilkan postingan dengan label Filsafat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Filsafat. Tampilkan semua postingan
Published Maret 09, 2010 by with 0 comment

Teori Kebenaran

Pengertian Kebenaran
1. Tinjauan Etimologi
Kata "kebenaran" berasal dari kata "benar" yang memperoleh awalan ke dan akhiran an yang berarti cocok dengan keadaan sesungguhnya, tidak bohong, atau sah. Dan kata kebenaran itu sendiri berarti keadaan (hal tersebut) yang benar (cocok dengan atau keadaan yang sesungguhnya).
Sidi Gazalba memberi pengertian "kebenaran" dengan mengemukakan lawan katanya, karena kata itu menjadi jelas, manakala kata itu dihadapkan pada lawan dan kita susulkan artinya.
Mudhar Ahmad mengatakan bahwa kata "benar" menyatakan kualitas keadaan atau sifat sebenarnya sesuatu. Semua itu bisa berupa pengetahuan (pemikiran) atau pengalaman (perbuatan).
2. Tinjauan terminologi
Secara terminologi, kebenaran mempunyai arti yang bermacam-macam, seperti halnya arti etimologinya. Pengertian kebenaran secara terminologi berkembang dalam sejarah filsafat. Dalam aliran filsafat masing-masing aliran mempunyai pandangan yang berbeda tentang kebenaran, hal ini tergantung dari sudut mana mereka memandang. Secara garis besarnya paham-paham tersebut antara lain :
a.Paham idealisme memberikan pengertian bahwa "kebenaran" adalah merupakan soal yang hanya mengenai seseorang yang bersangkutan. Kebenaran itu hanya ide, materi itu hanya ide, hanya dalam tanggapan. Demikian dikatakan George Berkeley (1685-1753).
b.Paham realisme berpendapat bahwa "kebenaran" adalah kesesuaian antara pengetahuan dan kenyataan. karena pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata, gambaran yang ada dalam akal adalah salinan dari yang asli yang terdapat diluar akal. Aliran ini dipelopori oleh Herbert Spencer (1820-1903).
c.Kaum pragmatis memberikan defenisi "kebenaran" sebagai suatu proporsi adalah benar sepanjang proporsi itu berlaku atau memuaskan. Peletak dasar paham ini adalah C.S. Peiree (1839-1914). William James menambahnya bahwa kebenaran harus merupakan nilai dari suatu ide.
d.Paham fenomenologi berpendapat bahwa "kebenaran" itu adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan wujud atau akibat yang menggejala sebagai sifat nyata yang merupakan norma kebenaran. Mereka menganggap bahwa fenomena itu adalah data dalam kesadaran dan inilah yang harus diselidiki, supaya hakikatnya ditemukan dan tertangkap oleh kita.
Dari defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang mereka maksudkan dengan kebenaran adalah segala yang bersumber dari akal (rasio), pengalaman serta kegunaan yang dapat dibuktikan dengan realita yang ada. Dengan kata lain sebagai kebenaran ilmiah. Tapi ada kebenaran yang tak perlu dibuktikan atau dicari pembuktiannya, cukup kita terima dan yakin bahwa itu adalah suatu kebenaran.

Tingkat Dan Kriteria Kebenaran
1.Tingkat-Tingkat Kebenaran
Kebenaran yang dicari manusia dapat dicapai dengan berbagai cara. Di antara sekian banyak sumber, rasio dan pengalaman inderawi merupakan sumber utama sekaligus ukuran kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Sumber lain seperti dikatakan oleh Ansar Bakhtiar adalah iluminasi atau intuisi. Selain itu, agama dan dogma termasuk sumber kebenaran.
Karena keanekaragaman sumber tersebut, maka kebenaran itu terbagi atas beberapa macam tingkatan, tergantung dari segi mana orang berpijak untuk membaginya.
a. Dipandang dari segi "perantara" untuk mendapatkannya, kebenaran terbagi atas :
1)Kebenaran inderawi (empiris) yang ditemui dalam pengamatan dan pengalaman.
2)Kebenaran ilmiah (rasional), diperoleh lewat konsepsi akal.
3)Kebenaran filosofis, yang dicapai melalui perenungan murni.
4)Kebenaran religius, yang diterima melalui wahyu Ilahi.
b. Dilihat dari segi “kekuasaan” untuk menekan orang menerimanya, kebenaran dibagi dua :
1)Kebenaran subyektif, yang diterima oleh subyek pengamat sendiri sesuai dengan anggapan moral si subyek.
2)Kebenaran obyektif, yang diakui tidak hanya oleh subyek pengamat, tetapi juga oleh subyek-subyek lainnya, sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir.

Tiap orang menganggap pengetahuannya benar, apakah kita mengetahui kebenarannya atau tidak, tergantung pada pembuktian. Bukti adalah tanda kebenaran manakala pengetahuan itu sesuai subyek yang diketahui, maka ia adalah kebenaran obyektif.
c. Dari segi "kualitasnya (tinggi rendahnya)" kebenaran bertolak seberapa jauh keselarasan tanggapan subyek dengan kenyataan obyek.
Menurut Karl R. Popper, tinggi rendahnya kebenaran itu adalah gagasan tentang tingkat korespondensi yang lebih baik atau lebih buruk terhadap kebenaran atau ide tentang keserupaan yang lebih besar terhadap kebenaran. Misalnya pemikiran akan jawaban soal bergantung pada pemahaman atau tanggapan subyek (peserta ujian) mengenai soal tersebut. Yang akhirnya hasil ujian ini beraneka ragam ada yang tinggi dan ada yang rendah. Lebih jelasnya, kualitas kebenaran itu ada tiga yaitu :
1)Kebenaran mutlak (absolut), yakni kebenaran yang sebenar-benarnya, kebenaran sejati, sempurna atau hakiki.
2)Kebenaran nisbi (relatif), yang masih beragam sifatnya, belum utuh, dan masih mengandung kesalahan dan hanya berlaku pada masa tertentu.
3)Kebenaran dasar, kebenaran yang tidak dapat dipersalahkan dan masih perlu penegasan.
Pada dasarnya filsafat dan ilmu bertujuan ingin mencapai kebenaran mutlak, namun sepanjang sejarah perkembangan manusia hanya mampu mencapai kebenaran relatif dan spekulatif. Kenyataan dengan mengingatkan kita akan keterbatasan manusia. Selama manusia hanya mengandalkan dirinya sendiri, dia tidak akan mampu mencapainya tanpa dukungan dari luar diri manusia, yakni wahyu. Kebenaran spekulatif dan relatif ini, suatu saat akan ditinggalkan manusia, pada saat ditemukan teori baru yang lebih benar.

2.Kriteria Kebenaran
Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka oleh karena itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu.
a.Ciri yang pertama ialah adanya suatu berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini, maka dapat kita katakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan menurut suatu pola tertentu, atau dengan perkataan lain menurut logika tertentu.
b.Ciri kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyadarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat analitik ini, kalau kita kaji lebih jauh, merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
c.Adapun cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis dan tidak analitik. Kegiatan berpikir yang tidak berdasarkan penalaran umpamanya adalah intuisi, sebagai suatu kegiatan berpikir yang non-analitik, tidak mendasarkan diri kepada suatu pola berpikir tertentu.
d.Selain itu, bentuk lain dalam usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan adalah wahyu atau kitab suci yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasulnya untuk dapat dijadikan pedoman dan petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Ilmu yang merupakan implikasi dan manifestasi wahyu tersebut disebut sebagai pengetahuan dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan Kitab Suci agama memiliki nilai kebenaran suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu, sehingga pernyataan-pernyataan dalam ayat-ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
Ilmu, dalam upaya menemukan kebenaran, mendasarkan dirinya kepada beberapa kriteria kebenaran. Kriteria tersebut sering juga disebut sebagai teori. Sampai dewasa ini, yang digunakan orang sebagai teori untuk menemukan hakikat kebenaran yang telah terlembaga, yaitu :
1) Teori kebenaran korespondensi merupakan teori kebanaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan obyek yang dikenai pernyataan tersebut. Artinya, bila kita mengatakan bahwa “gula itu rasanya manis" maka pernyataan ini adalah benar sekiranya dalam kenyataannya gula itu rasanya memang manis. Sebaliknya, jika kenyataannya tidak sesuai dengan materi pernyataan yang dikandungnya, maka pernyataan itu adalah salah. Umpamanya saja, pernyataan yang menyebutkan bahwa “gula itu rasanya asin”. Dapat disimpulkan bahwa sifat salah atau benar dalam teori korespondensi disimpulkan dalam proses pengujian (verifikasi) untuk menentukan sesuai atau tidaknya suatu pernyataan dengan kenyataan yang sebenarnya.
Teori korespondensi dikenal pula dengan teori kebenaran tradisional (lama) yang telah dirintis oleh Aristoteles, yang menyatakan bahwa : Segala sesuatu yang kita ketahui adalah sesuatu yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subyek. Atau dengan kata lain adalah suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian (koresponden) dengan kenyataan yang diketahuinya.
2) Teori kebenaran koherensi berpandangan bahwa kebenaran adalah suatu pernyataan yang konsisten (consistence, cocok) dengan pernyataan lainnya yang telah diketahui dan diterima sebagai benar. Teori ini termasuk aliran tradisional yang dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibiz, Spinoza, Hegel, dan lain-lain.
3) Teori kebenaran pragmatis, merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang berfungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Jadi bila suatu teori keilmuan secara fungsional mampu menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala alam tertentu, maka secara pragmatis teori itu benar. Sekiranya, dalam kurun waktu yang berlainan, muncul teori lain yang lebih fungsional, maka kebenaran kita alihkan kepada teori baru tersebut. Dalam dunia keilmuan, nilai kegunaan pengetahuan didasarkan kepada referensi teori yang satu dibandingkan dengan teori yang lain.
4) Teori kebenaran sintaksis, segala pemikiran yang bertolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan kata lain suatu pernyataan memiliki nilai benar bila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku. Atau apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan, maka proposisi itu tidak mempunyai arti. Schleiermacher (1768-1834).
e. Teori kebenaran semantis, yakni bahwa proposisi itu mempunyai nilai kebenaran bila proposisi itu memiliki arti. Teori ini dianut para filosof analis bahasa seperti Bertrand Russel.
Demikian beberapa teori tentang penemuan hakikat kebenaran yang dikemukakan para pakar sebagai bahan studi dan perbandingan, yang antara satu sama lain memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Catatan:
Makalah diatas belum lengkap, silahkan download lengkapnya...
Read More
Published Februari 20, 2010 by with 0 comment

IBNU SINA: Falsafat al-Fayadh, al-Nafs dan Falsafat al-Wujud (Ontologi)

Dalam sejarah peradaban manusia, konstruk budaya sangat dipengaruhi oleh kearifan dan kebijaksanaan yang dilahirkan oleh para filosof-filosof yang memiliki jiwa kritis, kesadaran diri dan akal, serta proses panjang kreativitas pikir yang memiliki daya dobrak dalam mempersoalkan segala sesuatu yang menurut kaca mata awam tidak perlu dipersoalkan. Sebab, hasrat besar dan rasa “ingin tahu” bagi manusia “filosofis“ berpijak pada pandangan yang menilai alam semesta beserta isinya bukan hanya sebagai realitas-realitas independen yang ultimate untuk dikaji, melainkan menjadi “tanda-tanda” (ayat) kebesaran dan keberadaan Tuhan.
Karakteristik radikal inilah yang menjadikan falsafah sebagai induk segala ilmu pengetahuan yang darinya segala jenis ilmu berasal. Oleh karena itu, alam semesta dan manusia tak lain adalah “medan kreatif” emanasi Tuhan yang menjadi petunjuk dalam menemukan “jejak-jejak Tuhan”, sekaligus diharapkan dapat menambah keimanan dan bukan penolakan terhadap eksistensi-Nya.
Pada perkembangannya, proses transformasi pemikiran filosofis ini telah melahirkan tokoh berkaliber dunia yang kedalaman ilmunya telah banyak memberikan kontribusi dalam “sejarah akal” manusia. Salah satu yang menjadi objek kajian dalam makalah ini adalah Ibnu Sina. Sosok Ibn Sina, dalam banyak hal mempunyai keunikan tersendiri di antara para filosof muslim. Tidak hanya itu, ia juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah salah satu filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci. Suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim selama berabad-abad meskipun ada serangan-serangan dari Al-Ghazali, Fakhr al-Din al-Razi dan sebagainya Kebesarannya sebagai tokoh filsafat pada masanya terbukti ketika Al-Ghazali melancarkan serangan terhadap pemikiran kaum filosof, Al-Ghazali tidak menemukan tokoh filsafat di hadapannya sekaliber Ibn Sina .

1. Biografi dan Karya Ibn Sina
Nama lengkap Ibn Sina adalah Abu Ali al-Husein ibn Abdullah ibn al-Hasan ibn Ali Ibn Sina dan dikenal dengan julukan “al-Syaykh al-Rais“ (Pemimpin Para Sarjana). Di dunia Barat ia dikenal dengan nama “Avicenna” atau disebut juga “Aristoteles Baru”. Dilahirkan pada tahun 370 H (8-980 M) di Afsyanah, dekat Bukhara, Transoxiana (Persia Utara), wilayah Afganistan sekarang, dan meninggal pada hari Jum`at bulan Ramadhan tahun 428 H/ 1037 M dalam usia 58 tahun dan dikuburkan di Hamazan.
Ibn Sina adalah filosof Islam terkemuka dan dokter yang brilian. Ia mempelajari ilmu-ilmu yang ada pada masanya dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan peradaban, ia mencoba mensintesakan berbagai orientasi pemikiran dan pendangan-pandangan keagamaan yang berbeda-beda. Ia pernah menjadi Wazir, namun tidak begitu menyukainya seperti kesukaannya terhadap ilmu kedokteran.
2. Pokok-Pokok Pikiran Ibn Sina
a. Falsafat al-Faydh.
Teori emanasi Platonisme yang menjadi objek kajian penting metafisika dalam filsafat, telah disinggung oleh al-Kindi, kemudian diungkapkan oleh al-Farabi, dan dikembangkan pula oleh Ibn Sina. Sebagai pendiri Neo-Platonisme Arab, ia berpendapat bahwa Tuhan sebagai akal murni memancarkan Akal Pertama, sekalipun Tuhan terdahulu dari segi zat, namun Tuhan dan akal pertama adalah sama-sama azali. Berbeda dengan Al-Farabi, Ibn Sina berpendapat bahwa Akal Pertama mempunyai dua sifat: wajib al-Wujud, sebagai pancaran dari Allah dan mumkin al-Wujud jika ditinjau dari hakekat dirinya ( وجب الوجود لذته dan وجب الوجود لغيره ) atau Necessary by Virtue of the Necessary Being dan Possible in Essence. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran: Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, download makalah lengkapnya...
Read More
Published Februari 09, 2010 by with 0 comment

Sumber dan Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

Bagaimanakah kita mendapatkan pengetahuan ? persoalan mendasar ini sangat erat kaitannya ketika kita berbicara tentang sumber-sumber pengetahuan, berkembang diskurusus yang panjang mengenai proses terjadinya pengetahuan sehingga pada akhirnya lahirlah teori-teori epistemology yang dibahas dalam makalah ini adalah ;

Rasionalisme
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendaptkan pengetahuan yang benar, yang pertama adalah mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan faham apa yang kita kenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan faham yang disebut dengan empirisme.
Rasionalisme adalah suatu faham yang digunakan untuk menunjukkan berbagai pandangan dan gerakan yang berbeda-beda tentang idea.ide menurut mereka bukanlah ciptaan manusia. Prinsip itu sudah ada jauh sebeluim manusia berusaha memikirkannya. Paham ini dikenal dengan nama idealisme. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori dan dapat diketahui oleh manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Di samping itu pula rasionalisme adalah teori ilmu pengetahuan yang menganggap ukuran dari kebenaran bukan bertalian dengan panca indera tetapi dengan intelektual yang bersifat dedukatif dan matematis.
Masalah utama yang muncul dari cara berfikir ini adalah mengenai criteria untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya. Ide yang satu bagi si A mungkin bersifat jelas dan dapat dipercaya namun hal itu belum tentu bagi si B. Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini. Banyak dari ide yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubah pada waktu yang lain. Jadi masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis yang dipakainya dalam penalaran deduktif. Oleh sebab itu maka lewat penalaran akan dapatkan bermacam-macam pengetahuan mengenai satu obyek tertentu tampa adanya suatu consensus yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini maka pemikiran rasional cenderung untuk bersifat solipsistik dan subyektif.

Empirisme
Empirisme (Yunani Latin), pengalaman adalah pengetahuanyang berlangsung berakar dalam data yang inderawi, yang tidak dialami berarti tidak ada dan tidak dapat dikenal. Karena empirisme hanya membenarkan adanya pengalaman lewat panca indera maka aliran ini disebut sensualisme. Empirisme yang dikenal adalah lawan rasionalisme.
Istilah sensualisme di sini diambil dari kata sense (indera), yang berpendirian bahwa sumber pengenalan pengetahuan dengan segala bentuknya adalah indera-indera bukan pikiran.
Sementara itu ilmu terus maju, hasil penyelidikan dapat menolong ummat manusia, kemajuan dianggap orang tak terhingga, anggapan orang terhadap filsafat berkurang, sebab dianggap sesuatu yang tak berguna untuk hidup. Ternyata dalam ilmu, pengetahuan yang berguna, pasti dan benar itu diperoleh orang melalui inderanya. Empirilah yang memegang peranan yang sangat penting bagi pengetahuan, malahan barangkali satu-satunya dasar pendapat di atas itu disebut empirisme.
Menurut anggapan kaum empiris, gejala-gejala alamiah adalah bersifat kongkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indera manusia gejala itu kalau kita telaah lebih lanjut mempunyai beberapa karakteristik tertentu umpamanya saja terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu. Suatu benda padat kalau dipanaskan akan memanjang, langit mendung diikuti dengan turunya hujan. Demikian seterusnya dimana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang mengikuti pola-pola tertentu. Hal ini memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu generalisasi dari berbagai kasus yang telah terjadi. Dengan mempergunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat individual.
Masalahnya kemudian adalah mengenai hakikat pengalaman yang merupakan cara dalam menemukan pengetahuan dan panca indera sebagai alat yang menangkapnya. Pertanyaannya adalah apakah yang sebenarnya dinamakan pengalaman? Apakah hal itu merupakan presepsi? atau sensasi ? sekiranya kita mendasarkan diri kepada panca indera sebagai alat dalam menangkap gejala fisik yang nyata maka seberapa jauh kita dapat mengandalkan panca indera tersebut ?.
Ternyata kaum empiris tak dapat memberikan jawaban yang meyakinkan mengenai hakikat pengalaman itu sendiri, sedangkan kekurangan panca indera manusia ini bukan merupakan suatu yang baru bagi kita. Panca indera manusia sangat terbatas kemampuannya terlebih penting lagi panca indera manusia bisa melakukan kesalahan. Contoh yang biasa kita lihat sehari-hari ialah bagaimana tongkat lurus yang sebagian terendam dalam air akan kelihatan menjadi bengkok, haruskah kita mempercayai hal semacam ini sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan.
Kekurangan empirisme selain yang telah disebutkan di atas, adalah memiliki ciri dari kebenaran ilmiah berkaitan erat denmgan maknanya yang secular. Dimana empirisme hanya meyakini yang nampak oleh indera dan mengenyampingkan yang abstrak, sehingga penganut empirisme tidak mengakui akan adanya Tuhan, Surga, Akhirat dan Neraka. Sementara menurut pandangan transcendental kehidupan di Dunia ini bagaimana pun hanya merupakan suatu masa belajar sebelum seseorang memenuhi persyaratan bagi pembebasan rohnya.

Fenomenologi
Dalam mengatasi perselisihan para filosof, tentang cara memperoleh pengetahuan, maka aliran fenomenologi berupaya melakukan elaborasi antara peran akal (rasio) dan indera (pengalaman) dengan maksud untuk melengkapi, menjembatani, bahkan memberikan alternative-alternatif metodis lainnya. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya beberapa faham filsafat baru yang merupakan pengembangan dari empirisme dan rasionalisme, sehingga muncullah faham fenomenologi dan intuisme.
Fenomenologi itu adalah aliran filsafat, yang kira-kira 50 tahun yang lalu dimulai oleh seorang filusuf Jerman bernama Edmun Husserl. Ia dilahirkan di Prosswitz (Moravia) pada tun 1859. Semula ia belajar ilmu pasti di Wina tetapi kemudian ia berpindah studi kefilsafat, berturut-turut ia menjadi guru besar di unversitas Halle, Gottingen dan Freirburg (I.B).
Fenomenon dalam bahasa Inggris berarti fenomena yang berarti perwujudan, gejala, kejadian natural pada kejadian alam. Jadi fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang menampakkan diri atau dapat juga dikatakan sesuatu yang sedang menggejala.
Dalam ensiklopedi, fenomenologi merupakan suatu penelitian sistematik terhadap suatu gejala/pengalaman kesadaran sebagaimana terlihat secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka silahkan download lengkapnya...
Read More
Published Januari 21, 2010 by with 0 comment

Sekitar Filsafat Islam

Apakah manusia, alam dan Tuhan itu? Mungkinkah sesuatu yang muncul di alam ini berawal dari ketidak adaan? Bila yang ada dari ketidak adaan atau dari yang ada akan dikemanakan, atau kemana serta kepada siapa akan ia kembali? Setidaknya demikianlah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan dalam mengkaji filsafat termasuk filsafat Islam.

Pertanyaan tersebut sukar di jawab. Bukan berarti sulitnya dalam arti kata Tuhan, alam, manusia dan yang ada serta yang tidak ada, akan tetapi karena banyaknya jawaban yang diberikan filsafat manusia terhadap pertanyaan itu sampai pada hakekatnya. Hal ini tiada lain yang akan memberikan jawaban secara hakiki adalah filsafat itu sendiri.

Persoalan pada pertanyaan di atas, pertama sekali dikemukakan oleh orang-orang Yunani dengan munggunakan akal, maka muncullah filosof seperti Thales yang bertanya "apa sebenarnya bahan alam semesta itu ?" ada juga yang menyelesaikan dengan menggunakan indera/ pengalaman seperti al-Kindi dengan ilmu fisika dan matematikanya yang menurutnya ilmu tersebut adakalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat di indera.

Pengertian Filsafat Islam
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang kata dasarnya adalah philein artinya mencintai atau philia, cinta dan sophia artinya kearifan yang pada akhirnya melahirkan kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan dalam pengertian "cinta kearifan" pengertian filsafat ini pertama sekali dipergunakan oleh Pytagoras (572-497 SM). Ia membagai kedalam dua kata "philos" (cinta), sophie (pengetahuan). Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan seseorang yang bernama Leon kepada Pytagoras tentang pekerjaannya. Maka Pytagoras menjawab bahwa pekerjaannya adalah ia sebagai seorang filosof (pencinta pengetahuan). "a lover of wisdom".

Latar Belakang Historis
Kiranya menarik untuk mereka-mereka alasan, mengapa suatu gerakan keagamaan merasa perlu meminjam sistem pemikiran teoritis dari luar, padahal ia sendiri sudah dilengkapi dengan berbagai perangkat teoritis. Para penganut gerakan itu seharusnya merasa bahwa sistem pemikiran mereka sudah lebih dari cukup untuk menghadapi berbagai isu dan masalah konseptual yang mungkin timbul di kemudian hari.

Demikian kasus yang terjadi dalam Islam. Di dalam sistem pemikiran Islam,pertama dan utama, ada Al-Qur’an yang sarat dengan analisis terperinci seputar hakikat realitas dan anjuran-anjuran moral bagi para pembacanya. Setelah Al-Qur’an ada sunnah bagi kebanykan umat muslim,dan bimbingan yang terus menerus, dari pemimpin spritual(Imam) bagi sebahagian yang lain. Kalangan kebanyakan itu disebut muslim sunni lantaran komitmen mereka pada berbagai hadits mengenai prilaku Nabi Muhammad.

Ontologi Filsafat Islam
Walaupun filsafat Islam nampak dengan watak religinya, tetapi filsafat Islam tidak mengabaikan problemantika-problemantika filsafat Islam. Oleh karenanya filsafat Islam memaparkan secara luas teori ada (ontologis), menunjukkan pandangannya tentang waktu, ruang, dan kehidupan. Filsafat Islam membahas secara luas tentang epistemologi, maka ia membedakan antara jiwa dan akal, al-fitri dan al-muktasab (yang bersifat fitri dan bisa dicari), benar dan salah serta membedakan antara

Pemikiran filsafat Islam lebih luas dari sekedar terbatas pada aliran-aliran Aristotelisme Arab saja, karena pemikiran filasafat Islam telah muncul dan dikenal dalam aliran-aliran teologis (Kalamiah) sebelum orang-orang paripatetik (Al-Musya'iyyun) dikenal dan menjadi tokoh. Dalam ilmu kalam terdapat filsafat, sedangkan filsafat benar-benar menukik dan dalam. Mu’tazilah mempunyai pendapat dan pembahasan yang memecahkan berbagai problematika ketuhanan, alam dan manusia.

Epistemologi Filsafat Islam
Epistemilogi sering digandengkan dengan metode ilmiah, sedangkan metode ilmiah adalah cara untuk mengetahui sebuah objek ilmu sebagaimana adanya. Metode ilmiah ini tentu harus disesuaikan dengan sifat dasar objeknya. Karena objek-objek ilmu memiliki sifat dasar, karakter dan status ontologis yang berbeda, maka metode ilmiah, setidaknya dalam epistemologi Islam, juga beragam sesuai dengan objek-objeknya. Tak heran kalau dalam epistemologi Islam ditemukan berbagai metode ilmiah, yakni metode observasi atau eksperimen (tajrib) untuk objek-objek fisik, metode logis (burhani) untuk objek-objek non-fisik dan metode intuitif (irfani) untuk juga objek-objek non-fisik dengan cara yang lebih langsung.

Dengan ketiga macam, metode ilmiah tersebut, ilmuan-ilmuan muslim dan para filosofnya dapat mengadakan penelitian, baik dibidang ilmu-ilmu alam (fisik),matematika, ataupun metafisika, ketiga hal tersebut merupakan kelompok utama ilmuan dalam sistem klasifikasi ilmu Islam.

Aksiologi Filsafat Islam
Secara garis besar kegunaan mempelajari filsafat sebagai berikut yaitu, kegunaan teoritis, yaitu dapat membimbing manusia untuk berpikir secara sistematis serta rasionalsehingga dapat memperoleh kesimpulan yang benar. Sedangkan secara praktis, bahwa orang berfilsafat dapat dibuktikan dalam kehidupan kesehariannya seperti dalam penggunaan pada pengetahuan tentang: logika, etika, estetika dan lain-lain.

Menurut al-Kindy, filsafat ialah ilmu tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu kesaan (wahdaniyah), ilmu keutamaan (fadilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi tujuan seorang filosof bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat pada kebenaran semakin dekat pula kepada kesempurnaan.
Read More
Published Januari 20, 2010 by with 0 comment

Pengertian dan ciri-ciri Ilmu serta sistem kerja keilmuan

Al-Ghazali dalam bukunya "Al-Munqiz min al-Dhalal" sebagaimana dikutip oleh AM. Saefuddin mengatakan:

Janganlah melihat yang benar itu dari manusianya tetapi kenalilah dahulu apa yang benar itu, kemudian engkau baru akan dapat mengenal dan mengetahui siapakah orang yang benar itu.
Meskipun sebagian filosof membedakan antara ilmu dengan pengetahuan, namun dalam makalah ini tidak akan menjadikan keduanya sebagai suatu yang dikotomis untuk dibedakan. Oleh Ahmad Syadali yang dikutip dari Louis Kattsoff dikatakan bahwa bahasa yang dipakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukannya di dalam ilmu pengetahuan.
Ilmu, filsafat dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif dengan manusia. Dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat berkembang apabila tidak ada tiga alat dan tenaga utama yang berada dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga manusia adalah: akal pikir, rasa, dan keyakinan, sehingga dengan ketiga hal tersebut manusia dapat mencapai kebahagiaan bagi dirinya.
Bertrand Russel menyampaikan bahwa jika seseorang tertarik pada filsafat, ia tidak akan menjadi filosof yang baik hanya dengan jalan mengetahui fakta-fakta ilmiah yang lebih banyak, melainkan yang harus ia pelajari terlebih dahulu adalah asas-asas, metode-metode, dan pengertian-pengertian yang umum.

Sebelum masuk pada defenisi ilmu, maka ada tiga kategori pengetahuan yang perlu kita kenal, yaitu:7
1. Pengetahuan inderawi (knowlwdge)
pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh panca indera. Batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera. Kedudukan knowledge ini adalah penting sekali, karena ia merupakan tangga untuk melangkah ke ilmu.
2. Pengetahuan keilmuan (science)
pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau eksperimen , sehingga apa yang ada di balik knowledge bisa dijangkau. Batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak terjangkau lagi oleh rsio atau otak dan panca indera.
3. Pengetahuan falsafi
Pengetahuan ini mencakup segala fenomena yang tidak dapat diteliti tapi dapat dipikirkan. Batas pengetahuan ini ialah alam, bahkan juga bisa menembus apa yang ada di luar alam.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, Download makalah lengkapnya...
Read More