
Tampilkan postingan dengan label Bima Timur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bima Timur. Tampilkan semua postingan
27 Oktober, 2009
Oktober 27, 2009
MG-DK
Bima Timur
1 comment

10 Oktober, 2009
Oktober 10, 2009
MG-DK
Basa basi, Bima Timur, Sape
No comments

Namun kini... Raba seme sudah tak seperti dulu, kini kering, kini dangkal...
19 Juli, 2009
Juli 19, 2009
MG-DK
Basa basi, Bima Timur
3 comments

Edi' = Kaki
Rima' = Tangan
Loki = Pantat
woke = Pusar
Mada = "saya" Mata, Mentah (makanan)
Made = Mati (manusia, binatang, tumbuhan ataupun lampu)
Manca = bibi bukan bibir
wiwi = Bibir (lips)
Maira = ayo
maja = malu
dahu = takut
labo = dan/juga/dengan
aina = jangan
ama = papa/bapak/ayah "panggilan keren"
amba = dagang/pasar
awa = bawah
aka = sana/itu
ake = ini
17 Juni, 2009
Juni 17, 2009
MG-DK
Bima Timur, Sape
No comments

PONDOK PESANTREN DARUSSAKINAH
MTs DARUSSAKINAH SANGIA SAPE
Sekretariat: Jln. Lintas Sape-Wera Desa Sangia Kec. Sape Kab. Bima NTB
A.Profil Pondok Pesantren Darussakinah
Pondok Pesantren Darussakinah didirikan tahun 1984 yang berlokasi di Desa Sangia Kecamatan Sape Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Yapensos "Assakinah mengelola Pondok Pesatren ini merupakan salah satu pondok pesantren yang sedang berkembang di Kecamatan Sape. Sejak berdirinya hanya mengasuh 15 orang santri dan memiliki sarana gedung satu lokal. Dengan adanya kepercayaan terus menerus dari masyarakat Kecamatan Sape khususnya dan Kabupaten Bima umumnya, minat masyarakat untuk masuk di pondok ini terus meningkat sehingga sampai dengan tahun 2008 pondok pesantren Darussakinah telah menamatkan santri sebanyak 275 santri, sedangkan santri yang masih aktif sekarang sebanyak 285 orang.
B.Visi dan Misi
Pondok Pesantren Darussakinah memiliki visi ingin mewujudkan sumber daya manusia yang memiliki iman dan ilmu berkualitas unggul dan berbudi luhur. Sedangkan misinya adalah a) melaksanakan konsep kurikulum terpadu yang konmprehensip dan berimbang antara agama dan ilmu umum; b) membentuk kepribadian santri yang bermartabat dan bermanfaat bagi dirinya, orangtua, masyarakat, bangsa dan Negara; c) mengembangkan potensi dasar santri sehinga memiliki IPTEK dan IMTAK yang mulia.
C.Lembaga Pendidikan
Pondok Pesantren Darussakinah juga mengelola lembaga pendidikan formal yaitu
1. Madrasah Ibtidaiyah (MI)
2. Madrasah Tsanawiyah (MTs)
D.Tenaga Pengasuh
Adapun pengasuh tetap pondok pesantren Darussakinah adalah:
1. Ridwan H.A. Hamid, S.Ag.
2. Syaiful Mubarak, S.Ag.
3. Syaiful H.A. Wahab, S.Ag.
4. Maryati, S.Pd.
5. Diah Sulistianingsih, S.Ag.
6. Abdul Munir, S.Pd.I
7. Aminuddin, S.Ag.
8. Kurniati, S.Pd.
9. Asni, S.Pd.
10. Syarifuddin, S.Pd.
11. Sri Sukmawati, S.Pd.
12. Eka Rahmawati, S.Pd.
13. Hairuddin, S.Pd.
14. Nurhidayah, S.Pd.
15. Wahyuni, S.Pd.
16. Faisyah Nur Qomariyah, S.Pd.
17. Khairunisa, S.Pd.
E.Fasilitas Penunjang
Untuk memperlancar aktivitas belajar mengajar, Pondok Pesantren telah memiliki fasilitas penunjang antara lain:
1. Gedung asrama santri sebanyak 2 (Dua) lokal
2. Gedung Tempat Belajar Mengajar 6 (Enam) lokal
3. Gedung Kantor 1 (satu) lokal
F. Rencana Pembangunan
Untuk melengkapi fasilitas di pondok pesantren, akan dibangun:
1. Pembangunan Masjid Jami' Darussakinah yang membutuhkan anggaran sebesar Rp. 540.000.000,-
Sehubungan dengan keterbatasan anggaran yang ada, Pondok pesantren Darussakinah baru dapat membangun pondasi dasar Masjid Jami’, sehingga diharapkan adanya bantuan/sumbangan dari para dermawan untuk melanjutkan pembangunan Masjid tersebut.
2. Pembangunan Gedung Perpustakaan Pondok Pesantren 1 (satu) lokal yang membutuhkan anggaran Rp. 100.000.000,-
3. Pembangunan Gedung Laboraturium Bahasa dan Komputer 1(satu) lokal, membutuhkan anggaran sebesar Rp. 150.000.000,-
G.Penyaluran Sumbangan
Bagi Para Dermawan yang ingin menyumbang sebagai amal jariyah, kami tidak hanya menerima sumbangan berupa dana tetapi juga berbentuk barang/material.
Apabila ingin menyumbang dalam bentuk dana, dapat di transfer melalui rekening BRI A.n. Ponpes Darussakinah nomor rek. : 4710-01-007136.538
Sedangkan para dermawan yang ingin menyumbang dalam bentuk barang/material, dapat dikirim ke alamat: Pondok Pesantren
Darussakinah Jln. Lintas Sape-Wera Desa Sangia Kecamatan Sape Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat, 84182
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi pengurus Pondok Pesantren Darussakinah:
1. Syaiful Mubarak, S.Ag. HP. 081 339 774808
2. Maryati, S.Pd. Hp. 085 239 566048
H.Penerimaan Siswa Baru
MTs Darussakinah menerima siswa setiap tahun dan pada tahun ajaran 2009/2010 telah dibuka pendaftaran untuk siswa baru mulai tanggal 10 Juni s/d 11 Juli 2009. Adapun persyaratan pendaftaran sebagai berikut:
1. Fotocopy ijazah SD/MI rangkap 3 (tiga) yang dilegalisir
2. Fotocopy Raport dari kelas 1 s/d 6
3. Pas foto hitam Putih 3 x 4 cm 4 (empat) lembar
4. Surat Keterangan hasil Ujian Nasional (UN)
5. Mengisi Formulir Pendaftara
16 Juni, 2009
Juni 16, 2009
MG-DK
Basa basi, Bima Timur, Curhat, Sape
No comments
Tiba-tiba siang tadi, saya terpanggil untuk melihat sesuatu. Entah mengapa sudah sekitar 6 bulan di desa ini. Saya tak pernah kunjungi desa seberang. Parangina, nama desa itu. Desa yang termasuk memiliki wilayah terluas setelah desa Sangia di kecamatan ini. Dulu sebelum terjadi pemekaran desa! Desa yang kutinggali ini merupakan bagaian dari wilayah-nya. Raioi nenek moyang kami memberikan nama desa ini.
Suatu ketika ada teman bertanya apa sih arti Rai-oi tersebut? "Lari air" itu bila diterjemahkan kedalah bahasa Indonesia standar. Namun bila di artikan dengan bahasa filosof-nya adalah "air yang lari" atau "air-nya pindah-pindah".
Orang tua kami menggali sumur kadang puluhan meter kedalamannya, namun kadang juga tak sampai 10 meter. Maka dari situlah desa ini dinamakan bahwa airnya lari-larian atau pindah-pindah. Demikian cerita tetangga saya yang cukup tua.
Sementara diantara dua desa ini telah disepakati oleh masyarakat untuk dijadikan sebuah "Kuburan Umum". Luasnya kurang lebih 5 hektar.
Siang itu saya sejenak melirik ke sekelompok anak muda yang duduk di atas beberapa nisan yang telah dipugar semen. Mereka balas menanap saya dengan tatapan sangat tajam, enggan berkedip, seakan ingin menarik saya lalu memakannya hidup-hidup. Saya tak mengerti apa gerangan yang terjadi. Adakah kesalahan pada pakaian dan penampilan saya? Adakah saya melempar mereka? Ataukah saya melarang mereka duduk di atas nisan itu, pikirku saat itu sambil menggeser pandangan kearah yang lebih jauh dari meraka.
Segera saya berlalu menuju desa Parangina, motorku si hitam dengan suaranya yang jantan, membuat mereka semakin terusik. "Kurang di ajar itu anak" dugaanku seperti itu yang meraka katakan setelah saya jauh dari mereka.
Sampailah saya di desa parangina, perubahannya tidak terlalu pesat semenjak terakhir kali saya mendatanginya sekitar 17 tahun yang lalu. Sesaat teringat dengan wajah teman. Sebenarnya dia itu merupakan senior saya sewaktu sekolah di Makassar dulu. Segeralah saya mengarah-kan stir motor menuju ke rumah beliau. Kebetulannya saat itu dia belum beranjak dari rumah. Singkat cerita, kami saling bercerita, saling tanya sesuatu yang berkaitan dengan Makassar, keadaan teman-teman lama dan juga sedikit mengarak ke pesoalan pribadi dan jodoh.
Di tengah pembicaraan kami, saya langsung menyilap dengan pertanyaan yang tak ada hubungannya dengan pembicaraan kami dari tadi.
"Siapa beberapa pemuda yang duduk di kuburan tadi?" saya bertanya sambil menggayungkan tangan kanan di bahunya.
"Mereka itu hampir tiap hari duduk-duduk disana" jawabnya santai.
"Apa yang mereka lakukan siang bolong gini?"
Oh… biasalah anak-anak yang tidak ada kerjaannya” dengan ekspresi ingin mengatakan tak usalah dibicarakan itu
Tak ada kerjaan gimana? Kembali saya menegaskan pertanyaan karena memang tak mengerti
"Mereka itu kerjanya hanya menatap langit". Sambil tersenyum cuek…
Saya terdiam beberapa detik, mencari jawaban sendiri apa maksud dari "menatap langit".
Dengan tak disengaja, saya menatap ke atas. Mengespresikan maksud dari ungkapan tadi. Saya sempat berpikir… apa bagusnya menatap langit siang-siang gini, yang dilihat hanyalah langit biru yang dibayangi awan-awan tipis berwarna putih. Kalau sore hari, mungkin pemandangan-nya sedikit indah, tapi ini siang bolong.
o…o…. saya ingat, ketika saya perhatikan mereka tadi di sana ada botol di letakkan samping pemuda yang memakai topi kuning kusam.
Lalu saya membayangkan sebuah botol, yang sekilas terlihat gambar topi “semacam topi yang di gunakan bapak pramuka dunia” itu. Disinilah saya mendapat sebuah jawaban… ternyata, maksud dari ungkapan menatap langit itu adalah "minum". Minim dengan botol-nya.
**************
Hati-ku berontak, pikirku cepat, separah inikah generasi desa-ku, generasi kecamatan-ku, semoga tidak seperti ini generasi kabupaten-ku. "BIMA" yang katanya orang bergama, berakhlak, mengerti serta membumikan Al-Qir’an. Siang bolong saja, mereka menyempatkan diri untuk melakukan hal seperti ini, bagaimana dengan waktu diluar waktu itu! seperti malam hari, tengah malam…
Bukan-kah…. Alasan Rasulullah menyuruh kita untuk selalu menziarahi kubur itu agar kita sadar bahwa kita juga akan bergabung seperti mereka yang telah mendahului kita?
Buakankan minum keras “haram” itu, akan merusak segala apa yang terbaik dari diri kita? Akhlak, pikiran, badan dan ini jelas al-qur’an mengatakan perbuatan “syetan” yang terkutuk. Tahukah kamu apa arti terkutuk itu?.............
Namun……. Namun……….. namun………
Kenapa meraka justru melakukan hal itu di tempat yang harusnya meraka sadari dan berpikir bahwa meraka juga akan mati?
Separah apakah pikiran meraka? Sehingga tidak dapat berpikir apa dan dimana mereka melakukannya.
Wajarlah…. Sampai-sampai Rasulullah pernah katakan "mereka yang telah melakukan minum "minuman keras" sebanyak 4 (empat) kali darahnya halal "di bunuh". Sebab mereka ini tak mampu lagi berpikir secara sehat, mereka telah di kuasai oleh makhluk "terkutuk".
"Rade" itu bahasa bima-nya "nggahi mbojo" kuburan, sebagai saksi kemunduran masyarakat kami. Masyarakat yang mengaku beragama Islam, sedang dalam Islam hal ini sangat dilarang. Masyarakat yang mengaku "generasi modern", sedang arti modern bukan seperti itu, melainkan modern dalam berpikir sehingga membentuk generasi yang kreatif, inovatif, berakhlak dan semakin sadar keber-ada-an dirinya hidup di dunia ini. Masyarakat yang berada dibawah motto :"MEMBUMIKAN AL-QUR’AN", jangan-kan mengerti al-qur’an melihatnya saja tak pernah apalagi dibacanya, terlebih lagi diaplikasikan pada perbuatan.
Rade raioi-parangina… masih banyak kisah dan cerita padanya. Semoga masyarakat-nya berpikir dan sadar, apa tanda-tanda dari peristiwa yang terjadi disana.
Suatu ketika ada teman bertanya apa sih arti Rai-oi tersebut? "Lari air" itu bila diterjemahkan kedalah bahasa Indonesia standar. Namun bila di artikan dengan bahasa filosof-nya adalah "air yang lari" atau "air-nya pindah-pindah".
Orang tua kami menggali sumur kadang puluhan meter kedalamannya, namun kadang juga tak sampai 10 meter. Maka dari situlah desa ini dinamakan bahwa airnya lari-larian atau pindah-pindah. Demikian cerita tetangga saya yang cukup tua.
Sementara diantara dua desa ini telah disepakati oleh masyarakat untuk dijadikan sebuah "Kuburan Umum". Luasnya kurang lebih 5 hektar.
Siang itu saya sejenak melirik ke sekelompok anak muda yang duduk di atas beberapa nisan yang telah dipugar semen. Mereka balas menanap saya dengan tatapan sangat tajam, enggan berkedip, seakan ingin menarik saya lalu memakannya hidup-hidup. Saya tak mengerti apa gerangan yang terjadi. Adakah kesalahan pada pakaian dan penampilan saya? Adakah saya melempar mereka? Ataukah saya melarang mereka duduk di atas nisan itu, pikirku saat itu sambil menggeser pandangan kearah yang lebih jauh dari meraka.
Segera saya berlalu menuju desa Parangina, motorku si hitam dengan suaranya yang jantan, membuat mereka semakin terusik. "Kurang di ajar itu anak" dugaanku seperti itu yang meraka katakan setelah saya jauh dari mereka.
Sampailah saya di desa parangina, perubahannya tidak terlalu pesat semenjak terakhir kali saya mendatanginya sekitar 17 tahun yang lalu. Sesaat teringat dengan wajah teman. Sebenarnya dia itu merupakan senior saya sewaktu sekolah di Makassar dulu. Segeralah saya mengarah-kan stir motor menuju ke rumah beliau. Kebetulannya saat itu dia belum beranjak dari rumah. Singkat cerita, kami saling bercerita, saling tanya sesuatu yang berkaitan dengan Makassar, keadaan teman-teman lama dan juga sedikit mengarak ke pesoalan pribadi dan jodoh.
Di tengah pembicaraan kami, saya langsung menyilap dengan pertanyaan yang tak ada hubungannya dengan pembicaraan kami dari tadi.
"Siapa beberapa pemuda yang duduk di kuburan tadi?" saya bertanya sambil menggayungkan tangan kanan di bahunya.
"Mereka itu hampir tiap hari duduk-duduk disana" jawabnya santai.
"Apa yang mereka lakukan siang bolong gini?"
Oh… biasalah anak-anak yang tidak ada kerjaannya” dengan ekspresi ingin mengatakan tak usalah dibicarakan itu
Tak ada kerjaan gimana? Kembali saya menegaskan pertanyaan karena memang tak mengerti
"Mereka itu kerjanya hanya menatap langit". Sambil tersenyum cuek…
Saya terdiam beberapa detik, mencari jawaban sendiri apa maksud dari "menatap langit".
Dengan tak disengaja, saya menatap ke atas. Mengespresikan maksud dari ungkapan tadi. Saya sempat berpikir… apa bagusnya menatap langit siang-siang gini, yang dilihat hanyalah langit biru yang dibayangi awan-awan tipis berwarna putih. Kalau sore hari, mungkin pemandangan-nya sedikit indah, tapi ini siang bolong.
o…o…. saya ingat, ketika saya perhatikan mereka tadi di sana ada botol di letakkan samping pemuda yang memakai topi kuning kusam.
Lalu saya membayangkan sebuah botol, yang sekilas terlihat gambar topi “semacam topi yang di gunakan bapak pramuka dunia” itu. Disinilah saya mendapat sebuah jawaban… ternyata, maksud dari ungkapan menatap langit itu adalah "minum". Minim dengan botol-nya.
**************
Hati-ku berontak, pikirku cepat, separah inikah generasi desa-ku, generasi kecamatan-ku, semoga tidak seperti ini generasi kabupaten-ku. "BIMA" yang katanya orang bergama, berakhlak, mengerti serta membumikan Al-Qir’an. Siang bolong saja, mereka menyempatkan diri untuk melakukan hal seperti ini, bagaimana dengan waktu diluar waktu itu! seperti malam hari, tengah malam…
Bukan-kah…. Alasan Rasulullah menyuruh kita untuk selalu menziarahi kubur itu agar kita sadar bahwa kita juga akan bergabung seperti mereka yang telah mendahului kita?
Buakankan minum keras “haram” itu, akan merusak segala apa yang terbaik dari diri kita? Akhlak, pikiran, badan dan ini jelas al-qur’an mengatakan perbuatan “syetan” yang terkutuk. Tahukah kamu apa arti terkutuk itu?.............
Namun……. Namun……….. namun………
Kenapa meraka justru melakukan hal itu di tempat yang harusnya meraka sadari dan berpikir bahwa meraka juga akan mati?
Separah apakah pikiran meraka? Sehingga tidak dapat berpikir apa dan dimana mereka melakukannya.
Wajarlah…. Sampai-sampai Rasulullah pernah katakan "mereka yang telah melakukan minum "minuman keras" sebanyak 4 (empat) kali darahnya halal "di bunuh". Sebab mereka ini tak mampu lagi berpikir secara sehat, mereka telah di kuasai oleh makhluk "terkutuk".
"Rade" itu bahasa bima-nya "nggahi mbojo" kuburan, sebagai saksi kemunduran masyarakat kami. Masyarakat yang mengaku beragama Islam, sedang dalam Islam hal ini sangat dilarang. Masyarakat yang mengaku "generasi modern", sedang arti modern bukan seperti itu, melainkan modern dalam berpikir sehingga membentuk generasi yang kreatif, inovatif, berakhlak dan semakin sadar keber-ada-an dirinya hidup di dunia ini. Masyarakat yang berada dibawah motto :"MEMBUMIKAN AL-QUR’AN", jangan-kan mengerti al-qur’an melihatnya saja tak pernah apalagi dibacanya, terlebih lagi diaplikasikan pada perbuatan.
Rade raioi-parangina… masih banyak kisah dan cerita padanya. Semoga masyarakat-nya berpikir dan sadar, apa tanda-tanda dari peristiwa yang terjadi disana.
13 Juni, 2009
Juni 13, 2009
MG-DK
Basa basi, Bima Timur, Curhat, Sape
No comments

Doro kabuju, demikian masyarakat disini menamakan sebuah gunung yang memiliki banyak mithos. Terlihat jelas dari jendela rumah disampingnya tertatar sebuah media elektronik "televisi" yang saat ini sedang menyiarkan acara "Mama dan AA" pada sebuah program TV swasta yang akhir-akhir ini sudah jarang dijumpai di masyarakat kami menonton-nya. Indosiar – itulah yang tertera pada sudut kanan atas layar.
Banyak pohon rindang, hewan liar, babi hutan serta nampak hijau lembut segarkan mata, mengawali aktivitas mata, kicau burung sangat dekat di telinga, hembusan angin tanpa kontaminasi polusi, masih teringat hal itu sebelum saya merantau ke Makassar dulu. Namun kini….
![]() |
Doro Kabuju di Photo dari atas |
... kunantikan program pemerintah daerah, melakukan penghajauan kembali kabuju-ku terlihat hanya pohon kecil yang sedang berjuang dan tinggal menunggu giliran punah.
Inikah pertanda? Saya yakin tuhan tak akan menguji dengan kapasitas yang lebih terhadap hambanya! Bila ini merupakan pertanda teguran dari tuhan? Sadarkan masyarakat setempat? Pernakah mereka sadari terjadinya perubahan yang sangat. Ataukah hati dan pikiran mereka telah tertutup oleh gemerlapnya dunia dan segala bentuk keserakahan mereka, sehingga telah diperlihatkan pertanda yang jelas saja mereka tak sadari apalagi yang tersembunyi.
"Ina Nenggu" dan "Kopa Koka" yang selalu diceritakan teman-teman, hingga kini para pakar sejarah dan arkeologi tak mampu memberikan data rinci, memastikan pada masa kepemimpinan siapa, terjadi karena apa, ataukah tahun berapa ini terjadi, belum lagi mengungkit sosok ular raksasa "Sawa Wadu" di atas kampo "Dea".
![]() |
Doro Kabuju dalam Kabupaten - BIMA |
"pernahkah kamu ke sape?"
Ya… sudah beberapa kali
Coba ceritakan sedikit tentang sape?
Yang saya masih ingat…. Wilayahnya dikelilingi gunung-gunung, kendaraan umumnya "benhur", dan gadisnya cantik-cantik.
Tidak-kah kamu melihat gunung ditengah kecamatan itu?
Rasanya tidak…. Cuman di sekelilingnya aja.
![]() |
Doro Kabuju dalam Propinsi - Nusa Tenggara Barat |
![]() |
Doro Kabuju dalam Negara - Pepublik Indonesia |
![]() |
Doro Kabuju dari Arah Utara (di photo dari desa kowo) |
Terdengar kabar… bahwa wilayah ini akan di satukan kembali, namun bukan sebagai wilayah kecamatan, melainkan sebagai wilayah kabupaten yaitu BIMA TIMUR.
11 Juni, 2009
Juni 11, 2009
MG-DK
Basa basi, Bima Timur, Sape
No comments

Kalau dulu saya sangat jarang keluar ruangan bila telah datang ke sekolah. biasanya saya langsung masuk ruangan komputer di ruang guru hingga pulang nantinya. beberapa hari ini saya mulai perhatikan prilaku para siswi-siswi ketika tiba jam pelajaran ke 4 atau sekitar jam 09-10. apa yang mereka lakukan? apakah mereka pada tiduran di kelas? ataukah mereka pada pulang? ataukah mereka pada teriak2... tentu saja tidak, sebab mereka ini adalah siswa-siswi yang mau belajar, siswa-siswi yang terpilih, atau singkatnya SMA negeri 1 merupakan sekolah yang menjadi favorit bagi mereka yang mau melanjutkan ke tingkat SMA di sape kab. Bima
dari Ruang TU ke Ruang guru akan dilewati beberapa kelas dan di samping kelas terdapat sebuat toilet umum untuk siswa, namun kadang juga gurupun numpang disana mungkin saya termasuk didalamnya hehehe. apa yang beda disana? beberapa hari terakhir saya melihat siswi-siswi pada ngumpul depan toilet (ko' meraka bisa betah ya....) tidak kurang dari 8 orang dalam jam padat seperti saya sebutkan tadi diatas.
yang menjadi pertanyaan buat saya sekarang adalah...
1. apakah pada jam puncak tersebut seusia mereka harus stor?
2. kenapa jumlah mereka cukup besar melakukan penyetoran dalam waktu yang sama?
3. ada apa dibalik ini saya berpikir?
02 Juni, 2009
Juni 02, 2009
MG-DK
Bima Timur, Curhat, Sape
No comments

Lalu timbul pertanyaan kecil dalam hati, layakkah Kecamatan ini menjadi sebuah kabupaten tersendiri "pemekaran"? bila layak atau telah mampu mengapa mesti ditahan, dan bila tidak kenapa pula mereka ngotot?
Saya hidup di daerah ini tergolong bayi meskipun saya dilahirkan di daerah ini.
Langganan:
Postingan (Atom)