Published Februari 08, 2012 by with 0 comment

Thaha Husein (Islam dan Sekularisasi)

Thaha Husein
(Islam dan Sekularisasi)

I. Pendahuluan
Ketika umat Islam bersentuhan dengan Eropa pada abad pertengahan, mereka mulai sadar bahwa mereka telah jauh ketinggalan dari dunia Barat. Olehnya itu kelompok Islam memiliki visi sekularistik dengan kekaguman dan ketertarikannya kepada Barat menghimbau kepada umat Islam untuk belajar ke Barat (John L. Esposito, 1986 (terj.) : 101).
Ide sekularisasi di dunia Islam pertama kali diisukan kepermukaan oleh bapak Turki Modern, Mustafa Kemal Attaturk, kemudian diikuti oleh negara-negara Islam lainnya, seperti Mesir (Nurkholis Majid, 1994 : 78). Para pembaharu sekuler mengemukakan prinsip-prinsip sekuler dan menerima secara total peradaban Barat dengan mengadopsi ilmu dan teknologinya.
Pandangan paham sekuler secara terang-terangan terungkap dalam gagasan Thaha Husein “Mari kita ambil peradaban Barat ini dalam totalitasnya bersama seluruh aspeknya” (Syahrin Harahap, 1994 : 64). Berdasar inilah, maka penulis dalam tulisan ini mencoba mengkaji gagasan sekularisasi yang dilontarkan oleh Thaha Husein.


II. Biografi Thaha Husein
Thaha Husein, seorang sastrawan, pemikir dan pembaharu di Mesir. Lahir di Magagah, Mesir Selatan pada tanggal 14 November 1889. Ketika berumur 6 tahun ia diserang penyakit opthalmiah yang menyebabkan kebutaan selamanya, namun penyakit tersebut tidaklah menghalanginya untuk menuntut ilmu (Harun Nasution, 1984 : 85).
Pada usia 13 tahun ia melanjutkan di al-Azhar. Disanalah ia menimbah pemikiran moderen dari Muhammad Abduh dan Lutpih Sayyid. Pada tahun 1912 ia melanjutkan studinya di Universitas Cairo dan pada tahun 1914 ia memperoleh gelar Doktor dari Universitas ini dengan Disertasi yang berjudul Zikra Abi al –A’la (mengenang Abu al-A’la).
Pada tahun 1915 Thaha Husein melanjutkan studinya di Universitas Sorbone Perancis, disana ia belajar dibawah bimbingan guru besar senior seperti Glatza, Block, Dicke dan Seignobos dalam bidang sejarah, Lanson dalam bidang sastra Perancis dan Durkhein dalam bidang filsafat. Selain itu ia menerima pengwetahuan tentang Al-Qur’an dari Cassanova di salah satu college (Ensiklopedi Islam, 1993 : 138).
Sekembalinya dari Perancis ia giat dalam berbagai usaha untuk membangaun Mesir dan mengejar ketinggalannya dari dunia Eropa. Jabatan yang pernah digelutinya di Mesir antara lain sebagai Rektor Universitas Faruq dan beliau mencapai puncak karirnya ketika ia menduduki jabatan Menteri Pendidikan sampai 1953 (Syahrin Harahap, 1994 : 32-33).



III. Pembahasan

A. Pengertian Sekularisas
Kata sekularisasi berasal dari kata seculum, yang berarti abad (age, century, cewu, steal). Sekuler berarti seabad (Harun Nasution, 1996 : 188). Kemudian sekuler mengandung arti bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian). Adapun kata sekularisasi adalah hal-hal yang membawa kearah kehidupan yang tidak didasarkan pada ajaran agama (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995 : 894). Sekularisasi diartikan pula proses penduniawian, yaitu proses melepaskan hidup duniawi dari kontrol agama (Harun Nasution, 1996 : 188).

Sekularisasi dalam gagasan Thaha Husein adalah sekularisasi yang berbeda dengan sekularisasi yang terjadi di Barat, baik dari titik tolaknya maupun hasilnya. Sekularisasi dalam gagasan Thaha Husein bertitik tolak dari proses melepaskan umat dari ikatan-ikatan tradisi termasuk ajaran agama yang merupakan pemahaman para pendahulu terhadap nas-nas yang zanniy. Dan berakhir kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan sekularisasi yang terjadi di Barat bertitik tolak dari pemisahan dunia termasuk politik dari agama dan sebagai akhir sekularisasi di Barat itu terlepasnya ilmu dari gereja (Syahrin Harahap, 1994 : 22).
Karena adanya perbedaan titik tolak tentang konsep sekularisasi yang digagaskan Thaha Husein tersebut sehingga dalam pemaparan tentang gagasan-gagasannya bukanlah bermaksud untuk memisahkannya dengan agama itu sendiri melainkan untuk merobah pemahaman terhadap konsep-konsep ajaran agama kearah yang lebih maju sesuai tuntutan dan kondisi zaman kontemporer.


B. Gagasan Sekularisasi Thaha Husein
Pemikiran Thaha Husein tentang gagasan sekularisasi banyak dipengaruhi oleh kondisi intelektual di Mesir pada saat itu, seperti pemikiran pembaharuan oleh Muhammad Abduh, Qasim Amir, dan Luthfi al-Sayyid. Demikian pula ketika ia kuliah di Mesir ia dipengaruhi pula oleh Sayyid al-Marsafi dan orientalis Carlo Hallin dari Universitas Cairo.
Selain dari faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pemikiran Thaha Husein, ada faktor yang juga tidak kalah pentingnya yaitu faktor internal, yaitu hal-hal yang menyangkut riwayat hidup, pendidikan, pengaruh yang diterimanya dari berbagai macam pengaruh yang melatar belakangi pemikirannya. Adapun gagasan sekularisasi Thaha Husein yang sangat berpengaruh pada Mesir khususnya pada dunia Islam umumnya adalah sebagai berikut :
1. Gagasan Sekularisasi Dalam Bidang Kebudayaan
Jika umat islam ingin maju, manurut Thaha, mereka harus mengambil peradaban Eropa, bahkan mereka harus menjadi orang Eropa dalam segala hal. Begitu pentingnya peradaban Barat untuk diadopsi demi kemajuan Islam (Syahrin Harahap, 1994 : 64).

Begitu besar pengaruh Barat (Eropa) terhadap pemikiran Thaha Husain, sehingga ia dengan tegas menyatakan bahwa, kita orang Mesir harus menerima apa yang datang dari Barat baik atau jeleknya. Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa tak satupun kekuatan di dunia ini yang mampu menghalangi bangsa Mesir menerima cara hidup bangsa Eropa. Menurut beliau, untuk menjadi parner yang sejajar dengan bangsa Eropa, maka secara langsung dan terus terang harus meniru peradaban Barat dalam segala aspeknya, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Pengingkaran terhadap hal ini dianggap oleh beliau sebagai penipuan terhadap diri sendiri (Maryam Jameelah & Margaret Marcus, 1981 (terj.) 195).
Hal yang paling mendasar dari pemikiran Thaha Husein adalah homogenitas dan intelektual antara bangsa Mesir dan Eropa. Oleh karenanya, Mesir bukanlah bagian dari Timur dalam limit tertentu dan harus berhenti berkiblat ke Timur (John J. Donohue & John L. Esposito, 1994 (trj.): 121). Menurutnya di dunia ini ada dua peradaban , peradaban Barat dan peradaban Timur. Yang dimaksud dengan peradaban Timur dan Barat adalah dalam artian kultural, bukan geografik (Albert Houraini, 1993 : 330).

Agar bangsa Mesir lebih maju, maka manifestasinya harus berorientasi ke, masa Mesir kuno dan pengadopsian bangsa Eropa. Eropa maju karena didependemsikan dari agama Kristen, bahkan tercerai dari belenggu dognatisme gereja Kristen (Harun Nasution, 1992 : 87). Dengan sterilnya sains Eropa dari dogma gereja, maka mentransfernya dan mengislamkannya lebih muda bagi orang Islam.

2. Gagasan Sekularisasi Dalam Bidang Pendidikan
Munculnya gagasan Thaha Husein di bidang pendidikan ini dilatar belekangi oleh rasa prihatin atas hasil-hasil yang dicapai Mesir khususnya bidang pendidikan. Hasil-hasil pendidikan pada masa itu belum mencapai hasil sebagaimana diharapkan. Hal ini dapat dilihat pada kondisi dan kenyataan bahwa tingkat kebutahurufan pada saat itu sangat tinggi.

Untuk meningkatkan intelektual umat Islam, Ia nampaknya menaruh harapan pada universitas. Menurut beliau universitas harus mencerminkan intelektualitas, keilmiahan dan memiliki metode analisis modern. Kemerdekaan intelektual dan kemerdekaan jiwa menurut Thaha Husein hanya bisa diperoleh melalui kemerdekaan ilmu dan teknologi (Syahrin Harahap, 1994 : 99). Kemerdekaan ilmu harus melirik dan mencontoh kepada negara-negara maju.
Untuk mendapatkan kemerdekaan ilmu dan intelektual maka beliau menggagaskan agar sistem pendidikan Mesir harus didasarkan pada sistem metode Barat sejak tingkat menengah sampai ke perguruan tinggi, demikian juga metode penelitiannya (Syahrin Harahap, 1994 : 293). Bahkan dalam tulisan G. H. Jansen disebutian bahwa Thaha Husein menasehatkan agar Mesir menggabungkan dri dengan Barat (G. H. Jansen, 1993 (terj.): 16)
.
Untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi pula, ia menyarankan bahwa perguruan tinggi tidak harus dikontrol oleh pemerintah, ia harus memiliki kebebasan mutlak, baik dari segi kebijakan finansial maupun dari segi metodologi kurikulum (Albert Hourani, 1993 : 337).

3. Gagasan Sekularisasi Dalam Bidang Politik
Menurut Thaha Husein, politik dan agama adalah dua hal yang terpisah. Politik adalah sesuatu dan politik juga adalah sesuatu yang lain. Hal ini ditegaskan oleh beliau bahwa peraturan tentang kepemerintahan dan pembentukan negara harus ditegakkan menurut konsepaksiologi ilmu pengetahuan dan kepentingan praktis tanpa menghiraukan pada konsep lain (Muhammad al-Bahiy, 1986 (terj.): 110).
Thaha Husein berpendapat bahwa Al-Qur’an tidak mengatur sistem pemerintahan secara umum maupun secara khusus. Dengan demikian pemerintahan Nabi di Madinah maupun khalipahnya bukan didasarkan pada wahyu, melainkan insani, dalam arti dibangun sesuai dengan kepentingan temporer sehingga tidak pantas jika dipandang sakral.

Menurut Thaha Husein antara dan politik terdapat pemisahan yang tegas dan sejarah telah membuktikannya bahwa ummat Islam tidak pernah membentuk negara berdasarkan Islam, melainkan dibentuk dengan kepentingan praktis. Thaha Husein mengambil gagasan politik dengan mengambil sistem demokrasi. Demokrasi menurutnya adalah kata yang menunjukkan arti kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (Syahrin Harahap, 1994 : 133)
Sistem demokrasi menurutnya lagi mampu untuk mewujudkan penegakan nilai-nilai yang harus dijunjung ummat manusia menurut pesan Al-Qur’an, yaitu keadilan, kebajikan, kejujuran, membantu kaum yang lemah dan melarang perbuatan yang tidak senonoh, tercela dan durhaka.

4. Gagasan Sekularisasi Dalam Bidang Agama
a. Kritik terhadap Sya’ir Jahiliyah
Setelah melalui penelitian kritis, ia menemukan bahwa sya’ir-sya’ir yang dianggap sebagai sya’ir Jahiliyah itu tidak merefleksikan perbedaan linguistik yang terdapat di Jazirah Arabiyah sebelum Islam menyatukannya atau seperti yang digambarkan al-Qur’an (Syahrin Harahap, 1994 : 133). Dengan demikian dapat dipahami dalam sya’ir-sya’ir itu konsistensi terhadap bahasa, gaya dan ide dengan kondisi jazirah Arabiyah yang pada masa itu belum bersatu dan hanya sedikit yang dapat disebut sebagai sya’ir Jahiliyah yang otentik.
Dalam hal ini secara filosofis beliau menggagaskan agar umat Islam tidak menganggap sakral bahasa dan sastra Arab terutama sya’ir jahiliyah dan juga tidak menganggap sakral penafsiran ulama-ulama dalam berbagai kajian-kajian keIslaman termasuk kehidupan pra-Islam, tetapi beliau mengajak agar umat Islam kembali mengingatkan diri pada ajaran dasar Islam selanjutnya melakukan ijtihad.


b. Kritik terhadap kisah dalam al-Qur’an
Taurat telah mengisahkan kita tentang Ibrahim dan Isma’il dalam taurat, demikian pula dalam al-Qur’an tidaklah menjamin keberadaan eksistensi keduanya secara historis. Kita terdorong untuk melihat keduanya didalam sejarah ini suatu fiksi untuk menetapkan perhubungan antara orang Yahudi dan orang Arab disatu pihak serta agama Islam dan agama Yahudi, al-Qur’an dan Taurat di pihak lain (Syahrin Harahap, 1994 : 164).
Beliau seorang Muslim tidak mengingkari keberadaan Ibrahim dan Isma’il dengan segala sesuatu yang terkandung di dalam al-Qur’an tentang keduanya. Akan tetapi, sebagai seorang ilmuwan, ia sangat ketat sehubungan dengan metode penelitian, ia tidak membenarkan keberadaan historisnya tanpa didukung oleh bukti-bukti ilmiah. Hal ini disebabkan karena menurut beliau bahwa peristiwa-peristiwa harus bisa ditangkap dengan mudah dari segi waktu dan tempat.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Bahiy, Muhammad. Al-Fikr al-Islam al-Hadits wa Siratuh bi al-Isti’mar al-Garbiyy, diterjemahkan oleh Su’adi Sa’ad dengan judul Pemikiran Islam Modern. Jakarta : Pustaka Panjimas, 1986.

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam.Cet.III; Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994.

Donohue, John J. & John L. Esposito. Islam in Transition, Moslem Perspektives, diterjemahkan oleh Machnun Husein dengan judul Islam dan Pembaharuan : Ensiklopedi Masalah-masalah, edisi I. Cet. V; Jakarta:PT. Raja Grafindo Perkasa.

Esposito, John L. (ed). Islam and Development: Religion and Socio-Political Change, diterjemahkan oleh A. Rahmani Zainuddin dengan judul Identitas Islam: Pada Perubahan Sosial Politik. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.

Harahap, Syahrin, Al-Qur’an dan Sekularisasi: Kajian Kritis Terhadap Pemikiran Thaha Husein. Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.

Hourani Albert, Arabic Though in Liberal Age (1798-1939).Cambridge University Press, 1993.

Jameelah, Maryam & Margareth Marcus. Islam dan Modernism, diterjemahkan oleh A.Jainuri dengan judul Islam dan Modernisme. Surabaya: Usaha Nasional, t.th.

Jansen, G.H. Militant Islam, diterjemahkan oleh Ahamadi Sadali dengan judul Islam Militan. Bandung: Pustaka, 1994.

Majid, Nurcholis. Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.

Nasution, Harun. Islam Rasional. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.



Read More
Published Februari 05, 2012 by with 0 comment

TANZIMAT (Piagam Gulhane dan Humayun)

 TANZIMAT  
(Piagam Gulhane dan Humayun)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada permulaan tahun 1800 M dan seterusnya, dalam sejarah Islam disebut periode modern diberbagai wilayah dunia Islam, seperti di Mesir, India, Pakistan, Turki dan juga Indonesia mucul gerakan-gerakan pembaharuan. Karena itu, dikalangan para ahli ada yang mengatakan bahwa periode modern ini merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Pada periode ini dikerajaan Turki Usmani telah muncul gerakan-gerakan pembaruan yang masing-masing memiliki riwayat tersendiri. Salah satu diantaranya gerakan-gerakan yang dimaksud adalah gerakan Tanzimat, gerakan ini adalah suatu generasi pelanjut dari ide-ide Sultan Mahmud II.

Gerakan Tanzimat ini sangat menarik untuk dibahas menyangkut eksistensinya sebagai suatu gerakan pembaharuan.

B. Batasan Masalah 
Sehubungan dengan hal di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian Tanzimat dan latar belakang timbulnya?
2. Siapa-siapa yang termasuk tokoh Tanzimat dan bagaimana ide pembaharuan mereka?
3. Bagaimana isi piagam Gulhan dan piagam Humayun?
4. Bagaimana pembaruan di zaman Tanzimat dan bagaimana kritik yang timbul terhadapnya?

----------------
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tanzimat
Kata Tanzimat adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu yang bentuk masdar dari kata nazzama yang mengandung arti mengatur, menyusun, dan memperbaiki. Dalam bahasa Inggris adalah regulation yang berarti peraturan.
Dalam bahasa Turki, kata Tanzimat dikenal dengan nama Tanzimat-I Khairiye, dipahami sebagai gerakan pembaruan di Turki yang diperkenalkan ke dalam sistem birokrasi dan pemerintahan Turki Usmani. Kata tersebut mengandung arti mengatur, menyusun dan memperbaiki. Pada periode ini banyak diterbitkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk memperlancar proses pembaharuan. Jadi Tanzimat adalah mengatur, menyusun, memperbaiki atau pengagaan peraturan.

B. Latar Belakang Timbulnya Tanzimat.
Timbulnya Tanzimat sebagai suatu gerakan pembaharuan dilatarbelakangi oleh timbulnya antara lain:
  1. Desakan Eropa kepada kerajaan Usmani untuk mengayomi warga Eropa yang ada dibawah kekuasaan Turki Usmani.
  2. Diberlakukannya hukum fikih yang menetapkan hukuman mati bagi orang Eropa yang berada di dalam kekuasaan Turki Usmani yang murtad.
  3. Para tokoh Tanzimat ingin membatasi kekuasaan Sultan yang absolut karena mereka telah dipengaruhi oleh Revolusi Prancis ketika belajar di Barat. 

Selain ketiga faktor tersebut di atas yang merupakan faktor timbulnya Tanzimat adalah diadakannya pembaruan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaruan selanjutnya di kerajaan Turki Usmani pada abad ke-19 (ke sembilan belas) dan abad ke-20 (ke dua puluh). Dengan demikian, Tanzimat dapat dipahami sebagai lanjutan dari usaha-usaha pembaharuan yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II.

C. Tokoh-tokoh Tanzimat dan Pemikiran Mereka
Tokoh-tokoh yang penting dan terkenal dengan ide-ide pembaruan, adalah; Mustafa Rasyid Pasya, Mahmud Sadik Rifat Pasya, Mustafa Sami, Ali Pasya dan Fuad Pasya. Untuk lebih jelasnya bagaimana pemikiran, riwayat singkat setiap tokoh tersebut akan dibicarakan di bawah ini.

1. Mustafa Rasyid Pasya
Mustafa Rasyid Pasya lahir di Istambul tahun 1800 adalah pemuka utama pembaruan di zaman Tanzimat. Dalam banyak hal, ia sering disebut sebagai arsitek pembaruan abad ke-19 (ke sembilan belas) di Turki, pokok-pokok pikirannya yang dilontarkan adalah bahwa kemajuan Eropa sebenarnya disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dijunjung tingginya toleransi umat beragama, terlepasnya sekat-sekat agama dalam prikehidupan, menjunjung tinggi pendidikan yang universal antara pria dan wanita.

2. Mustafa Sani
Mustafa Sani meskipun tidak diketahui secara jelas tentang riwayat hidupnya, namun menurut Harun Nasution, bahwa Mustafa Sani sama halnya dengan Mustafa Rasyid Pasya, ia juga pernah berkunjung ke Eropa dan mempunyai pengaruh pada pembaruan di zaman Tanzimat. Nampaknya ia mempunyai pemikiran yang sama dengan Mustafa Rasyid Pasya. Menurutnya Eropa bisa maju disebabkan perhatiannya yang cukup besar terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai toleransi beragama, tidak terputusnya kebudayaan baru dengan kebudayaan lama, Eropa sangat menjunjung tinggi pendidikan dalam semua lapisan masyarakat luas. Oleh karena itu, Mustafa Sani sangat yakin bahwa apabila Turki ingin maju, maka ia harus meniru sebagaimana apa yang terjadi di Eropa.

3. Mahmud Sadik Rifai Pasya (1807-1856 M)
Mahmud Sadik Rifai Pasya setelah selesai dari pendidikan Madrasah, ia melanjutkan pelajaran di sekolah sastra yang khusus diadakan untuk calon-calon pegawai Istana. Pada tahun 1834 ia diangkat menjadi pembantu Menteri Luar Negeri. Tiga tahun berikutnya ia diangkat menjadi Duta Besar di Wina. Kemudian ketika ia mendirikan Dewan Tanzimat ia sendiri terpilih menjadi ketuanya. Ide-ide pembaharuannya adalah: Turki hanya dapat mencapai peradaban modern Barat bila dapat menciptakan suasana damai dan menjalani hubungan baik dengan negara-negara barat, kemudian menciptakan keamanan dan ketertiban dalam negeri dan membatasi kekuasaan absolut Sultan agar ia tidak berbuat sekehendak hatinya.

4. Ali Pasya (1815-1817 M) dan Fuad Pasya (1815-1869).
Ali Pasya dan Fuad Pasya, keduanya adalah murid dari Mustafa Rasyid Pasya. Mereka dikenal sebagai tokoh pembaruan di zaman Tanzimat pasca Piagam Humayun. Sebelum diangkat menjadi Menteri Luar Negeri pada tahun 1852, Fuad Pasya selalu dikirim ke Eropa untuk bekerja pada perwakilan kerajaan Turki Usmani. Ia bersama temannya Ali Pasya dalam upaya pembaruan yang dilakukannya terutama proses hukum-hukum baru diseluruh wilayah Turki. Penyempurnaan hukum pidana, pertamalah dan sebagai langkah untuk menegakkan kemajuan-kemajuan seperti negara Eropa. Selain itu mereka melakukan pembaruan dibidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Galatasay pada tahun 1868 yang mengajarkan pengetahuan umum bahasa asing dan bahasa Perancis.

D. Piagam Gulhane dan Piagam Humayun
1. Piagam Gulhane
Ide pembaruan yang dilontarkan oleh tokoh Tanzimat mendapat tanggapan positif dari penguasa. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya sebuah Dekrit yang dikenal dengan nama Hatta-i Syarif Gulhane atau piagam Gulhane oleh Sultan Abd. al-Majid. Disebut piagam Gulhane, karena dihubungkan dengan nama sebuah penelitian khusus dalam sebuah istana yang terletak di atas laut Marmara di pinggir kota Istambul, karena di tempat inilah dekrit tersebut diumumkan oleh Sultan Abd. al-Majid pada tanggal 3 Nopember 1839 M. bertepatan dengan 26 Sya’ban 1255 H.

Piagam ini menjelaskan bahwa pada masa permulaan kerajaan Usmani syari’at dan undang-undang negara dipatuhi dan oleh karena itu kerajaan menjadi besar serta kuat dan rakyat hidup dalam kemakmuran. Tetapi pada masa seratus lima puluh tahun terakhir syari’at dan undang-undang tidak diperhatikan lain, akibatnya kemakmuran rakyat hilang digantikan oleh kemiskinan dan kebesaran negara lenyap dan ditukar oleh kelemahan.
Ada tiga hal yang merupakan dasar untuk perubahan tersebut antara lain:
1) Terjaminnya ketentraman hidup harta dan kehormatan warga negara
2) Peraturan mengenai pengaturan pajak dan juga termasuk peraturan menyangkut kewajiban dan lamanya Dinas Militer.
Disamping itu, ada sejumlah ketentuan yang dipahami sebagai isi dari piagam Gulhane adalah:
a) Orang tertuduh akan diadili secara terbuka dan sebelum ada putusan pengadilan pelaksanaan hukuman mati dengan racun atau jalan lain tidak dibolehkan.
b) Pelanggaran terhadap kehormatan seseotang tidak diperkenankan dan hak milik terhadap harta dijamin, serta setiap orang mempunyai kebebasan terhadap harta yang dimilikinya.
c) Ahli waris dari yang kena hukum pidana tidak boleh dicabut haknya untuk mewarisi dan demikian pula harta yang kena hukum pidana tidak boleh disita.
d) Semua pegawai kerajaan akan menerima gaji sepadam dengan tugasnya dan oleh karena itu dikeluarkan undang-undang keras terhadap korupsi.
e) Seluruh pungutan di luar pajak akan segera dihapus, sistem rekruitmen dalam tubuh angkatan bersenjata diperbarui.
f) Seluruh uamt beragama, baik muslim maupun non muslim akan berada dalam kedudukan yang sama dihadapan hukum.
g) Keanggotaan Majlis Ahkam-i Adliye yang bertanggung jawab atas pelaksanaan hukum akan bertambah.

Atas dasar piagam ini terjadi pembaharuan-pembaharuan pada berbagai institusi kemasyarakatan kerajaan Usmani yaitu dibidang hukum, kodifikasi hukum dimulai dan sebagai sumber hukum disamping syariat dipakai pula sumber-sumber di luar agama di antaranya hukum Barat, yaitu hukum pidana baru dan hukum dagang baru, didirikan mahkamah-mahkamah baru untuk urusan pidana dan sipil di bidang pemerintahan dengan mengajak rakyat memberikan pendapat tentang soal-soal negara dan administrasi, wakil-wakil rakyat dari daerah-daerah diundang ke Istambul.

Di bidang keuangan yaitu dengan mendirikan Bank Usmani pada tahun 1840, mata uang lama ditarik dari peredaran untuk diganti dengan mata uang baru dengan memakai sistem desimal.
Dibidang pendidikan umum dilepaskan dari kekuasaan kaum ulama dan diserahkan kepada kementrian pendidikan yang dibentuk tahun 1847.

2. Piagam Humayun
Piagam ini diumumkan pada tanggal 18 Februari 1856 M. yang lebih banyak mengandung pembaruan terhadap kedudukan orang Eropa yang berada di bawah kekuasaan, kerajaan Turki Usmani. Tampaknya piagam ini diadakan atas desakan negara-negara Eropa pada kerajaan Turki Usmani yang menginginkan ada persamaan hak antara orang Islam dan non Islam di Turki Usmani pada saat itu. Tujuannya adalah untuk memperkuat jaminan-jaminan yang telah tercantum dalam piagam Gulhane, isi piagam tersebut adalah:
  • Masyarakat Kristen dan non Islam lainnya dibolehkan mengadakan pembaruan yang mereka perlukan misalnya mendirikan rumah peribadatan masing-masing, sekolah-sekolah, rumah sakit dan memiliki tanah-tanah pemakaman.
  • Semua perbedaan yang timbul karena berlainan agama, bahasa dan bangsa harus dihapuskan dan seluruh rakyat dapat menjadi pegawai kerajaan Turki Usmani, tanpa diskriminasi.
  • Kebebasan beragama dijamin dan paksaan untuk mengubah agama dilarang.
  • Perkara yang timbul antara rakyat yang berbeda agama akan diselesaikan oleh Mahkamah campuran dan Undang-undang yang akan dipakai dalam mahkamah ini segera akan disusun.
  • Rakyat yang beragama Kristen dan non Islam lainnya diperbolehkan masuk Dinas Militer.
  • Orang asing diberi hak untuk memiliki tanah dalam wilayah kerajaan Turki Usmani.
  • Perbedaan besarnya pajak yang dipungut dari rakyat dihapuskan karena itu pajak bagi rakyat Islam dan bukan Islam akan sama besarnya.
  • Bagi kerajaan Turki Usmani akan diadakan anggaran belanja tahunan, pembukaan bank-bank asing, pengagaan undang-undang perdagangan.
  • Penghapusan hukum mati bagi orang murtad.
  • Pemasukan anggota-anggota bukan Islam ke dalam dewan hukum. 

E. Pembaharuan di Zaman Tanzimat dan Kritikan yang timbul
1. Pembaruan di zaman Tanzimat
Zaman Tanzimat berlangsung dari tahun 1839 M. sampai dengan tahun 1876 M, berarti selama 37 tahun itu dalam kerajaan Turki Usmani telah terjadi sejumlah perubahan yang dapat dipandang sebagai realitas pembaruan, yang ditimbulkan oleh gerakan Tanzimat dengan meliputi, bidang hukum, pemerintahan, keuangan, pendidikan, administrasi dari perdagangan.

2. Kritik terhadap pembaruan Tanzimat.
Pembaharuan di zaman Tanzimat mendapat kritikan dari kaum intelegensia kerajaan Turki Usmani. Hal-hal yang dikritik kaum intelegensia adalah sekitar kedua piagam yang menjadi dasar pemburuan Tanzimat dan sikap pro Barat yang dianut pemuka-pemuka Tanzimat, dan sikap otoriter dan menteri-menterinya dalam melaksanakan pembaruan Tanzimat.

--------------
BAB III
Kesimpulan

  1. Tanzimat mengandung pengertian mengatur, menyusun dan memperbaiki serta pengadaan peraturan Tanzimat adalah suatu gerakan pembaruan di kerajaan Turki yang berlangsung selama 37 tahun.
  2. Tokoh-tokoh Tanzimat pada umumnya adalah pejabat tinggi kerajaan Turki Usmani dan menyaksikan secara langsung kemajuan di Barat. Karena itu ide-ide dan usaha-usaha pembaruan yang dilaksanakannya banyak meniru barat.
  3. Piagam Gulhane dan Humayun pada dasarnya memuat toleransi dan ajaran persamaan serta jaminan warga Turki, baik muslim maupun non muslim dan sekaligus dasar pembaruan Tanzimat dan kaum intelegensi melakukan kritik terhadap kedua piagam tersebut.
  4. Pembaruan di zaman Tanzimat meliputi: bidang hukum, bidang pemerintahan, bidang keuangan, bidang pendidikan, bidang administrasi dan bidang perdagangan.

------------------------
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5. Cet. 3; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.

Mughni, Syafiq A. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. Cet.I; Jakarta: Logos, 1999.

Nasution, Harun . Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Sani, Abd. Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Islam. Cet. I; Jakarta: Grafindo Persada, 1998.

al-Syantanawiy, Ahmad. dkk. Dairah al-Ma’arif al-Islamiyah, Jilid V. t.Cet; Al-Maniah al-Injilisiyah wa al-Faransiyah, t.t.

Wojowasito dan WJS. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. t. cet; Jakarta: Hasta, 1992.


Read More
Published Februari 04, 2012 by with 1 comment

USMANI MUDA (Konstitusi 1876)

.USMANI MUDA (Konstitusi 1876)

BAB I
 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sejarah jika dilihat sepintas lalu, ia tidak akan lebih hanya rekaman peristiwa masa lampau. Tinjauan semacam ini tidak akan dapat memberikan sebuah kritisasi. Oleh karena itu menurut Ibnu Khaldun (1333-1406) sejarah harus dilihat dari sisi dalamnya yakni:
“Sejarah adalah suatu penalaran kritis dan usaha yang cermat untuk memberi kebenaran suatu penjelasan yang cerdas tentang sebab-sebab dan asal-usul segala sesuatu; suatu pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana dan mengapa peristiwa itu terjadi”.

Gerakan Usmani Muda yang terjadi di kerajaan Turki Usmani yang telah menghiasi lembar-lembar sejarah peradaban Islam, patutlah mendapat penyimakan kritis, sejuta makna dari peristiwa-peristiwa tersebut jika terkuak, pastilah memberikan gagasan-gagasan dan ide-ide cemerlang untuk menciptakan perjalanan peristiwa masa depan.

Usmani muda adalah sebuah kelompok cendekiawan yang berusaha untuk merubah tradisi-tradisi lama yang terdapat di kerajaan Turki Usmani. Dan salah satu usahanya adalah menuangkan ide-ide pemikiran dalam institusi kerajaan. Ada beberapa ide Usmani Muda yang sempat di institusikan dalam beberapa pasal, namun pada akhirnya Sultan tidak menghiraukan beberapa pasal tersebut yang dianggapnya sebagai sebuah pengkerdilan kekuasaan.

B. Permasalahan
Dari latar belakang tersebut dapatlah penulis mengambil beberapa permasalahan tentang:
a. Latar belakang Usmani Muda
b. Tokoh-tokoh Usmani Muda dan Gagasan-gagasan serta Corak pemikirannya
c. Hambatan-hambatan yang dialami oleh Usmani Muda.

---------------
BAB II
II. PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Munculnya Usmani Muda
Pada masa Usmani muda terjadi periode reorganisasi (Tanzimat) yang berlangsung dari tahun 1876. Masa Tanzimat ini telah mengantarkan Turki Usmani kepentas kemajuan yang sangat pesat. Namun pada akhir Jenissari, melemahnya posisi ulama dan dengan penerapan program reformasi, kekuatan politik di dalam masyarakat Usmani berpindah ke kalangan birokrat dan elit yang baru tersebut di dominasi oleh unsur-unsur barat. Kelompok ini dikepalai oleh Mustafa Rasyid Pasya (1800-1858).

Bahkan pada dekade 1860-an Tanzimat juga melahirkan oposisinya sendiri. Meskipun “kelas” baru menduduki sejumlah jabatan pemerintahan. Namun alumni sekolah menengah dan sekolah profesional, kalangan birokrat dari kalangan menengah dan putra-putra keluarga miskin yang menyadari karir mereka terhalang oleh keserakahan generasi yang lebih tua, mengalihkan energi mereka ke bidang kepustakaan, dengan menjadi pujangga penulis, jurnalis dan editor dalam persurat kabaran pihak oposisi.

Dan yang paling disesalkan lagi adalah pemerintahan kekuasaan Sultan yang sangat absolut dan otoriter, mengakibatkan terciptanya dinamika kehidupan yang eksklusif atau timbullah gerakan-gerakan Usmani Muda. Usmani muda adalah sebuah perkumpulan golongan cendekiawan kerajaan Usmani yang banyak menentang kekuasaan absolut Sultan. Pada awalnya ia merupakan sebuah gerakan bawah tanah yang didirikan pada tahun 1865, bertujuan mengubah pemerintahan absolut kerajaan Usmani menjadi pemerintahan yang berdasarkan konstitusi. Setelah gerakan ini tercium dan diketahui aktifitasnya oleh pemerintah, sebagian dari pemukanya berusaha melarikan diri dari Turki menuju Eropa. Di sanalah gerakan ini mendapat gelar Usmani Muda. Sementara Niyazi Berkez, salah seorang penulis yang pernah menjadi guru besar di Islamic Studies, McGill University (Canada), menyatakan bahwa gerakan ini mempunyai beberapa nama antara lain : Pembela syariat (Muhafa-I Seriat) dan pejuang (Fedais).


B. Tokoh-Tokoh Usmani Muda dan Gagasan-Gagasan serta Corak Pemikirannya.
Tokoh-Tokoh Usmani Muda
1. Ziya Pasya
Salah satu pemikir Usmani Muda adalah Ziya Pasya (1825-1880). Anak seorang pegawai kantor cukai Istambul. Setelah menyelesaikan pada sekolah Suley Maniye yang di dirikan Sultan Mahmud II untuk diangkat menjadi pegawai pemerintah selagi berusia muda atas usaha Mustafa Rasyid Pasya. Ia pada tahun 1854 diterima menjadi sekretaris Sultan. Untuk keperluan tugas baru ini ia mulai mempelajari bahasa Perancis, sehingga Ia dapat menguasainya dan dapat menterjemahkan buku-buku Perancis kedalam bahasa Turki. Permusuhan dengan Ali Pasya membuat ia terpaksa pergi ke Eropa di tahun 1867 dan tinggal di sana selama 5 tahun.

Agar dapat digolongkan dalam kumpulan negara yang maju, kerajaan Usmani, demikian pendapatnya Ziya Pasya harus memakai sistem pemerintahan konstitusional. Negara Eropa maju karena disana tidak terdapat lagi pemerintahan absolut kecuali di Rusia, bahkan Rusia pun telah mulai mengarah kepada pemerintahan konstitusional. Karena kerajaan Usmani dipandang masuk dalam keluarga negara-negara Eropa, tidaklah pada tempatnya kalau kerajaan Usmani mempunyai sistem pemerintahan yang berlainan dengan seluruh Eropa.
Barat dalam segala-galanya. Sebagai orang yang kuat berjiwa Islam , ia menentang pendapat yang telah mulai banyak tersiar diwaktu itu, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Islam merupakan penghalang bagi kemajuan.

2. Namik Kemal.
Namik Kemal lahir di Rhodosto pada tanggal 21 Desember 1840 bertepatan dengan 26 Syawal 1256 dan wafat 2 Desember 1888 di Mytilene. Namik Kemal adalah seorang penyair utama Turki, tokoh utama Turki modern dan pencipta bahasa modern, dalam sejarah sastra Turki. Karyanya dibidang sastra banyak dipengaruhi oleh Shinasi dengan tokoh utama Ibrahim Shinasi Efendi, sebuah kelompok penyair Turki modern. Pergaulannya dengan Ibrahim Shinasi akhirnya merubah pola-pola penyairannya dari imitasi tradisional menjadi bernafaskan barat. Selain itu, dikemudian hari ia menjadi editor surat kabar berbahasa Turki Taswir Efkar (gambaran pemikiran) setelah Ibrahim pergi ke Paris tahun 1864. Taswir bertujuan untuk melakukan pencerahan dibidang politik, Kesusastraan dan ilmu pengetahuan berbahasa Turki, yang kemudian hari menjadi tempat menyuarakan aspirasi politik Usmani Muda.

Keterlibatannya dalam gerakan politik berawal dari ketika ia bergabung komite Usmani Muda yang didirikan oleh pihak pemerintah, ia bersama Ziya Pasya, Nuri, Rifa’at dan Ali Su’awi meninggalkan Turki dan pergi ke London guna meneruskan perjuangan. Di London ia menerbitkan surat kabar Mukhbir yang kemudian diganti dengan nama Hurriyet ketika basis perjuangan mereka berpindah ke Paris. Edisi pertama Mukhbir diterbitkan pada tanggal 31 Agustus 1867. Setelah perdana menteri Ali Pasya wafat, ia kembali ke Istambul dan menerbitkan surat kabar Ibret yang menjadi corong perjuangan kelompok Usmani muda.

3. Madhat Pasya
Madhat Pasya (1822-1884 M), termasuk pembaharu politik daulah Usmaniyah. Dialah yang berjasa menggulingkan Sultan Abdul Aziz. Setelah diangkat menjadi perdana menteri pada masa Sultan Abdul Hamid, dia mengumumkan undang-undang yang baru diberlakukan. Undang-undang itu mengikut sertakan semua warga negara dalam urusan pemerintahan tanpa membedakan antar unsur atau agama apapun. Dialah yang berusaha memasukkan berbagai perbaikan yang memungkinkan negara menghirup nafas segar kembali dan menyingkirkan segala bentuk kerusakan yang melanda seluruh negeri. Sayangnya, dia menganggap enteng serangan balik dan orang-orang yang hendak menghalang-halangi pembaharuan yang sedang dilakukannya. Akhirnya dia dikucilkan, dihukum, dibuang dan dibunuh ditempat pembuangannya.

Menurutnya perbaikan apapun di Daulah Usmaniyah harus berdasarkan azas hukum demokrasi seperti yang berlaku di Inggris atau Perancis. Mau tidak mau harus dibuatkan undang-undang dan dibentuk MPR yang mewakili semua unsur yang ada dalam negara itu atau seluruh wilayah yang ada. Dengan demikian, umat dapat menegakkan hukumnya sendiri, bukan Sultan yang menegakkannya dengan kemauannya sendiri atau hanya orang-orang yang dekat kepada Sultan yang dapat diperhatikan kepentingannya. Dengan undang-undang semua penguasa disetiap wilayah bertanggungjawab didepan parlemen atau didepan umat, sehingga mereka terpaksa melakukan keadilan dan melaksanakan perbaikan dimana-mana. Jika tidak, mereka akan diadili dan diberi sanksi. Hampir semua negara Eropa menjalankan bentuk pemerintahan seperti itu, seperti yang dilakukan Daulah Usmaniyah. Negara tidak dapat diselamatkan kecuali dengan menerapkan azas demokrasi dan prinsip kebebasan yang diberikan sepenuhnya kepada umat. Selain itu, negara mesti menghidupkan jiwa mereka, mengembalikan hak-hak individu, menghormati kepribadian mereka, dan melaksanakan keadilan. Tanpa kebebasan, rakyat akan dicengkram perasaan takut. Mereka akan kehilangan kejantanan, bermental budak, yang hina dan lemah, sehingga yang mereka pikirkan hanya makanan dan pakaian, serta hal-hal yang nafsu mereka dengan jalan yang hina.

Menurutnya apa yang sedang terjadi di Daulah Usmaniyah tidak jauh berbeda dengan Islam. Islam menganjurkan dibentuknya wadah musyawarah (syura) yang disebut oleh Barat sebagai parlemen. Islam menganjurkan Amar Ma’ruf Dan Nahi Munkar, pada saat yang sama Barat menempatkan disetiap kota yang maju bentuk kebebasan pers yang diperbolehkan mengkritik, kebebasan individu untuk menulis dan kebebasan masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam hal ini tidak seorang pun yang bisa bebas dari kritik, tidak juga pemerintah, Sultan, ataupun Gubernur. Semua orang akan dinilai dan didudukkan sesuai dengan pandangan rakyat secara umum dan kebebasan mereka dalam memberikan kritik. Inilah yang dinamakan oleh al-Qur’an Saling memberikan nasihat dalam kebenaran”.
Sayangnya, Madhat gagal menumpahkan pemikiran yang memenuhi otaknya karena Sultan melihat bahwa perbaikan dalam bidang politik akan menghalangi kehendaknya. Begitu pula para tokoh agama memandang bahwa penerapan pembaharuan untuk menuju kemodernan dianggap bertentangan dengan agama Islam. Padahal rakyat asing melihat bahwa persamaan hak akan mengakhiri zaman kejayaan mereka. Negara-negara asing memandang bahwa penungkatan ekonomi merupakan bahaya yang mengancam kewibawaan mereka. Akan tetapi orang-orang terutama para tokoh negara yang biasa meraih kekayaan yang melalui kezaliman, beranggapan bahwa akan menjadi miskin karena diterapkannya keadilan. Mereka mengabaikan Madhat, membiarkan undang-undangnya dan mengembalikan suasana dalam negeri seperti keadaannya semula.

Kekejaman yang dilakukan orang kepadanya ketika dia ditangkap, meninggalkan bekas yang sangat dalam dihati para pendukung perbaikan kondisi negara. Hal itu telah mencegah bibit revolusi, revolusi yang menilainya dapat menggulingkan Sultan Abdul Hamid, memorak-porandakan sistem kesultanan dan kekhalifahan yang pada gilirannya dapat menyatukan orang-orang pemerintah dengan agamawan yang diperjuangkan oleh Madhat.

Gagasan-Gagasan dan Corak Pemikiran Usmani Muda
Adapun gagasan-gagasan pemikiran yang sangat dominan dalam perjuangan Usmani Muda yang menjadi polemik dan menciptakan problematika besar dalam pemerintah adalah konstitusi yang ditandatangani oleh Sultan Abdul Hamid pada tanggal 23 Desember 1876.
Konstitusi 1876 dapat dilihat dari hak-hak serta kekuasaan Sultan. Menurut pasal 3, kedaulatan terletak pada tangan Sultan, jadi bukan ditangan rakyat sebagaimana yang terdapat dalam paham kenegaraan Barat. Paham kedaulatan terletak pada diri Sultan adalah sesuai dengan paham yang terdapat dalam Islam, bahwa segala kedaulatan berada pada Tuhan sebagai pencipta dan pemilik alam semesta. Kedaulatan alam prakteknya di dunia dipegang oleh Khalifah yang mengganti Nabi Muhammad saw., dalam mengepalai umat Islam. Sultan Turki, selain mempunyai kedudukan Sultan juga mempunyai kedudukan Khalifah. Sedangkan menurut pasal 4 menyebutkan bahwa Sultan juga menpunyai sifat suci dan tidak bertanggungjawab tentang perbuatannya. Hal-hal yang menurut pasal 7 antara lain yaitu:
  • Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri,
  • Mengadakan perjanjian Internasional,
  • Mengumumkan perang,
  • Mengadakan damai dengan negara-negara lain,
  • Membubarkan parlemen.
Kemudian menurut pasal 54 rencana undang-undang baru dapat menjadi undang-undang kalau sudah disetujui oleh Sultan. Pasal 113 lebih lanjut memberi kekuasaan untuk mengumumkan keadaan darurat jika hal demikian dipandang perlu. Menurur pasal 113 ia juga mempunyai kekuasaan untuk menangkap dan mengasingkan orang-orang yang dianggap berbahaya bagi keamanan negara.

Dari penjelasan diatas nyatalah bahwa Sultan masih mempunyai kekuasaan besar, pembatasan kekuasaan absolut seperti yang dikehendaki Usmani Muda tidak banyak berhasil. Pasal-pasal yang tercantum dalam undang-undang 1876 disamping itu, tidak semuanya mengandung pengertian tegas. Pasal 7 umpamanya, menyebut hak-hak Sultan tetapi tidak ada penegasan bahwa hanya itulah hak-hak yang dimilki Sultan. Pasal 54 menyebut bahwa rencana undang-undang perlu mendapat persetujuan Sultan, tetapi tidak dijelaskan bagaimana keadaannya kalau undang-undang tertentu ditolak Sultan, dan sebagai gantinya ia keluarkan keputusannya sebagaimana hal-hal dimasa lampau, tidak ada penegasan bahwa keputusan demikian tidak dapat menjadi undang-undang.

Pasal 113 betul-betul merupakan pukulan berat bagi Usmani Muda, karena dengan memakai pasal inilah Sultan Abdul Hamid beberapa tahun kemudian mengangkat Madhat Pasya beberapa temannya untuk kemudian dikirim ketempat pengasingan. Pemuka-pemuka Usmani Muda menentang pemasukan pasal 113 ini kedalam undang-undang dasar, tetapi Sultan Abdul Hamid memasukkannya sebagai syarat untuk dapatnya konstitusi itu diterima dan diumumkan.
Pembentukan sistem kabinet yang tidak lagi bertanggungjawab kepada Sultan, tetapi kepada parlemen sebagai yang diinginkan Usmani Muda juga tidak berhasil. Pasal 27 hanya menyebutkan bahwa perdana menteri dan Syaikh al-Islam akan dilantik oleh Sultan. Dengan demikian sistem sebenarnya tidak ada, dan perdana menteri hanya mempunyai Primus Inter pares. Menteri-menteri akan tetap memegang posnya masing-masing, selama masih mendapat kepercayaan Sultan. Parlemen dapat memanggil menteri, dapat mengirim wakil sebagai ganti atau dapat menunda kehadirannya didepan parlemen untuk masa yang tidak tertentu.

Alasan yang dipakai untuk menangkap Madhat Pasya dan untuk membubarkan parlemen adalah negara dalam keadaan bahaya karena pecahnya perang dengan Rusia. Semenjak itu sampai revolusi 1908 dibawah pimpinan Turki Muda, Sultan Hamid memerintah sebagai seorang otokrat, tetapi otokrat yang mempunyai dasar konstitusi.

C. Hambatan-Hambatan Yang dialami Oleh Usmani Muda
Diantara hambatan-hambatan yang dialami oleh Tokoh-tokoh Usmani Muda yang sangat berarti dalam memperjuangkan konsep pembaharuan yang mereka tawarkan adalah:
  • Dukungan dari kaum terpelajar Barat dan kalangan yang ekonomi tinggi relatif belum mapan.
  • Ide pembaharuan yang mereka canangkan masih terlalu tinggi dan belum dapat terjangkau dan dipahami masyarakat Turki.
  • Ide pembaharuan yang mereka canangkan belum tersosialisasi keseluruh lapisan masyarakat bawah.
  • Ide konstitusi merupakan desakan kaum intelejensia semata, bukan desakan masyarakat.
  • Para tokoh-tokoh Usmani Muda berhasil diamankan oleh pihak pemerintah dengan dalil negara dalam kondisi darurat.
  • Setelah tokoh-tokoh tersebut diamankan, kalangan masyarakat tidak memunculkan suatu reaksi atau tindakan sebagai tuntunan kepada penentang agar tokoh-tokoh Usmani Muda ini segera dibebaskan, melainkan mereka hanya bersifat fasif.
  • Deklarasai Gulkhane dan deklarasi Humayyun yang keduanya merupakan inspirasi program Tanzimat, mengisyaratkan bahwa Sultan masih memiliki kekuasaan besar, sehingga konstitusi 1876 dapat dianggap sebagai anugerah Sultan.

-----------------
BAB III
III. PENUTUP

Adapun yang menjadi kesimpulan dari pembahasan Usmani Muda ini adalah sebagai berikut:
  1. Timbulnya Usmani Muda dan gerakannya, karena dilatar belakangi oleh ketidakadilan dan keabsolutan kekuasaan.
  2. Tokoh-tokoh Usmani Muda adalah Ziya Pasya, Namik Kemal dan Madhat Pasya yang corak pemikirannya dapat terlihat pada gagasan mereka untk menciptakan Turki Usmani menjadi Negara yang maju dan demokratis.
  3. Hambatan-hambatan yang merintangi perjuangan Usmani Muda dapat disimpulkan dengan kurangnya dukungan masyarakat baik dari kalangan elit maupun masyarakat kelas papan bawah.
------------------------------


DAFTAR PUSTAKA

A..Mugni, Syafiq, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, Cet. I; Jakarta: Logos, 1997.
Al-Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994.
Amin, Ahmad Husayn, Al-Mi’ah al-A’zham Fi Tarikh al-Islam diterjemahkan oleh Bahruddin Fanni dengan judul Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, Cet. I; bandung: Remaja Rosdakarya, 1995.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid V, Cet. III; Jakarta: PT. Interinasa, 1994.
Muhaimin et.al. Dimensi-Dimensi Studi Islam, Cet. I; Surabaya: Karya Aditama, 1994.
M. Lapidus, Ira, A History of Islamic Societies, diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi, dengan judul Sejarah Sosial Ummat Islam, Cet. I; jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet. IX; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992.

Read More
Published Februari 01, 2012 by with 0 comment

Pulau Ular


Setelah lama bercerita banyak hal, mulai dari saling tanya-tanya asal, kerja dimana, kerja apa, sudah berkeluarga apa belum, berapa anak dan lain-lain, akhirnya keluar pertanyaan dari seoarang rekan kuliah yang lain "apa kamu tau, dimana pulau ular di Bima? iya, jawabku, kurang lebih 20 km dari rumah saya. tepatnya di Kecamatan Wera Desa Pai. Desa yang berbatasan dengan Desa pada Kecamatan Sape, Sape tempat saya tinggal. Kemudian teman ini semakin penasaran dan meluncurkan pertanyaan lebih banyak lagi, tentu saja saya pun menjawab sesuai dengan apa yang pernah saya lihat dan saksikan.
Namun maaf, tidak saya ceritakan pada posting ini, sebab telah digambarkan cukup detail oleh seorang blogger bima - Gaelby, pada blognya Kabupaten Bima Timur, Pesona pulau ular di Kabupaten Bima Timur
Read More
Published Januari 30, 2012 by with 0 comment

MUSTAFA KEMAL ATTATURK ( Negara Republik Sekuler )

 MUSTAFA KEMAL ATTATURK 
( Negara Republik Sekuler )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembaharuan pemikiran aliran modern dalam Islam mulai dikenal sekitar abad ke-19. Aliran-aliran ini diperkenalkan di belahan dunia Islam sehingga banyak di antara kaum muslimin terperangkap diantara dua persfektif, pertama adalah kepercayaan dikalangan tradisional bahwa agama seharusnya yang menentukan karakter organisasi politik dan hukum islam yang menyediakan standar dan petunjuk yang dipelukan masyarakat. Kedua, preferensi kalangan sekuler muslim terhadap konsep dan lembaga politik barat.
Perkembangan modernisasi di Turki yang semakin melaju ke depan dengan membawa beraneka ragam visi sesuai dengan kepentingan yang melatarbelakanginya. Pada gerakan sebelumnya dikenal dengan adanya kebangkitan Usmani Muda dan Turki Muda yang banyak memberi corak terhadap kaum terpelajar di Turki. Pada gambaran berikut ini, warna khas dari gerakan yang ada di Turki. Pase ini terbagi atas tiga pase, yaitu: pertama, gerakan yang masih berorientasi dan masih berpegang secara ketat terhadap prinsip islam yang disebut islamisme. Kedua, gerakan yang banyak mengadopsi pemikiran, sikap hidup berdasarkan pola-pola kehidupan barat. Kelompok ini disebut westernisme. Ketiga, gerakan yang menitik beratkan ke dalam aspek keaslian Turkinisme atau lebih secara kenegaraan, mereka sering mementingkan sikap, pola pikir dan tindakan nasional. Kelompok ini disebut nasinalisme.

Mekipun ketiga gerakan di atas, msing-masing memiliki ciri khas tersendiri namun gerakan nasionalisme yang dipelopori Mustafa Kemal, dapat tampil ke gelanggang arena perpolitikan di Turki.
Tampilnya gerakan nasionalisme di Turki, sebenarnya bukan murni hasil dari pemikiran dari Mustafa Kemal sendiri, tetapi ide tersebut merupakan inspirasi dari tokoh sebelumnya yang merupakan produk dari kebijakan reorganisasi yang dicanangkan oleh Sultan Mahmud II.

Kehadiran Mustafa Kemal ke gelanggang perjalanan sejarah Turki, telah membawa perubahan besar. Ide-idenya untuk membawa Turki untuk menjadi negara maju, seperti negara eropa lainnya. Sehingga dapat mengubah tatanan lama yang sudah mentradisi dalam kerajaan Turki Usmani, dan membentuknya ke dalam wajah baru dengan corak pemikiran sekuler.

Dengan demikian, yang menjadi pokok pembahasan pada makalah ini adalah “Mustafa Kemal dan Sekularisme” dalam membangun repoblik Turki.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka makalah dapat merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi mustafa Kemal Attaturk ?
2. bagaimana ide-ide sekuler (pembaharuan) Mustafa Kemal di Turki ?

---------------
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Mustafa Kemal
Mustafa Kemal dilahirkan pada tanggal 12 maret 1881 di Salonika (sekarang Greece), yang menjadi kota pelabuhan Masedonia di Turki, ia dilahirkan dari keluarga terhormat dan meninggal dunia pada tahun 1938 di Istambul. Ayahnya bernama Ali Rosa, seorang pegawai pemerintah. Ibunya bernama Zubaeda khahir, seorang yang wanita yang halus persaannya dan tekun beribadah. Perasaan keagamaanya yang mendalam mendorongnya untuk memasukkan Mustafa Kemal ke sebuah sekolah madrasah, tetapi karena ia tidak senang blajar di madrasah itu, akhirnya ia pindah kesekolah meliter menengah di Salonika. Pada tahun 1899, ia melanjutkan pendidikannya ke Akademi Militer di Stambul Turki, dan selesai pada tahun 1905 dengan pangkat kapten.

Ketika di Istambul, Mustafa Kemal dan teman-temannya membentuk perkumpulan rahasia yang menerbitkan surat kabar, tulisan-tulisan yang mendukung kritik terhadap pemerintah Sultan. Sejak itulah Mustafa Kemal mulai terlibat dalam politik praktis. Karena garakan dan perkumpulan rahasia itu yang selalu mengeritik pemerintah Sultan, akhirnya dan teman-temannya ditangkap lalu dimasukkan ke dalam penjara selama beberapa bulan. Setelah dibebaskan ia diasingkan bersama salah seorang temannya yang bernama Ali Fuad ke Suria.

Mustafa Kemal memulai karirnya di bidang militer dan politik, setelah mendapat tugas untuk bergabung dengan pasukan Damaskus untuk menumpas para pemberontak Druz pada tahun 1906. pada tahun itu juga Mustafa Kemal membentuk perkumpulan Vatan (tanah air). Perkumpulan ini cepat berkembang setelah dibukanya cabang di Yoffa, Baerut dan Yerissalem. Mustafa melihat bahwa, revolusi Turki tidak akan bisa muncul di daerah itu, karena letaknya yang kurang strategis, sedangkan tempat yang sagat strtegis ialah Salonika. Ia membentuk cabang di Salonika.

Setahun setelah membentuk cabang baru, ia pun dipindahkan ke Salonika sebagai staf umum. Kemudian ia merubah perkumpulan itu menjadi Vatan Ve Hurryet (tanah air dan kemerdekaan) . dalam komfrensi yang dilaksanakan di Salonika, Mustafa Kemal mengeluarkan pendapatnya tentang partai dan tentara, yang keduanya telah bergabung menjadi satu dalam perkumpulan tersebut. Mustafa mengatakan agar nagara konstitusi dapat dipertahankan, dan diperlukan tentara yang kuat di satu pihak dan partai di sisi lain, tetapi tidak boleh digabungkan. Seharusnya perwira sisuruh memelih tinggal dalam partai atau tinggal dalam atau keluar dari tentarra atau tinggal dalam tentara dan keluar dari partai.
Karena Mustafa Kemal semakin gencar mengkritik pemerintah, ia diasingkan ke Sofia bersama Ali Fethi. Ali Fethi sebagai duta dan Mustafa sebagai atase meliter. Disinilah Mustafa Kemal berkenalan langsung dengan peradaban barat, yang menarik perhatiannya adalah pemerintahan perlementer. Tidak lama setelah Mustafa Kemal di buang kesofia terjadi perang dunia I. Dan iapun dipanggil untuk menjadi panglima Devisi di Gallipoli, untuk menahan serangan Inggris terthadap Turki pada tahun 1915. di dalam medan pertempuran itulah, ia menunjukkkan keberaniannya dan kecakapannya dalam memimpin pertempuran. Dan karena sukses yang dicapainya dalam menyelamatkan stambul dari invasi musuh. Ia menjadi terkenal dan disanjung sebagai pahlawan nasional. Dan sebagai penghargaan kepadanya, pangkatnya pun dinaikkan dari kolonel menjadi jenderal ditambah gelar pasya.

Setelah perang dunia I, kemal mempunyai kewajiban membebaskan daerah-daerah lain dari kekuasaan asing. Dan untuk menyokong tugasnya dari rakyat Turki. Ia pun membentuk gerakan-gerakan tanah air, dan bekerja sama dengan pemberontak membentuk kader-kader militer yang tangguh untuk suatu kesatuan tentara nasinal. Sejak saat itulah, mereka mencanangkan membentuk suatu negara nasional Turki yang merdeka.

Mustafa Kemal dan kawan-kawannya dari kaum pemberontak, kemudian mengeluarkan maklumat dengan pernyataan sebagi berikut:
  1. Kemerdekaan tanah air dalam keadaan berbahaya
  2. Pemerintahan di Ibu kota di bawah kekuasaan sekutu dan oleh karena itu tidak dapat menjalankan tugas
  3. Rakyat Turki harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari kekuasaan asing.
  4. Gerakan-gerakan pembebasan tanah air yang telah ada harus dikoordinasikan oleh satu panitia nasional pusat.
  5. Untuk itu perlu diadakan kongres.
Setelah maklumat tersebut ke luar dan sampai ke Ibu kota, Mustafa Kemal dipanggil namun Kemal menolak, iapun secara resmi dipecat dari dinas militer. Mustafa Kemal keluar dari dinas itu dan diangkat oleh perkumpulan pembela rakyat cabang Erzurna sebagai ketua. Akhirnya perkumpulan tersebut, juga menjadi alat perjuangan politik masa depan Mustafa Kemal.

Pada tahun 1920, ia mendirikan nasional assembly (dewan nasional) di Angkara. Pada saat pendiriannya ia mengatakan bahwa kenyataan yang paling mendasar dalam praktek kenegaraan adalah kecendrungan profesinalisme, yaitu pemerintah rakyat. Dikatakan yang menjadi penguasa adalah mereka yang menjadi perwakilan rakyat.

Mustafa Kemal dan kawan-kawannya dari golongan dari nasionalis bergerak terus dan berlahan-lahan dapat menguasai situasi sehingga akhirnya mereka diakui sebagai penguasa defakto and dejure di Turki pada tahun 1923.

B. Ide-ide Pembaharuan (sekuler) Mustafa Kemal
1. Politik
Hal yang paling menonjol pada revolusi Musatafa Kemal adalah bagaimana bentuk negara yang diinginkan. Bagi Kemal, kedaulatan harus berada ditangan rakyat. Hal ini tidak sejalan dengan fatwa politik kaum tradisional Turki yang memandang bahwa kedaulatan itu terletak di tangan Tuhan yang dijalankan Sultan atau khalifah. Ide Mustafa Kemal tersebut diterima oleh Majelis Agung Nasinal pada tahun 1920. satu tahun kemudian, ide tersebut diundangkan.

Selanjutnya dengan alasan fakta sejarah umat Islam, Mustafa Kemal mengusulkan agar dua fungsi yang dipegang Sultan Turki, yaitu fungsi spritual dan fungsi temporal dipisahkan.
Pada zaman Abbasyiah misalnya, menurut Mustafa Kemal, Khalifah memerintah di Bagdad sementara Sultan memerintah di daerah-daerah. Kemudian Mustafa Kemal mengusulkan agar jabatan Sultan dengan kekuasaan temporal yang ada padanya di hapuskan saja, untuk menghindari dualisme kekuasaan eksekutif. Yang dipertahankan adalah jabatan khalifah dengan memegang kekuasaan spritual.
Ini berarti Mustafa Kemal menghendaki agar kekuasaan Sultan Turki, dalam hal ini, khalifah benar-benar berkaitan dengan keagamaan saja, dan tidak perlu mencampuri urusan-urusan ketatanegaraan. Sudah barang tentu bentuk kekuasaan seperti ini sangat jauh lebih terbatas dari pada kekuasan yang dimiliki oleh sultan-sultan Turki sebelumnya. Bahkan kekuasaannya lebih kecil dan lebih terbatas dari pada kekuasaan biro syekh al-islam pada masa jayanya.

Pembaruan dalam bentuk negara seperti ini, ditentang oleh mayoritas Islam dengan mempertahankan bentuk khilafah, sedangkan golongan nasionalis menghendaki republik. Dalam konstitusi 1921 ditegaskan bahwa kedaulatan terletak di tangan rakyat, jadi bentuk negara harus republik. Dan pada tahun 1923, Majelis Nasional Agung (MNA) mengambil keputusan bahwa Turki adalah negara republik dan Mustafa Kemal adalah presiden pertama yang terpilih, sedangkan jabatan khalifah dipegang oleh Abd Majid.
Pembaruan berikutnya adalah penghapusan jabatan khalifah, dengan demikian, bahwa gambaran republik Turki ada dualime yang terhapus, tetapi sungguh demikian ‘kedaulatan rakyat” belum punya gambaran yang jelas karena dalam konstitusi adalah agama, sedangkan agama yang dimaksud adalah agama Islam. Itu berarti kedaulatan bukan ditangan rakyat tetapi ada pada syari’at.

Usaha Mustafa Kemal selanjutnya memasukkan prinsip sekularisme dalam konstitusi pada tahun 1928. Negara tidak lagi berhubungan dengan agama. Pada tahun 1937, barulah republik Turki resmi menjadi negara sekuler. Namun sebelum resmi menjadi negara sekuler, Kemal telah menghilangkan konstitusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan.

2. Pendidikan dan Kebudayaan
Bidang pendidikan dan kebudayaan merupakan bidang yang cukup esensial dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, upaya-upaya pembaharuan yang dilancarkan oleh para pembaharu, tidak terkecuali Mustafa Kemal dan para pendukungnya tidak melepaskan bidang pendidikan dalam pembaharuannya.

Pada tahun 1923 Mustafa Kemal atas nama pemerintah, memerintahkan untuk mendirikan suatu lembaga suatu studi Islam yang diberi tugas khusus mengkaji filsafat Islam dalam hubungannya dengan filsafat barat, kondisi praktis, ritual ekonomi, dan penduduk muslim. Tujuan lain dari lembaga tersebut adalah mendidik dan mencetak serta membentuk mujtahid modern yang mampu menafsirkan al-Qur’an agar umat Islam Tuki memperluas wawasannya lewat pemahaman agama secara agak lebih terbuka dan lebih rasional
Pembaruan selanjutnya, adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan agama ke dalam kementerian pendidikan pada tahun 1924. hal ini sesuai dengan undang-undang pendidikan dan konstitusinya di bawah kontrol kementerian pendidikan.

Bersamaan dengan dihapusnya sekolah-sekolah dan perguruan tinggi agama, pada tahun 1924, Mustafa Kemal membuka fakultas agama pada Universitas Istambul. Pada saat yang sama membuka sekolah-sekolah yang membina dan mempersiapkan tenaga-tenaga khatib dan imam. Jadi pendidikan yang dinginkan Mustafa Kemal dan para pendukungnya adalah pendidikan yang bebas dari pengaruh-pengaruh tradisional.
Sekularisasi yang dilaksanakan Mustafa Kemal bukan hanya dalam bidang institusi saja, tetapi juga dalam bidang kebudayaan dan adat istiadat. Pakaian keagamaan hanya dibolehkan bagi mereka yang menjalankan tugas keagamaan. Dan seluruh pegawai negeri diwajibkan memakai topi dan pakaian model barat. Di tahun 1923 di keluarkan undang-undang tentang mewajibkan warga negara Turki agar hari libur resmi jum’at diganti hari minggu.

Republik Turki adalah negara sekuler, akan tetapi walaupun demikian, apa yang diciptakan Mustafa Kemal belum menjadi negara yang betul-betul sekuler. Betul syariat Islam telah dihapus pemakainnya dan pendidikan agama di keluarkan dari kurikulum sekolah. Namun republik Turki masih mengurus agama melalui Departemen Urusan Agama.

3. Kehidupan Kemasyarakatan
Para penulis sejarah tidak bisa menyangkal bahwa islam punya pengaruh besar dalam sejarah, dalam hal ini pengaruh syaria’at Islam pada segala segi kehidupan masyarakat Turki. Ini dibuktikan bahwa Turki Usmani sepanjang sejarahnya merupakan lembaga bagi kekuasaan Islam dunia dan agama Islam sebagai agama negara sampai dihapuskannya oleh Mustafa Kemal, pemakaian huruf Arab diganti menjadi huruf latin.
Di mata para pembaharu, Islam adalah agama yang rasional, agama yang tidak bertentangan dengan kemajuan. Yang menjadi penyebab mundurnya Turki terutama karena terlalu kuatnya masyarakat Turki yang berpegang pada syari’at Islam, padahal syari’at yang dipeganginya, tidak lebih dari syari’at yang sudah ternoda oleh budaya Arab yang telah usang yang tidak cocok dengan masyarakat Turki dan zaman yang sudah cukup maju.

Mustaga Kemal cukup responsip terhadap hal tersebut, karena dasar keyakinannya bahwa islam itu agama rasional, cocok untuk kemajuan, ia pun berusaha agar masyarakat Turki memperluas wawasannya dengan cara mengetahui dasar-dasar ajaran agamanya yang asli. Oleh sebab itu, pada tahun 1924 ia membentuk departemen untuk urusan keagamaan dengan tegas mengurus administrasi keagamaan dan mempersiapkan buku teks pelajaran agama.

Kemuddian Mustafa Kemal memerintahkan agar bahasa Turki dipakai pada mimbar-mimbar masjid, khotbah jum’at, pada azan untuk shalat dan al-Qur’an diterjemahkan dalam bahasa Turki.
Dari beberapa gerakan di atas membuktikan keseriusannya dan pemdukungnya untuk mencerdaskan bangasa, termasuk membuat masyarakat mengerti dan memahami ajaran dasar-dasar agamanya yaitu Islam. Yang disayangkan karena hal seperti itu, merupakan hal yang baru terjadi dikalangan masyarakat Turki, sehingga mereka sulit menerimanya.

Selamjutnya Mustafa Kemal berusaha menghilangkan semua simbol-simbol dan upacara-upacara adat dan keagamaan yang mencerminkan ketradisionalan. Hal ini ia lakukan untuk menunjukkan kepada dunia barat bahwa Turki adalah negara yang beradab dan berbudaya tinggi sejajar dengan negara-negara maju lainnya di dunia. Seperti dikeluarkannya peraturan larangan topi (torbus), para kaum tarekat, praktek jampi-jampi dan teknik pengobatan tradisional terhadap suatu penyakit.

Mustafa Kemal juga melihat bahwa ulama-ulama selama ini hanya menggiring masyarakat kepada masyarakat ritual dan ketaatan pada sistem ibadah dan etika yang mereka ciptakan sendiri tanpa boleh digugat sedikut pun. Mereka tidak merasa perlu menggambarkan umatnya kepada kegairahan hidup di dunia dalam artian kegairahan hidup berprofesi di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, kesenian dan kemasyarakatan. Akibatnya di bidang kehidupan dunia, umat Islam Turki Miskin, terkebelakang bahkan di bidang spritual mereka juga miskin karena mengamalkan sesuatu yang pada hakekatnya kurang benar.
Adanya kemajuan-kamajuan tersebut di atas, jelas bahwa perubahan dalam kehidupan kemasyarakatan akan nampak dengan jelas bagi masyarakat yang menggunakan kesempatan untuk memanfaatkan peluang-peluang baru tersebut. Hal ini dipahami sebagai mobilisasi pada masyarakat yang baru mulai berkembang. Masyarakat yang memperoleh kesempatan dalam pembaruan Mustafa Kemal kemudian memanfaatkannya dengan baik, maka akan mendapat kemajuan yang sangat berarti, baik dari segi sosial, budaya maupun spritual. Danbagi mereka yang tidak menggunakan dan memanfaatkan kesempatan tersebut, maka akan tetap pada keadaan yang semula.



--------------------
BAB III
P E N U T U P

Kesimpulan
Mustafa Kemal adalah pendiri dan presiden pertama republik Turki yang dikenal sebagai salah satu pembaharu Islam yang sekuler yang berusaha memajukan peradaban Eropa di negerinya. Dalam hal ini ia sering melontarkan ide-ide pembaharuan dalam bidang politik (kenegaraan) bidang pendidikan dan kebudayaan, dan kemasyarakat (ekonomi dan hukuim).
Selain itu, Mustafa Kemal berdama teman-temanya juga berhasil mendirikan Grand Nasional Assembly (GNA) yang digunakan untuk menyatukan ide-ide pembaharuannya. Mustafa Kemal dalam melontarkan ide pembaharuannya, sebenarnya tidak bermaksud menghilangkan ajaran Islam dari republik Turki tetapi bertujuan menolak intervensi agama dalam bidang politik, dan pemerintahan dan berusaha meletakkan agama pada proporsi yang sebenarnya.
Dengan demikian, apa yang telah diupayakan oleh Mustafa Kemal adalah sebuah pembaharuan dan pembuktian terhadap internasional bahwa pemerintahan dalam islam adalah pemerintahan yang mampu memenuhi tuntutan zaman. Hal ini dilakukannya demi kemajuan peraban Islam di segala aspek kehidupan umat di masa akan datang.


Read More
Published Januari 24, 2012 by with 1 comment

MUHAMMAD IQBAL (Teori Gerak dan Kedinamisan Islam)

 MUHAMMAD IQBAL 
(TEORI GERAK DAN KEDINAMISAN ISLAM)

B A B I
PENDAHULUAN


Hukum Islam adalah sekumpulan aturan keagamaan yang mengatur perilaku kehidupan kaum muslim dalam keseluruhan aspeknya, baik yang bersifat individual ataupun kolektif. Karena karakteristiknya yang serba mencakup tersebut, hukum Islam menempati posisi penting dalam pandangan umat Islam.
Di awal perjalanan sejarahnya, hukum Islam atau fiqh merupakan suatu yang dinamis dan kreatif. Hal ini dapat dilihat dari munculnya sejumlah mazhab hukum yang masing-masing memiliki corak tersendiri sesuai dengan latar belakang sosio-kultural dan politik dimana mazhab hukum tersebut tumbuh dan berkembang. Perkembangan yang dinamis dan kreatif ini setidaknya didorong oleh empat faktor utama: pertama, dorongan keagamaan. Karena Islam merupakan sumber norma dan nilai normatif yang mengatur seluruh aspek kehidupan kaum muslim, maka kebutuhan untuk membumikan norma dan nilai tersebut ataupun mengintegrasikan kaum muslim ke dalamnya selalu muncul ke permukaan. Demikian juga hukum Islam yang bersifat mencakup, harus selalu dapat memberikan pemecahan terhadap problem-problem baru yang dihadapi masyarakat.

Kedua, dengan meluasnya domain politik Islam pada masa khalifah Umar ibn Khaththab, terjadi pergeseran-pergeseran sosial yang pada gilirannya menimbulkan sejumlah problem baru sehubungan dengan hukum Islam yang harus mendapat penanganan serius. Dengan latar belakang semacam inilah Umar tampil dengan sejumlah kebijaksanaan radikal yang belakangan sering dijadikan sumber justifikasi terhadap gagasan-gagasan pembaharuan hukum Islam.
Ketiga, independensi para spesialis hukum Islam dari kekuasaan politik. Kemandirian ini telah menyebabkan mereka mampu mengembangkan pemikiran hukumnya tanpa mendapat rintangan yang berarti. Keempat, fleksibilitas hukum Islam itu sendiri yang membuatnya mampu untuk berkembang mengatasi ruang dan waktu.

Dengan berlalunya waktu, perkembangan hukum Islam yang amat dinamis dan kreatif dalam perjalanan sejarahnya yang awal, kemudian menjelma ke dalam bentuk mazhab-mazhab atas inisiatif beberapa ahli hukum terkenal. Dengan terjadinya kristalisasi mazhab-mazhab tersebut, hak untuk berijtihad mulai dibatasi dan pada gilirannya dinyatakan tertutup.1 Sementara pengaruh sufisme yang semakin meluas telah mengaburkan visi umat Islam dan membenamkan mereka ke alam taqlid. Dengan demikian, hukum Islam kini telah mengalami kemalangan serius dan sarat dengan muatan-muatan asing.
Pada abad ke-19 beberapa intelektual muslim bangkit menyadari permasalahan yang timbul dan mulai berbicara tentang kebutuhan “membuka gerbang (pintu) ijtihad”. Di antara intelektual muslim tersebut ialah Muhammad Iqbal. Bagaimana model pemikiran Iqbal tentang permasalahan tersebut?. Itulah yang akan menjadi pokok pembahasan pada makalah ini.

----------

B A B II
PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal adalah seorang penyair, filsuf dan pembaharu pemikiran dalam Islam yang dilahirkan pada 22 Pebruari 18732 di Sialkot, sebuah kota tua bersejarah di perbatasan Punjab Barat dan Kashmir. Seperti sebagian besar tokoh India dan Pakistan lainnya, Iqbal berasal dari keluarga sederhana, namun berkat bantuan beasiswa yang diperolehnya di sekolah menengah dan perguruan tinggi ia dapat memperoleh pendidikan yang bagus.4 Ayahnya, Nur Muhammad adalah seorang Muslim yang saleh dan seorang sufi yang telah mendorong Iqbal untuk menghafal al-Qur’an secara teratur. Keadaan orang tuanya yang memiliki jiwa keagamaan yang teguh dan kecenderungan-kecenderungan spiritual berpengaruh terhadap perilaku Iqbal secara menyeluruh.

Muhammad Iqbal memperoleh pendidikan pertama di Murray College, Sialkot. Di sini, oleh ayahnya ia diperkenalkan dengan seorang ulama besar, Sayyid Mir Hasan, guru dan sahabat karib orang tuanya. Setelah me-ngetahui kecerdasan Iqbal, guru yang bijaksana itu segera menyarangkannya agar ia terus menuntut ilmu. Pendidikan dari ayah dan gurunya tersebutlah yang sangat berkesan di hati Iqbal dan kemudian mengantarkannya menjadi seorang tokoh yang memiliki komitmen terhadap Islam secara utuh.
Pada 1895, setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di sialkot, Iqbal pergi ke Lahore, pusat intelektual di barat laut India untuk melanjutkan studi di Government College (sekolah tinggi pemerintah) hingga memperoleh gelar kesarjanaan MA. dalam ilmu Filsafat pada 1898. Di kota inilah ia ber-kenalan dengan Sir Thomas Arnold, seorang orientalis yang mendorongnya untuk melanjutkan studi di Inggris. Pada tahun 1905 ia pergi ke negara tersebut dan masuk ke Universitas Cambridge untuk mendalami studi Filsafat. Di samping itu, ia juga mengikuti kuliah hukum di Lincoln’s Inn, London. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munchen, Jerman, untuk lebih memper-dalam studi filsafatnya di Universitas Munchen. Di sinilah ia memperoleh gelar Doctor of Philosophy (Ph. D.) setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul “The Development of Metaphysics in Persia” (Perkembangan Metafisika di Persia).7 Pada 1922, ia dianugerahi gelar kehormatan “Sir” (Sir Muhammad Iqbal – pen.) oleh pemerintah Inggris karena jasanya dalam me-ngembangkan ilmu pengetahuan, terutama sastra Inggis dan Filsafat.

Selama 3 tahun menetap di Eropa, Iqbal berkesempatan mempelajari dari dekat pengetahuan dan peradaban Barat. Ia banyak mengkaji buku-buku ilmiah di perpustakaan Cambridge, London dan Berlin. Di samping itu, ia juga mempelajari watak dan karakteristik orang-orang Eropa. Dari hasil peng-kajiannya itu, Iqbal berkesimpulan bahwa terjadinya berbagai macam kesulitan dan pertentangan disebabkan oleh sifat-sifat individualistis dan egoistis yang berlebihan serta pandangan nasionalisme yang sempit. Menurutnya, agar tidak sempit dan memiliki dasar universal, paham nasionalisme mesti diintegrasikan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh gerakan pembaharuan agama dan gerakan kebudayaan baru. Pada sisi lain, Iqbal mengagumi sifat dinamika bangsa-bangsa Eropa yang tidak mengenal puas dan putus asa. Sifat inilah yang kelak membentuk Iqbal menjadi seorang pembaharu yang mengembangkan dinamika Islam.
Demikianlah Iqbal mengenal, menyaksikan dan mempelajari per-adaban Barat secara intens dari dekat, namun berbeda dengan sekelompok pemikir lain yang tergiur oleh penampilan peradaban Barat, lalu dengan cara yang sangat sumier menerima dan berambisi untuk menerapkan konsep asing itu, maka Iqbal dengan pandangannya yang tajam, memisahkan mana yang bisa dibawanya kembali ke masyarakatnya.
Iqbal menghembuskan nafas terakhirnya pada 21 April 1938 dalam usia 65 tahun, setelah menderita penyakit yang berlarut-larut sejak 1934.


B. Pemikiran Muhammad Iqbal Tentang Gerak dan Kedinamisan Islam

Setelah mempelajari watak bangsa-bangsa Eropa, ada tiga hal yang memberi kesan yang mendalam pada diri Iqbal, yaitu vitalitas dan dinamisme kehidupan orang-orang Eropa, kemungkinan-kemungkinan yang terbentang amat luas bagi manusia serta pengaruh yang mengancam harkat manusia yang dimiliki masyarakat kapitalis atas jiwa orang-orang Eropa. Kenyataan terakhir menguatkan keyakinannya atas keunggulan Islam sebagai cita-cita moral dan spiritual dan olehnya itu ia berusaha keras untuk mempertahankan dan mengembangkan cita-cita tersebut.
Untuk memajukan umat Islam India, Muhammad Iqbal menge-tengahkan beberapa pemikiran, di antaranya bahwa umat Islam India perlu mengembangkan konsep ijtihad dan paham dinamisme Islam.

1. Teori Gerak
Seperti halnya beberapa tokoh pembaharu Islam lainnya, Iqbal berpendapat bahwa kemunduran umat Islam lima ratus tahun terakhir disebab-kan karena merosotnya jumlah dan kualitas pengetahuan yang dimiliki, yang bersamaan dengan itu merosot juga cintanya kepada Allah swt. dan rasul-Nya kepada potensi terpendamnya ajaran agama dan khazanah kebudayaan yang kaya. Hal tersebut sebagai akibat dari kebekuan dalam pemikiran yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: pertama, hancurnya Baghdad yang pernah menjadi pusat politik, kebudayaan dan pusat kemajuan pemikiran Islam pada pertengahan abad ke-13. Akibatnya, pemikiran ulama pada masa itu hanya bertumpu pada keseragaman kehidupan sosial dengan melarang segala jenis pembaharuan yang substansial dalam hukum Islam. Hal ini menyebaban hilangnya dinamika berfikir umat Islam. Kedua, timbulnya paham fatalisme yang menyebabkan umat Islam pasrah pada nasib dan enggan bekerja keras. Pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf yang dipahami secara berlebihan menyebabkan umat Islam tidak mementingkan masalah kemasya-rakatan. Ketiga, sikap jumud dalam pemikiran umat Islam, dimana hukum dalam Islam telah sampai pada keadaan statis. Kaum konservatif menganggap bahwa kaum rasional (Mu’tazilah) telah menyebabkan timbulnya disintegrasi yang mengancam kestabilan umat. Oleh karena itu, kaum konservatif hanya memilih tempat yang aman dengan bertaklid kepada imam-imam mazhab.

Beberapa faktor penyebab kebekuan berfikir di kalangan umat Islam tersebut membuat Iqbal tersentak dan mengatakan bahwa hukum Islam tidak bersifat statis tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.16 Oleh sebab itu, pintu ijtihad harus selalu terbuka pada setiap zaman karena ijtihad adalah kekuatan penggerak bagi Islam. Menurut Iqbal, ijtihad berarti upaya mencurahkan segenap kemampuan intelektual17 Hal ini berarti akal ditempatkan pada kedudukan yang tinggi.
Bagi Iqbal, dunia merupakan sesuatu yang ditundukkan melalui tindakan yang bertujuan. Dalam ceramahnya, ia mempertegas posisinya – sebagaimana yang dikutip oleh A. Syafi’i Maarif:
“….Bahwa dunia bukanlah sesuatu yang semata-mata dipandangi atau dikenali melalui konsep-konsep, tetapi merupakan sesuatu untuk di-ciptakan kembali dengan tindakan yang berkelanjutan.”

Dalam pandangan Iqbal, untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik di atas bumi ini bukan saja dianjurkan, tetapi lebih dari itu, merupakan kewajiban setiap muslim. Oleh sebab itu, perkembangan individualitas adalah suatu proses kreatif yang di dalamnya manusia harus memainkan peranan aktif, terus-menerus beraksi dan bereaksi dengan penuh tujuan terhadap lingkungan. Iqbal percaya bahwa gagasan semata-mata tidaklah memberikan momentum pada gerak maju manusia, kecuali perbuatan yang membentuk esensi dan bobot kehidupan manusia.

Demikianlah teori gerak yang dikemukakan Iqbal yang salah satu cara perwujudannya ialah dengan berijtihad. Di samping itu, ia juga juga mengemukakan bahwa oleh karena ijtihad sangat urgen dan penting artinya, maka dalam setiap zaman hendaknya ada orang-orang spesial yang benar-benar tahu bagaimana menerapkan dasar-dasar Islam pada berbagai masalah zaman yang senantiasa berubah. Mereka juga harus mengetahui kategori suatu masalah dalam kerangka dasar-dasar Islam.

2. Teori Kedinamisan Islam
Dalam konsep ijtihad terdapat aspek perubahan yang dengannya akan terjadi dinamika kehidupan umat manusia, sebab berbagai kebutuhan zaman secara keseluruhan selalu berubah. Zaman tidak akan mempertahan-kan sesuatu diam di tempatnya dan tidak membiarkan sesuatu bersifat kekal. Dengan demikian, hukum Islam mempunyai kemungkinan untuk bersifat elastis.
Menurut Iqbal, hidup yang baik ialah hidup yang bersifat kreatif orisinal dan bersemangat perjuangan, bukan justru hidup yang memandang serba santai, apalagi memencilkan diri dalam hiasan kemalasan. Konsep dinamis tentang alam semesta membawa Iqbal pada kesimpulan tentang takdir dimana ia menjelaskan – sebagaimana yang dikutip oleh Thawil Akhyar Dasoeki:
“Seandainya benar bahwa takdir manusia itu sudah dipastikan lebih dahulu, maka ia merupakan sejenis materialisme yang terselubung, di mana segala-galanya terjadi dengan determinisme yang kaku tegar.”

Menurut Iqbal, seluruh masalah berputar sekeliling kondisi per-ubahan. Keberhentian baginya adalah kematian, baik jasmani maupun rohani, sedangkan perubahan tidak datang dengan sendirinya. Ia menuntut desakan dari dalam dan keinginan positif untuk menciptakan takdir-takdir baru. Karena itu, prakarsa untuk mengembangkan diri datang dari individu sendiri.

“Sudah menjadi suratan nasib”, demikian kata Iqbal, “manusia ikut ambil bagian dengan cita-cita yang lebih tinggi dari alam sekitarnya dan turut menentukan nasibnya sendiri seperti juga terhadap alam, sekali menyiapkan diri untuk menghadapi kekuatan-kekuatan alam, lain kali mengerahkan segenap kekuatannya untuk dapat mempergunakan kekuatan-kekuatan itu demi keperluannya sendiri. Dan dalam perubahan yang begitu cepat Tuhan pun bertindak sebagai kawan bekerja dengannya, asalkan manusialah yang meng-ambil prakarsa. Allah berfirman dalam QS. Al-Ra’d (13): 11:
إِنَّ الله َلاَ يُغَيِّرُمَا بِقَوْمٍ حَتىَّ يُغَيِّرُوْا مَا ِبأَ ْنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”

Kalau manusia tidak mengambil prakarsa, kalau manusia tidak bersedia mengembangkan kekayaan batinnya, kalau manusia berhenti merasakan gejolak batin hidup yang lebih tingi, roh yang ada di dalam dirinya akan mengeras menjadi batu dan dia merosot turun ke tingkat benda mati. Dengan demikian tidak akan tercipta suatu kedinamisan di dalam kehidupan, terutama di dunia Islam..
Paham dinamisme sebagaimana yang dikemukakan di atas itulah yang ditonjolkan Iqbal sehingga ia mempunyai kedudukan penting dalam proses pembaharuan di India. Dalam syair-syairnya ia mendorong umat Islam supaya bergerak, menciptakan dunia baru dan jangan tinggal diam, karena menurutnya, itulah intisari hidup.

Meskipun Iqbal banyak memperoleh pendidikan di negara Barat, namun Barat baginya bukanlah model dalam melaksanakan pembaharuannya. Kapitalisme dan imperialisme Barat tidak diterimanya karena menurutnya, Barat banyak dipengaruhi oleh materialisme dan telah meninggalkan agama. Hanya ilmu pengetahuan dari Barat yang harus diambil oleh Umat Islam.
Pemikiran-pemikiran Iqbal mempengaruhi dunia Islam secara umum, terutama pada pembaharuan di India. Ia telah menimbulkan paham dinamisme di kalangan umat Islam India dan menunjukkan jalan yang harus mereka tempuh untuk masa depan agar umat Islam yang minoritas dapat hidup bebas dari tekanan-tekanan luar.

Demikianlah Iqbal telah tampil memperingatkan kepada kita untuk selalu harus membuka diri pada pemikiran yang lebih maju. Kalau demikian, maka pemikiran Iqbal yang sedang diperbincangkan ini haruslah difungsikan untuk merangsang kita berfikir, merenung dan berijtihad lebih baik lagi.
Satu hal yang pantas mendapat perhatian bahwa ia mempunyai semangat yang tinggi dalam membela Islam, sembari menganggap bahwa hanya Islamlah satu-satunya jalan yang bisa menyelamatkan dunia ini. Padahal, pada waktu yang sama ia adalah seorang reformis dan tahu banyak tentang pemikiran-pemikiran modern. Oleh sebab itu, integrasi filosofisnya antara Islam sufi dengan pemikiran Barat dan pemahamannya mengenai Islam sebagai agama universal serta komitmennya untuk menafsirkan kembali prinsip-prinsip Islam dalam kondisi kontemporer menjadikannya sebagai pimpinan spiritual bagi modernisme India. Demikian pula gairah keagamaan-nya serta syair-syair moralnya.


------------------------

B A B III
KESIMPULAN


Muhammad Iqbal adalah salah seorang intelektual muslim yang hidup di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Ia berasal dari negeri India, yang sekarang bernama Pakistan setelah negara ini terbentuk untuk memisah-kan diri dari India. Ia tumbuh dan berkembang di bawah bimbingan keluarga yang taat dalam mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Iqbal telah mengarungi dan menyelami lautan pemikiran Barat, namun ia tidak sampai terlena karenanya. Sebaliknya, tanpa ragu-ragu dia mengecam dan menolak watak materialistis dan superioritas Barat, begitupun konsep-konsepnya yang rapuh yang bertolak dari pengingkaran terhadap agama.
Menurut Iqbal, ijtihad pada dasarnya adalah upaya di pihak manusia untuk mengerahkan pemikirannya dalam rangka menjawab tantangan zaman yang terus-menerus menambahkan ciptaan baru. Ijtihad sebagai kekuatan dinamisasi Islam. Dengan demikian, ijtihad bukannya mengandung potensi distorsi terhadap ajaran Islam yang autentik sebagaimana diyakini oleh kaum tradisional-konservatif, tetapi justru merupakan inti khilafah manusia di atas permukaan bumi.


------------------------

DAFTAR PUSTAKA


Ahmad, Kh. Jamil. Hundred Great Muslims. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Pustaka Firdaus dengan judul Seratus Muslim Terkemuka. Cet. VI; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.

Ali, H. A. Mukti. Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998

Dasoeki, Thawil Akhyar. Sebuah Kompilasi Filsafat Islam. Cet. I; Semarang: Bina Utama, 1993.

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Bunga Rampai Ajaran Islam. Cet. II; Jakarta: Jakarta Raya, 1990.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jilid 2. Cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Ensiklopedi Islam Di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI, 1992/1993.

Hadi W. M., Abdul. Islam Cakrawala Estetika dan Budaya. Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

Hassan, Parveen Feroze. The Political Philosophy of Iqbal. Lahore: Publisshers United LTD, 1970.

Iqbal, Muhammad. The Reconstruction of Religious Though in Islam. Lahore: SH. Muhammad Ashraf, 1975.

Khamene’I, Ali et al. Iqbal Manifestation of The Islamic Spirit. Diterjemah-kan oleh Andi Haryadi dengan judul Muhammad Iqbal Dalam Pandangan Para Pemikir Syi’ah. Cet. I; Jakarta: Islamic Center Jakarta, 2000.

Maarif, A. Syafi’i. Islam; Kekuatan Doktrin dan Kegamangan Umat. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Muthahhari, Murtadha. Inna al-Dina ‘inda Allah al-Islam. Diterjemahkan oleh Ahmad Sobandi dengan judul Islam dan Tantangan Zaman. Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 1996.

Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Cet. IX; Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Sudarsono. Filsafat Islam. Cet. I; Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997.

Tim Disbintalad. Al-Qur’an Terjemah Indonesia. Cet. VIII; Jakarta: Sari Agung, 1995.

Watt, William Montgomery. Islamic Fundamentalism and Modernity. Diterjemahkan oleh Taufik Adnan Amal dengan judul Funda-mentalisme Islam dan Modernitas. Cet. I; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997.




Read More
Published Januari 23, 2012 by with 1 comment

Muhammad Ali Jinnah (Nasionalis India dan Pendirian Republik Pakistan)

 Muhammad Ali Jinnah 
(Nasionalis India dan Pendirian Republik Pakistan)


Pendahuluan
Upaya memajukan dan meningkatkan taraf hidup ummat Islam di India terus saja berlanjut dengan berbagai bentuk dan cara. Salah satu bentuk yang digunakan adalah kegiatan pembaruan dan berbagai gerakan, seperti yang dilakukan oleh perkumpulan - perkumpulan dan organisasi semisal liga Muslim.
Sejak Syah Waliyullah, mencetuskan ide-ide pembaharuannya, kemudian dikembangkan oleh Sayyed Ahmad Khan dan tokoh-tokoh gerakan aligarh pada abad ke-19 dan abad ke-20 dipadu dengan pemikiran – pemikiran Amir Ali, Muhammad Iqbal dll.(Ensiklopedi Islam:Ichtiar Baru: 1994:322) sedangkan Abul Kalam Azad berjuang melalui partai Kongres nasional yang didirikan atas inisiatif seorang pegawai Inggris di Benggala, untuk menentang Inggris. (Harun Nasution: 1994: 174)

Partai ini membangkitkan dan memupuk semangat nasional India, baik dari golongan Hindu maupun dari golongan Muslim. Dalam perkembangan sejarah partai ini, ummat Islam merasa nasibnya diabaikan, hal ini terbukti dengan timbulnya berbagai reaksi keras dari golongan Hindu terhadap berbagai aliran yang kemudian berlanjut dengan anti Muslim. Reaksi ini mengakibatkan kekuran simpatisan orang-orang Muslim pada partai ini.

Kenyataan mewujudkan bahwa hidup bersama antara ummat Islam dan Hindu dalam suatu Negara yang mayoritas Hindu, tak dapat dipertahankan lagi. Dalam kondisi seperti itu, lahirlah seorang tokoh yang bernama Muhammad Ali Jinnah yang kemudian menjadi seorang pemimpin liga Muslim. Beliau memandang perlu ummat Islam berpisah. Pada awal tahun 1940 liga muslim dibawah pimpinan Ali Jinnah mengajukan suatu resolusi yang lebih dikenal dengan “resolusi Lahore” atau “resolusi Pakistan” yang pada dasarnya berisi pembentukan Negara Pakistan. (Ensiklopedi, op. cit : 323)
Makalah ini berusaha untuk mengambarkan sosok pribadi Muhammad Ali Jinnah dan peran serta keterlibatannya dalam perjuangan terbentuknya Negara Pakistan.

Riwayat Hidup Muhammad Ali Jinnah
Muhammad Ali Jinnah, dilahirkan pada hari Ahad, 25 Desember 1876 di Karachi. (Esiklopedi Islam di Indonesia. 1992/1993: 756) orang tuanya termasuk masyarakat pedagang dari Kathiavar. Kecerdasan yang ia miliki dan kemampuan materi orang tuanya. Memungkinkan ia mendapatkan fasilitas yang besar untuk kepentingan pendidikannya. (Jamil Ahmad:1996:290) ketika ia masih berumur enam belas tahun, ia menuju ke Inggris atas nasihat teman ayahnya untuk belajar ilmu hukum pada tahun 1892. selanjutnya kembali ke India pada tahun 1896, dan mulai praktik advokat di Bombay. (H.A Mukti Ali:1998:190)
Pada awal karirnya dibidang hukum, Jinnah banyak mengalami beberapa tahun yang sangat sulit. (Ibid,) namun karena kecemerlangan otaknya ia memperoleh jangkauan yang lebih luas bagi keahlianya dengan melakukan kontak dengan para intelektual India yang pada akhirnya membentuk pandangan- pandangan politiknya yang anti penjajah atau anti Inggris. Dengan demikian ia menentukan pilihannya untuk aktif dalam partai kongres India dan menjauhi liga muslim yang dipandangnya pro Inggris.( Harun Nasution: 1996: 195)
Karir politik Muhammad Ali dimulainya sejak tahun 1906 setelah ia menghadiri sidang All India National Congress di Calcutta. (H.A Mukti Ali: 1998:191) ketika itu ia terpilih sebagai sekertaris pribadi Peresiden Dadabhay Naoroji yang amat terkenal itu.

Tampaknya Jinnah sangat mendukung dan berpegang teguh kepada All India National Congress. Hal ini tampak ketika ia menyatakan diri “bangga tergolong” pada partai kongres. Namun ketika ia diangkat menjadi anggota dewan legislative kerajaan, ia mendukung pengesahaan undang-undang wakaf yang membawanya dekat dengan pemimpin-pemimpin Muslim. (Ibid) Jinnah juga bergabung dengan liga Muslim namun masih menolak untuk didaftar menjadi anggota karena menurutnya tujuan organisasi tersebut tidak cukup tinggi. Namun setelah anggaran dasar organisasi ini berubah, yaitu berusaha untuk memperoleh “suatu bentuk pemerintahan yang cocok” sebagai tujuannya barulah ia bergabung dengan liga muslim. (Ibid)
Pada tahun 1913 ia diangkat menjadi Presiden liga Muslim.(Harun Nasution: 1996: 195). Dengan demikian, sangat memungkinkan baginya memainkan peran aktif dalam semua kegiatan politik dan mewujudkan cita-citanya bagi pemerintahan sendiri di India yang merupaka persatuan Hindu-Muslim, di bawah kepemimpinan Jinnah, liga muslim menjadi gerakan rakyat yang kuat.

Dengan kepemimpinanya di liga muslim semakin muncul kepermukaan, melalui sidang di Lahore yang dipimnpin langsung oleh Ali jinnah, berhasil dicetuskan resolisi yang terkenal dengan”resolusi Lahore “ atau “resolusi Pakistan”. Salah seorang pelopornya ialah Maulvi Fazlu Haque digelari Singa Bangli. Resolusi berbunyi: umat Islam India merupakan suatu bangsa umat Islam harus mempunyai tanah air sendiri yang terpisah dari umat Hindu dan tidak akan menerima konstitusi yang tidak menyebutkan tuntutan dasar ini. (Ensiklopedi Islam : Ichtiar Baru:1994 : 322 ).

Namun cita-cita yang mulia itu tidak dapat diwujudkan pada waktu itu, karena dia meninggalkkan India menuju London. Setelah mengalami kekecewaan dan kekasalan atas kegagalan politiknya pada konverensi meja bundar antara pemerintah Inggris dengan wakil-wakil dari partai politik India. Ide dan perjuangannya untuk terbentuknya persatuan Hindu Islam merdeka di tolak, terutama pemimpin partai kongres yang menghendaki penghapusan eksistensi Islam dalam peran politik. (Harun Nasution:1996:196 ). Dengan demikian ia mengundurkan diri dari politik praktis dan kembali pada profesi semula.
Antara 1928 – 1935 dapat dianggap sebagai periode belantara politik bagi Jinnah, sangat muak terhadap politik sejumlah politisi India, Jinnah menetap di Inggris dan berpraktek sebagai pengacara swasta. Tetapi meninggalnya Maulana Muhammad Ali, kaum muslimin India ditinggalkan tanpa ada pimpinan yang efektif, sehingga Jinnah di bujuk kembali ke India pada tahun 1935. (Jamil Ahmad : 1996 : 295 ).
Dengan kepemimpinannya itu umat Islam berhasil memperoleh kemerdekaannya sebagai Negara Pakistan. Peresmiannya dilakukan pada tanggal 15 agustus 1947 yang di dahului dengan di bukannya secara resmi dewan konstitusi Pakistan. Apa yang dia dambangkan terwujud dalam kenyataan, sebelum ia wafat tanggal 11 september 1948 dalam usia 72 tahun. Ia sempat memimpin Negara Pakistan selama satu tahun. (Abul Hasan Ali al-nadwi : 1976 :121)

Peran Muhammada Ali Jinnah dalam Pembentukan Pakistan
Setelah bulan maret 1990 jalan perjuangan ali jinnah mulai jelas. Liga muslim telah memutuskan berdirinya Negara Pakistan sebagai tujuannya, dan ia berjuang untuk mencapainya dengan segala kegigihan dalam tujuan dan kesatuan dalam pikiran, yang dengan itu beberapa tahun sebelumya ia pernah memperjuangkan impiannya untuk memperoleh parsatuan hindu-muslim. Semua usahanya sejak waktu itu, wawancarannya, pidatonya, perundiannya, gerakan strategisnya, diilhami oleh suatu cita-cita untuak menegakkan Pakistan. (H. A mukti ali : 1998 : 211 )

Tokoh pembaharu India, semisal Sayyed Ahmad Khan dengan idenya tentang ilmu pengetahuan, Sayyed Amir Ali dengan idenya bahwa Islam tidak menentang kemajuan modern, dan Iqbal dengan idenya dinamikanya yang sangat membantu cita-cita ummat Islam India dalam membentuk Negara tersendiri. Untuk membentuk masyarakat tersendiri tersebut, Ali Jinnah lah yang berusaha untuk mewujudkannya, (Harun Nasution: 1996: 200)

Pembentukan Negara tersendiri bagi ummat Islam di India adalah suatu hal yang wajar. Setelah jatuihnya kerajaan Mughal, terutama sekali kaum Muslimin merasa amat perihatin tentang hal-hal mereka dalam suatu Negara India yang demikian luasnya. (John L.Esposito:1986:217) meskipun pada mulanya Muhammad Ali Jinnah dan liga mislimnya mula-mula berusaha untuk bekerja sama dengan partai kongres dan para pemimpinnya, namun pada tahun 1940 Jinnah bicara tentang dua bangsa di India.
Perubahan sikap Jinnah tersebut muncul ketika timbul pemahaman yang sesungguhnya bahwa orang Hindu dan Muslim akan dapat menciptakan ansional bersama Jinnah menilai bahwa pandangan seperti itu hanyalah suatu mimpi. (H.A Mukti Ali:1998:199). Muhammad Ali Jinnah menilai, bahwa orang Hindu dan Muslim termasuk dalam dua falsafah agama, adapt kebiasaan sosialdan kesusatraan yang berbeda yang mereka tidak pernah saling mengawini dan makan bersama-sama.

Meskipun gagasan pendirian Negara Pakistan masih mendapat penolakan dari pemimpin agama untuk mendukung liga dalam pendirian Negara itu dan menyatakan bahwa nasionalisme dan Islam berlawanan, alasan ketidak sukaan mereka terhadap nasionalisme bermacam-macam, dipengaruhi anti Eropanismepolitik local, serta kepercayaan agama, nasionalisme dianggap sebagai konsep Barat yang partikularisme sempitnya bertentagan dengan nasonalisme Islam. (John L.Esposito:1994:79)

Namun demikian, Jinnah pun menyadari bahwa untuk mempersatuakan dua pandangan yang berbeda antara golongan Islam dan Hindu amatlah sulit. Meskipun Jinnah sangat menentang pendapat Gandhi tentang nasionalisme India yang didalamnya ummat Islam dan Hindu bergabung menjadi suatu bangsa. (Harun Nasution:1996:195) demikian pula ungkapan presidennya yang congkak yang mengatakan, hanya ada dua “partai” di India, kongres dan pemerintah Inggris. Jinnah membalas dengan menyatakan, ada partai ketiga, liga muslim. (Jamil Ahmad:295)

Keberhasilan Ali Jinnah membidani kelahiran Negara Pakistan sebagai Negara ummat Islam bermula dari langkah awal dengan pemikiran pembaharuan seorang tokoh Syah waliullah pada abad ke-18, dikembangkan ileh Sayyed Ahmad Khan dan tokoh gerakan Aligarh pada abad ke-19 dan abad ke-20 dipadu oleh pemikiran-pemikiran Amir Ali, Muhammad Iqbal dll, yang bermuara pada perjuangan ummat Islam yang semakin kuat dibawah pimpinan Ali Jinnah yang berusaha mengelaborasidan mengaplikasikan gagasan Iqbaltersebut kedalam realitas praktis, hingga terwujud cita-cita Negara Pakistan yang mereka dambakan. (Ensiklopedi Islam: Ichtiar Baru: 1994: 322).

Kesimpulan
Ali Jinnah terkenal sebagai seorang tokoh Islam yang dinamis, kreatif dan bekerja tak kenal lelah, hal ini terbukti ketika melihat berbagai usaha yang dilakukannya, khususnya dalam bidang politik.
Dalam mengusahakan pembentukan Negara Pakistan, hal pertama dilakukan oleh Jinnah adalah melepaskan India dari tangan penjajah. Menurutnya, kemerdekaan India harus diupayakan bersama oleh masyarakat India baik Hindu maupun Muslim.
Pendirian Jinnah tersebut tidak menampakkan peluang keberhasilan, sehingga ia mengubah pendiriannya dengan menyatakan bahwa ummat Islam harus mempunyai Negara sendiri, terpisah dari ummat Hindu.
Pada akhirnya terbentuklah Negara Pakistan pada tanggal 15 Agustus 1947 yang dinakhodai oleh Jinnah sebagai Gubernur Jenderal (al-Qaid al-A’dzam) sebelum ia wafat dalam usia 72 tahun (11-9-1948).



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Jamil. Seratus muslim terkemuka (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996)
Ali, Mukti. Alam Alam Pikiran IslamModern di India dan Pakistan (Bandung: Mizan, 1998.

Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 1994)
Esposito, John.L. Identitas Islam pada Perubahan Sosial-Politik (Jakarta: Bulan Bintang, 1986)

____________, Ancaman Islam Mitos atau Realitas ? (Bandung: Mizan, 1994)
al-Nadwi, Abul Hasan Ali. Muslim In India (India: Academy of Islam Research Publication, 1976)

Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)

_________, Pembaharruan Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1994)




Read More