Published Juni 16, 2010 by with 0 comment

Berbisnis dengan Allah

Berbisnis dengan Allah - Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk berusaha atau berbisnis. Karena berbisnis bukan hanya cara untuk mendapatkan uang atau harta melimpah. Akan tetapi, bisnis juga di sebagian kalangan masyarakat adalah status sosial yang dibanggakan. Seorang pebisnis atau pedagang yang suskses biasanya dihormati dan disegani oleh banyak orang; sejak dari keluarga, karyawan, teman dan bahkan pejabat pemerintahan. Di Indonesia dan Negara miskin dan berkembang, pengusaha bisa mengatur keputusan hukum dan atau lahirnya perundang-undangan yang menguntungkan mereka dengan membayar para pejabat terkait, baik eksekutif maupun legislatif. Sebab itu, tak heran jika istilah markus (makelar kasus) hukum akhir-akhir ini semarak dibicarakan masyarakat.

Saking nikmatnya berbisnis itu, banyak dari kalangan kaum Muslimin sendiri yang tidak lagi peduli dengan halal atau haram. Tidak ingat lagi kematian dan pertanggung jawaban akhirat bagi semua harta yang dihasilkan. Risywah (sogok-menyogok), riba, data-data fiktif, sunat menyunat, spekulasi, monopoli dan berbagai tindakan menyimpang lainnya sudah menjadi budaya dan kebiasaan. Lebih sedih lagi, nyaris semua aktivitas dan profesi, termasuk politik, aktivitas keagamaan (dakwah), pelayanan sosial dan sebagainya sudah pula dijadikan sebagai lahan bisnis yang paling cepat melahirkan keuntungan harta yang berlipat ganda. Inilah kenyataan yang amat pahit yang sedang dihadapi oleh umat Islam Indonesia, khususnya sejak 10 tahun belakangan.

Kaum Muslimin rahimakumullah…
Islam sama sekali tidak melarang umatnya berbisnis, dan bahkan menganjurkannya. Akan tetapi, Islam juga memberikan persyaratan atau peraturan agar berbisnis itu tidak keluar dari format ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Paling tidak ada lima (5) syarat yang harus dipenuhi jika kita ingin menjadikan bisnis sebagai profesi untuk meraih harta dan kekayaan dunia :
  1. Berbisnis itu harus dengan niat mencari ridha Allah. Sedangkan harta yang diperoleh adalah amanah dari Allah. Sebab itu, pada hakikatnya, harta itu adalah milik Allah.
  2. Berbisnis harus sesuai dengan sistem Allah dan Rasul-Nya Muhammad Saw. seperti tidak boleh dengan sistem riba, tidak melakukan risywah, kolusi, nepotisme, monopoli, spekulasi dan sebagainya.
  3. Barang dan jasa yang dibisniskan tidak boleh yang diharamkan Allah seperti babi, darah, khamar, judi dan sebagainya serta harus yang dihalalkan Allah dan Rasul-Nya.
  4. Semua aktivitas yang terkait dengan ibadah dan pengabdian kepada Allah, baik yang terkait dengan ibadah individu, sosial kemasyarakatan, atau apa saja yang terkat dengan kategori dakwah dan jihad, tidak boleh atau haram hukumnya dibisniskan, yakni melaksanakannya dengan tujuan mendapatkan keuntungan dunia, baik yang terkait harta, pangkat, kedudukan, status sosial, pujian dari manusia atau apapun bentuknya.
  5. Di dalam harta yang diamanahkan Allah itu terdapat jatah kaum fakir, miskin dan kebutuhan lain di jalan Allah, baik melalui zakat (wajib), maupun sedekah (infak). Oleh sebab itu, harta bukan untuk ditumpuk di dunia, akan tetapi untuk dibelanjakan di jalan Allah. Atau dengan kata lain, harta adalah jalan terbaik untuk berjihad di jalan Allah.
Berdasarkan lima (5) syarat tersebut, maka manajemen harta, baik yang diperoleh melalui bisnis, bekerja, warisan, hibah dan jalan halal lainnya, pada prinsipnya dapat disimpulkan dengan dua pertanyaan mendasar berikut :
  1. Apa jenisnya, dari mana dan bagaimana cara memperoleh harta tersebut? Dari jalan yang halalkah atau yang haram?
  2. Kemana harta yang diperoleh dengan jalan yang halal itu dibelanjakan? Untuk kepentingan duniakah atau kepentingan akhirat?
Download Lengkapnya...
Read More
Published Juni 10, 2010 by with 0 comment

Nikmat Spektakuler Surga

Khutbah Jum'at Nikmat Spektakuler Surga - Iman kepada Allah sebagai Pencipta manusia dan alam semesta mendorong kita untuk mudah memahami dan meyakini semua janji-Nya; janji buruk maupun janji baik. Di antara janji baik Allah pada hamba-Nya yang taat pada-Nya dan Rasul-Nya ialah bahwa di akhirat nanti mereka akan mendapatkan surga sebagai kompensasi dan imbalan keimanan dan amal shaleh yang mereka lakukan saat mereka hidup di dunia. Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (yang banyak), bagi mereka (kelak) surga yang mengalir di bawahnya berbagai macam sungai. Itulah kesuksesan yang maha besar (tanpa batas). (Q.S. Al-Buruj : 11).

Surga yang dijanjikan Allah adalah nikmat spektakuler yang tidak bisa dibandingkan sedikitpun dengan semua kenikmatan dunia dengan segala isinya. Bahkan dalam banyak ayat Al-Qur’an Allah menjelaskan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah kehidupan yang sedikit dan menipu. Di antaranya seperti yang tercantum dalam surat Ali imran ayat 185, Arro’du ayat 26 dan Al-Hadid ayat 20. Bahkan dalam surat Al-An’am ayat 32 allah menjelaskan bahwa kehidupan dunia ini hanya permainan dan sendagurau belaka.
Oleh sebab itu, janganlah kita tertipu oleh gemerlap kehidupan dunia ini, sebanyak apapun ia, karena tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kehidupan akhirat, yakni surga yang Allah janjikan pada kita.
Orang-orang beriman dan banyak beramal shaleh atau disebut juga dengan orang-orang bertaqwa pasti akan merasakan semua kenikmatan yang dijanjikan Allah pada mereka di dalam surga. Nikmat yang mereka peroleh sungguh tidak terhitung jumlahnya, bersifat abadi (selama-lamanya) dan tidak ada henti-hentinya.
Kaum Muslimin rahimakumullah…

Di antara nikmat yang sangat spektakuler ialah :
1. Melihat Allah.
Kendatipun semua nikmat yang Allah sediakan di surga sangatlah istimewa dan spesifik, di mana belum pernah ada tandingannya di dunia. Namun demikian, melihat Allah adalah nikmat yang terbesar dan spektakuler yang diberikan-Nya kepada para kekasih-Nya yang mendiami surga, sebagai bonus untuk mereka. Siapa yang tidak terharu dan histeris jika melihat Tuhan Penciptanya? Tuhan yang memberi kehidupan di dunia dengan berbagai nikmat dan fasilitas kehidupan yang serba lengkap dan gratis?
Nikmat dan fasillitas tersebut bukan hanya mereka peroleh semasa hidup di dunia, melainkan sepanjang perjalanan wisata yang mereka lewati beribu-ribu tahun dan bahkan berjuta-juta tahun lamanya. Kemudian nikmat dan fasilitas tersebut dilipatgandakan kualitas dan kuantitasnya untuk mereka yang menjadi penghuni surga-Nya. Coba bayangkan, betapa kagum dan ta’zim (hormat)-nya mereka kepada Tuhan Pencipta yang sungguh Maha Pemurah dan Penyayang itu. Dalam kondisi seperti itu tiba-tiba Tuhan Pencipta, Allah Subhanahu Wata’ala, Raja dunia dan Akhirat memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat-Nya. Allah menjelaskan hal tersebut dalam firman-Nya :
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Bagi orang-orang yang berbuat baik (profesional dalam segala hal), ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat Allah). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya (Q.S. Yunus: 26)
Para ulama menjelaskan kata “زيادة “ (tambahan) pada ayat di atas adalah melihat wajah Allah. Informasinya bersumber dari Abu Bakar Ash- Shiddiq, Khuzaimah Ibnu al-Yaman, Abdullah Bin Abbas, Said ibnu al-Musayyab, segolongan tabi’in dan sejumlah ulama salaf (generasi pertama) dan khalaf (generasi berikutnya).
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab bahwa dia bertanya kepada Rasulullah saw. ihwal firman Allah Ta’ala, “Bagi orang-orang yang berbuat baik adalah kebaikan dan “tambahan”. Maka beliau bersabda :
" الحسنى الجنة و الزيادة النظر الى وجه الله عز وجل "
“Yang dimaksud kebaikan adalah surga dan yang dimaksud ‘tambahan’ ialah memandang wajah Allah ‘Azza wa Jalla”.[1]

2. Tidak pernah merasa lelah dan lesu.
Ketika hidup di dunia, dalam sehari semalam, mereka memerlukan tidur dan istirahat minimal empat sampai delapan, karena mudah lelah dan lesu. Sebab itu, berbagai macam obat, vitamin dan nutrisi mereka santap. Namun, di surga, lelah, lesu, letih, kurang semangat dan loyo itu sudah tidak ada. Mereka selama-lamanya fit dan enerjik. Hal ini mereka akui sendiri seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ (35)
Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (Q.S. Fathir: 35)
3. Nikmat raksasa dan spektakuler lain yang belum pernah mata mereka melihatnya, tidak juga telinga mereka pernah mendengar sebelumnya, dan bahkan belum pernah terlintas dalam benak mereka ialah tersedianya berbagai macam sungai, seperti sungai susu murni, sungai madu yang sudah disaring, sungai air mineral dan sungai khamar.

Semua sungai tersebut membentang sepanjang surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa bahagianya ketika mata mereka menatap sungai-sungai yang beraneka ragam itu. Semua airnya kelas super dan multi guna; diminum oke, dijadikan air mandi sangat cocok dan juga pas untuk segala keperluan mereka di surga. Di samping itu terdapat pula buah-buahan yang amat melimpah ruah, tak terhitung jumlah dan jenisnya.
Download lengkapnya...
Read More
Published Juni 07, 2010 by with 0 comment

Bimbingan dan Pendidikan

A. Latar Belakang
Istilah bimbingan dan penyuluhan sudah sangat populer dewasa ini dan bahkan sangat penting perannya dalam sistem pendidikan kita dewasa ini, semuanya terbukti karena bimbingan dan penyuluhan telah dimasukkan ke dalam kurikulum bahkan merupakan ciri khas dari kurikulum umum tahun 1975 yang telah dilmulai dan dilaksanakan sejak tahun 1976 di seluruh Indonesia. Bimbingan dan penyuluhan adalah merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbinagan dan penyuluhan adalah merupakan salah satu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya.
Hal ini sangat relevan jika dilihat dari penyusunan bahwa pendidikan itu adalah merupakan upayah dasar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat dan kemampuan). Kepribadian menyangkut prilaku atau sikap mental dan kemampuan meliputi masalah akademik, prilaku atau sikap mental meliputi keterampilan, tingakat kepribadian dan kemampuan yang dimiliki seseorang adalah merupakan suatu gambaran mutu dari orang yang bersangkutan.
Pada masyarakat yang lebih maju, permasalahan penemuan identitas pada individu semakin rumit. Hal ini diasebabkan karena tuntutan masyarakat maju kepada anggota-anggotanya menjadi lebih berat.

B. Identifikasi Masalah
Dalam pembahasan masalah “dasar-dasar bimbingan dan penyuluhan di sekolah”, maka ada beberapa masalah yang perlu penulis identifikasi, sebagai berikut:
1.Apakah hubungan antara bimbingan dan pendidikan ?
2.Apakah pendidikan merupakan proses perubahan yang terjadi pada individu ?
3.Bagaimana pelaksanaan bimbingan di sekolah ?

PEMBAHASAN TEORI
A. Pengertian bimbingan dan penyuluhan
1. Pengertian bimbingan
Jika dilihat atau ditelaah berbagai sumber akan dijumpai pengertian-pengertian yang berbeda mengenai bimbingan, tergantung dari jenis sumbernya yang merumuskan pengertian tersebut. Bukanlah bermaksud menghapal berbagai pengertian bimbingan itu, tetapi dengan mengetahui beberapa pengertian dan pandangan mengenai bimbingan dapatlah memberikan arti yang lebih jelas tentang bimbingan.
Istilah “bimbingan” adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris “guidance” dalam penggunaan istilah bimbingan itu timbul beberapa kesulitan karena kata “bimbingan” sudah berurat berakar ke dalam bidang pendidikan. Tetapi jika disimak lebih mendalam bimbingan sebagai terjemahan dari guidance mempunyai beberap sisi yang satu dengan yang lain saling berbeda. Maka dari itu, untuk menghindari terjadinya salah tafsir dan kekaburan arti. Perlulah pengertian ini diperjelas.

2. Pengertian penyuluhan
Berdasarkan berbagai rumusan yang dikemukakan oleh para ahli, maka pengertian tentang penyuluhan atau konseling akan semakin lebih jelas walaupun dari beberapa rumusan yang dikemukakan itu terdapat persamaan pendapat dan perbedaan pandangan atau titik tolak.
Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyuluhan ialah: hubungan timbal balik antara konsoler dengan klien dalam memecahkan masalah tertentu dengan wawancara yang dilakukan secara “face to face” atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keungan keadaan klien sehingga klien sanggup mengemukakan isi hatinya secara bebas, yang bertujuan agar klien dapat mengenal dirinya sendiri, menerima dirinya sendiri dan mengutarakan diri sendiri dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, membuat keputusan pemilihan dan rencana yang bijaksana serta dapat berkembang dan berperan lebih baik dan optimal dalam lingkungannya.

Catatan:
Makalah di atas hanya garis besarnya saja, silahkan download selengkapnya...
Read More
Published Mei 28, 2010 by with 0 comment

AL-GHAZALI ( Kritikan terhadap Para Filosof )

Al-Ghazali adalah seorang tokoh pemikir Islam dan sekaligus tokoh pemikir kemanusiaan secara umum. Pada sisi lain, ia adalah seorang kutub tasawuf, pejuang spritual dan tokoh pendidikan serta tokoh dakwah. Di sisi lain pula, ia termasuk filosof, terlihat dengan banyaknya karya-karya dan tulisannya di bidang filsafat.
Al-Ghazali banyak memberikan kritikan terhadap pemikir filosof yang lain, maka sebagian ahli dalam sejarah menganggap bahwa al-Ghazali bukan seorang filosof, bahkan ada yang menuduh bahwa yang menyebabkan stagnasi pemikiran Islam adalah akibat dari pemikiran al-Ghazali. Namun, menurut Nucholish Madjid bahwa apabila melihat kitab karya al-Ghazali, yaitu Maq±sid al-Falasifah merupakan salah satu bukti nyata bahwa ia adalah seorang filosof, karena pemahaman yang mendalam terhadap filsafat. Sedangkan kitab yang berjudul Tah±fut al-Falasifah adalah bukti lain atas penguasaannya terhadap ilmu filsafat. Dari kitab ini disinyalir mampu mewarnai kehidupan filsafat di dunia Islam dan menentukan jalannya sejarah pemikiran umat Islam berikutnya.

Berdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah ini penulis akan memaparkan pemikiran al-Ghazali sebagai seorang pemikir yang telah mengkritik para filosof dalam tiga masalah, yakni:
1. Qadim-nya alam.
2. Kebangkitan jasmani.
3. Pengetahuan Tuhan.

Catatan: Download Selengkapnya...
Read More
Published Mei 17, 2010 by with 0 comment

Al-GHAZALI (Corak Tasawuf dan Pengaruhnya dalam Tasawuf)

A.Latar Belakang
Islam sebagai sistim yang lengkap dan utuh memberi tempat bagi penghayatan keagamaan dan esoteris sekaligus. Meskipun Islam menempatkan prinsip keseimbangan kedua bentuk penghayatan tersebut, namun dalam kenyataannya penekanan pada salah satu bentuk penghayatan itu sulit dihindarkan. Hal demikian tercatat dalam sejarah pernah menjadi pemicu timbulnya polemik antara sufi dan ahli syari’at.
Sejak munculnya doktrin fana dan ittihad, terjadinya pergeseran tujuan akhir dari kehidupan spiritual. Kalau mulanya tasawuf bertujuan hanya untuk mencintai dan selalu dekat dengan-Nya, sehingga dapat berkomunikasi langsung, tujuan itu telah meningkat pada penyatuan diri dengan Tuhan. Konsep ini berangkat dari paradigma, bahwa manusia secara biologis adalah jenis makhluk yang mampu melakukan transformasi melalui mi’raj spiritual kealam Ilahiyah. Bersamaan dengan hal tersebut, terjadinya pula pro dan kontra terhadap konsepsi al-ittihad yang menjadi salah satu sebab terjadinya konflik dalam dunia pemikiran Islam, baik interen sufisme maupun dengan teolog dan fuqaha.
Akibat dari perbenturan pemikiran itu, maka sekitar abad III H. tampil al-Junaid (w. 297 H.) menawarkan konsep-konsep tasawuf yang kompromistis antara sufisme dan ortodoksi. Tujuan gerakan ini adalah untuk mengintegrasikan antara kesadaran mistik dengan syariat Islam.
Al-Gazali pada awalnya adalah seorang pemikir Islam (mutakallimin dan filosof), ketika suasana pemikiran di dunia Islam memperlihatkan perkembangan dan semangat keagamaan yang tinggi. sejarah hidupnya menunjukkan bahwa ia dalam usaha mencapai kebenaran yang diyakininya, menempuh proses yang panjang dengan jalan mempelajari seluruh sistem pemahaman keagamaan yang ada pada masanya.

PEMBAHASAN
A.Riwayat Hidup al-Gazali (1058-1111 M)
Sebelum memasuki pembahasan pokok, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan riwayat hidup al-Gazali. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Gazali diberi gelar “Hujjatul Islam”. Lahir pada tahun 1058 M. di Thus provinsi Khurasan wilayah Persi atau Iran, lebih dikenal dengan nama Imam al-Gazali. Muhammad ayah al-Gazali sebagai pengusaha kecil, yang keberhasilan kecil menyebabkan keluarganya, namun dia seorang pecinta ilmu yang mempunyai cita-cita besar. Muhammad senantiasa memohon kepada Allah agar di karunia anak-anak yang berpengetahuan dan ahli ibadah. Dia pun sering berkunjung dan berkhidmat kepada ulama. Ia telah meninggal ketika ketika al-Gazali dan saudaranya, Ahmad masih kecil. Sebelum akhir hayatnya, ayahnya telah menitipkan dan mempercayakan kedua putranya itu kepada salah seorang sahabatnya, yaitu seorang sufi yang baik hati untuk mendidik mereka. selanjutnya kedua anak tersebut mendapatkan bimbingan berbagai cabang ilmu khususnya tentang dasar-dasar ilmu tasawuf.
Ketika sufi yang mengasuh al-Gazali dan sudaranya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan keduanya, ia menganjurkan agar mereka dimasukkan ke sekolah untuk memperoleh, selain ilmu pengetahuan, santunan kehidupan sebagaimana lazimnya waktu itu. Antara tahun 465-470 H. al-Gazali belajar fikih dan ilmu lainnya kepada Ahmad Radzakani di Thus dan selama 3 tahun ditemapt kelahiranya ini ia mengkaji ulang pelajarannya di Jurjan sambil belajar tasawuf kepada Yusuf al-Nasary (w.487 H), pada tahun 473 H. ia pergi ke Naisaburi untuk belajar di Madrasah al-Nizamiyah. Di sinilah al-Gazali berkenalan dengan al-Juwaini, sebagai tenaga pengajar, ia kemudian belajar ilmu kalam dan ilmu mantiq. Menurut Abd. Gaffar bin Ismail al-Farisi, al-Gazali menjadi pelajar yang paling pintar di zamanya, dan ia tetap setia kepada gurnuya sampai wafat.
Catatan:
Download Selengkapnya...
Read More
Published Mei 05, 2010 by with 0 comment

MTQ Tingkat Propinsi NTB

Uhhh.....
Sebenarnya banyak yang mau kuceritakan selama kegiatan MTQ Propinsi NTB ini tapi hingga kini kondisi belum fit. Gimana mau fit kalau selama perjalan dari lombok timur hingga sape, saya muntah-muntah karena mabuk darat.... hehehehe...
ok, pada posting ini hanya kuceritakan dan tampilkan dokumentasi dari hasil lomba.
Alhamdulillah kafilah kami dari Kabupatem Bima keluar sebagai Juara UMUM pada MTQ kali ini (tahun 2010).

Kebetulan saya sendiri utusan kafilah kabupaten Bima dalam cabang Khattil Qur'an bidang penulisan naskah. Alhamdulillah ga dapat juara hehehe...










Read More
Published April 20, 2010 by with 0 comment

Sakinah, Mawaddah wa Rahmah

Tadi sore - menghadiri acara resepsi pernikahan, beberapa sahabat, masih penasaran dengan arti yang dikatakan oleh penyampai kata sambutan keluarga, yaitu Sakinah, Mawaddah wa Rahmah. Kebetulan saya guru bahasa Arab, jadi tau arti secara sempit, sebagaimana yang saya uraikan pada sahabat-sahabat tadi.
Namun setelah buka kembali file di laptop, ada artikel tentang ini, tp sudah berupa file doc. sehingga tak tau dari mana sumber artikel ini dulu. mari lanjut ke makna dari kata tersebut. Semoga membantu.

Sakinah

Kata sakinah berasal dari bahasa Arab (سكينة), yang berarti tenang, tenteram, damai, terhormat, aman, nyaman, merasa dilindungi, penuh kasih sayang, dan memperoleh pembelaan. Dengan demikian keluarga sakinah berarti keluarga yang semua anggotanya merasakan ketenangan, kedamaian, keamanan, ketenteraman, perlindungan, kebahagiaan, keberkahan, dan penghargaan.

Kata "sakinah" juga sudah diserap menjadi bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sakinah bermakna kedamaian; ketenteraman; ketenangan; kebahagiaan.

Mawaddah

Kata mawaddah juga berasal dari bahasa Arab (مَوَدَّة). Mawaddah adalah jenis cinta membara, perasaan cinta dan kasih sayang yang menggebu kepada pasangan jenisnya. Mawaddah adalah perasaan cinta yang muncul dengan dorongan nafsu kepada pasangan jenisnya, atau muncul karena adanya sebab-sebab yang bercorak fisik. Seperti cinta yang muncul karena kecantikan, ketampanan, kemolekan dan kemulusan fisik, tubuh yang seksi; atau muncul karena harta benda, kedudukan, pangkat, dan lain sebagainya.

Biasanya mawaddah muncul pada pasangan muda atau pasangan yang baru menikah, dimana corak fisik masih sangat kuat. Alasan-alasan fisik masih sangat dominan pada pasangan yang baru menikah. Kontak fisik juga sangat kuat mewarnai pasangan muda. Misalnya ketika seorang lelaki ditanya, "Mengapa anda menikah dengan perempuan itu, bukan dengan yang lainnya?" Jika jawabannya adalah, "Karena ia cantik, seksi, kulitnya bersih", dan lain sebagainya yang bercorak sebab fisik, itulah mawaddah.

Demikian pula ketika seorang perempuan ditanya, "Mengapa anda menikah dengan lelaki itu, bukan dengan yang lainnya ?" Jika jawabannya adalah, "Karena ia tampan, macho, kaya", dan lain sebagainya yang bercorak sebab fisik, itulah yang disebut mawaddah.

Kata mawaddah juga sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, menjadi mawadah (dengan satu huruf d). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mawadah bermakna kasih sayang.

Rahmah

Rahmah berasal dari bahasa Arab(رحمة). yang berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, juga rejeki. Rahmah merupakan jenis cinta dan kasih sayang yang lembut, terpancar dari kedalaman hati yang tulus, siap berkorban, siap melindungi yang dicintai, tanpa pamrih “sebab”. Bisa dikatakan rahmah adalah perasaan cinta dan kasih sayang yang sudah berada di luar batas-batas sebab yang bercorak fisik.

Biasanya rahmah muncul pada pasangan yang sudah lama berkeluarga, dimana tautan hati dan perasaan sudah sangat kuat, saling membutuhkan, saling memberi, saling menerima, saling memahami. Corak fisik sudah tidak dominan.

Misalnya seorang kakek yang berusia 80 tahun hidup rukun, tenang dan harmonis dengan isterinya yang berusia 75 tahun. Ketika ditanya, "Mengapa kakek masih mencintai nenek pada umur setua ini?" Tidak mungkin dijawab dengan, "Karena nenekmu cantik, seksi, genit", dan seterusnya, karena si nenek sudah ompong dan kulitnya berkeriput.

Demikian pula ketika nenek ditanya, "Mengapa nenek masih mencintai kakek pada umur setua ini?" Tidak akan dijawab dengan, "Karena kakekmu cakep, jantan, macho, perkasa", dan lain sebagainya; karena si kakek sudah udzur dan sering sakit-sakitan. Rasa cinta dan kasih sayang antara kakek dan nenek itu bahkan sudah berada di luar batas-batas sebab. Mereka tidak bisa menjelaskan lagi "mengapa dan sebab apa" masih saling mencintai.

Kata rahmah diserap dalam bahasa Indonesia menjadi rahmat (dengan huruf t). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata rahmah atau rahmat bermakna belas kasih; kerahiman; karunia (Allah); dan berkah (Allah).

Read More
Published April 20, 2010 by with 0 comment

AL-FARABI (Filsafat al-Faydh, al-Nafs dan al-Madinah al-Fadhilah)

Dalam sejarah dunia filsafat, Yunani merupakan tonggak pangkal munculnya pemikiran filsafat yang mulai tumbuh dan berkembang di beberapa kota. Pemikiran filosof itu kemudian masuk ke dalam dunia Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli pikir Islam di Suria, Mesopotamia, Persia dan Mesir.
Budaya dan filsafat Yunani masuk ke negeri-negeri tersebut dengan adanya ekspansi Alexander yang agung yang dalam bahasa Arab disebut Iskandar Zulkarnain. Ekspansi tersebut terjadi pada abad ke-4 sebelum Masehi.
Setelah Alexander dapat menaklukkan negeri-negeri tersebut, ia kemudian membuat kebijaksanaan politik untuk menyatakan kebudayaan Yunani dan kebudayaan Persia. Pengaruh kebijaksanaan tersebut meninggal-kan bekas yang besar di daerah-daerah yang pernah dikuasainya hingga kemudian timbullah pusat-pusat kebudayaan Yunani di Timur, seperti Alexanderia di Mesir, Jundisapur di Mesopotamia dan Bacha di Persia.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, pengaruh kebudayaan Yunani dalam dunia Islam belum nampak jelas sebab perhatian lebih dipusatkan pada kebudayaan Arab. Namun, setelah pemerintahan Bani Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Yunani nampak lebih jelas karena pada waktu itu orang-orang yang duduk di pemerintahan pusat bukan hanya dari kalangan Arab, tetapi juga orang-orang Persia yang banyak berkecimpung dengan budaya Yunani.

A. Biografi al-Farabi
Nama lengkapnya ialah Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalgh. Di kalangan orang-orang Latin abad tengah, al-Farabi lebih dikenal dengan nama Abu Nashr (Abunaser),1 sementara di kalangan masyarakat Eropa ia lebih dikenal dengan al-Farabius, juga Avennaser.2 Sebutan al-Farabi diambil dari nama kota Farab (sekarang dikenal dengan kota Attar) Turkistan, dimana ia dilahirkan pada 257 H (870 M). Ayahnya adalah seorang jenderal berkebangsaan Iran, sementara ibunya berkebangsaan Turki.3
Sejak kecil al-Farabi sudah menunjukkan kecerdasannya yang luar biasa terutama di bidang bahasa, khususnya bahasa Persia, Turkistan dan Kurdistan. Nampaknya, ia tidak mengenal bahasa Yunani dan Siriani sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat pada waktu itu.4
Dalam usianya yang masih sangat muda, al-Farabi bersama ayahnya pergi ke Baghdad yang ketika itu menjadi pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan. Pada mulanya, ia memusatkan perhatiannya di bidang logika dan tata bahasa Arab (nahwu-sharaf) pada Abu Bakar al-Sarraj. Setelah itu, ia kemudian pindah ke Harran, lalu kembali lagi ke Baghdad untuk belajar filsafat. Di sana al-Farabi menetap selama kurang lebih 30 tahun. Waktu puluhan tahun itu digunakannya untuk belajar filsafat, matematika, kedokteran dan bahasa Arab, sekaligus mengajar dan menulis karya-karyanya.5
Pada 330 H/942 M al-Farabi pindah ke Damsyik karena mendapatkan undangan dari pemerintah Syi’i Hamdani, Sayf al-Dawlah dan tinggal bersama para pengikutnya serta beberapa rekannya di Halab (Aleppo) sampai akhir hayatnya pada 337 H (950 M) pada usia 80 tahun.6
Al-Farabi adalah eksponen filsafat Neo-Platonis muslim yang dimulai oleh al-Kindi dan dilanjutkan kemudian oleh Ibnu Sina. Al-Farabi boleh dikatakan sebagai ensiklopedi hidup. George Sarton – sebagaimana yang dikutip oleh Jamil Ahmad – menulis, “Ia mengenal segenap pemikiran ilmiah pada zamannya”.7
Al-Farabi dianggap sebagai “hujjat al-mantiq” (ahli logika) dan guru besar dalam ilmu filsafat dan ilmu metafisika.8 Filsafat al-Farabi merupakan sinkretisme antara Platonisme, Aristotelisme dan Sufisme. Gagasannya di bidang ini mempunyai pengaruh yang sangat luas dan dalam. Menurut ‘Allamah ibn Khan, “Tidak ada seorang muslim pun yang bisa menyamai taraf ilmu filsafat al-Farabi, hanya dengan menelaah gagasannya dan meniru gaya tulisannya akhirnya Ibnu Sina bisa mencapai kemahiran dan kecerdasan yang menyebabkan karyanya sendiri berguna”.8 Disamping pada Ibnu Sina, pengaruh al-Farabi bisa diusut pada karya-karya pemikir dan pujangga Islam seperti Ibn Rusyd, Ibn Khaldun, Fakhruddin Razi, Ibn Haytam, Ibn Miskawaih, Jalaluddin Rumi dan al-Ghazali.

B. Filsafatnya
Sebagai pembangun sistem filsafat, khususnya filsafat Islam,9 al-Farabi membaktikan diri untuk berfikir dan merenung, menjauh dari kegiatan politik, gangguan dan kekisruhan masyarakat. Ia telah meninggalkan sejumlah risalah penting. Di samping murid-murid yang belajar secara langsung, banyak pula orang yang mempelajari karya-karyanya sepeninggalnya, bahkan menjadi pengikutnya. Filsafatnya menjadi acuan pemikiran ilmiah bagi Barat dan Timur, lama sepeninggalnya.
Filsafat al-Farabi mempunyai corak dan tujuan yang berbeda dengan para filosof lainnya. Ajaran-ajaran para filosof terdahulu diambilnya, lalu ia bangun kembali dalam bentuk yang sesuai dengan lingkup kebudayaan kemudian disusunnya menjadi sedemikian sistematis dan selaras. Al-Farabi adalah seorang yang logis baik dalam pemikirannya, pernyataan, argumentasi, diskusi, keterangan dan penalarannya. Filsafatnya mungkin bertumpu pada beberapa perkiraan yang keliru dan mungkin juga berisi beberapa hipotesis yang telah ditolak oleh ilmu pengetahuan modern, namun ia mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar di bidang pemikiran masa-masa sesudahnya. Berikut ini akan diuraikan secara singkat unsur-unsur penting filsafatnya.
1. Filsafat al-Faydh (emanasi)
Salah satu filsafat al-Farabi yang terkenal ialah filsafat al-faydh (emanasi)10 yang menyebutkan bahwa Tuhan itu Esa sama sekali. Teori ini membahas tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (alam makhluk) dari zat yang wajib al-wujud (Tuhan). Hal itu karena Tuhan mengetahui zat-Nya dan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya.11 Dengan kata lain, Tuhan sebagai al-Maujud al-Awwal merupakan sebab pertama bagi segala yang ada.
Seperti halnya Plotinus, al-Farabi mengatakan bahwa Tuhan itu Esa, karena itu yang keluar dari pada-Nya juga satu wujud saja, sebab emanasi itu timbul karena pengetahuan (ilmu) Tuhan terhadap zat-Nya yang satu. Kalau apa yang keluar dari zat Tuhan itu berbilang, berarti zat Tuhan itu pun berbilang. Dasar adanya emanasi tersebut ialah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran akal-akal terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan. Dalam alam manusia sendiri, apabila memikirkan sesuatu maka tergeraklah kekuatan badan untuk mengusahakan terlaksananya atau wujudnya sesuatu itu.12
Wujud pertama yang keluar dari Tuhan disebut akal pertama yang mengandung dua segi. Pertama, segi hakikatnya sendiri (tabi’at, wahiyya), yaitu wujud yang mumkin. Kedua, segi lain yaitu wujudnya yang nyata dan yang terjadi karena adanya Tuhan sebagai zat yang menjadikan. Jadi, meski-pun akal pertama tersebut satu (tunggal), namun pada dirinya terdapat bagian-bagian, yaitu adanya dua segi tersebut yang menjadi obyek pemikirannya. Dengan adanya segi-segi ini, maka dapatlah dibenarkan adanya bilangan pada alam sejak dari akal pertama.13
Dari pemikiran akal pertama dalam kedudukannya sebagai wujud yang wajib dan sebagai wujud yang mengetahui dirinya maka keluarlah akal yang kedua. Dari pemikiran akal pertama dalam kedudukannya sebagai wujud yang mumkin dan mengetahui dirinya, maka timbullah langit pertama atau benda langit terjauh (al-sama’ al-ula; al-falak al-a’la) dengan jiwanya sama sekali (jiwa langit tersebut). Jadi dari dua obyek pengetahun yaitu dirinya dan wujudnya yang mumkin keluarlah dua macam makhluk tersebut yaitu benda langit dan jiwanya. Dari akal kedua timbullah akal ketiga dan langit kedua atau bintang-bintang tetap (al-kawakib al-tsabitah) beserta jiwanya dengan cara yang sama seperti yang terjadi pada akal pertama. Dari akal ketiga keluar-lah akal keempat dan planet Saturnus (Zuhal), juga beserta jiwanya. Dari akal keempat keluarlah akal kelima dan planet Yupiter (al-Musytara) beserta jiwanya. Dari akal kelima keluarlah akal keenam dan planet Mars (Mariiah) beserta jiwanya. Dari akal keenam keluarlah akal ketujuh dan Matahari (al-Syams) beserta jiwanya. Dari akal ketujuh keluarlah akal kedelapan dan planet Venus (al-Zuharah) juga beserta jiwanya. Dari akal kedelapan keluarlah akal kesembilan dan planet Mercurius (‘Utarid) beserta jiwanya pula. Dari akal kesembilan keluarlah akal kesepuluh dan Bulan (Qamar). Dengan demikian, dari satu akal keluarlah satu akal dan satu planet beserta jiwanya.14

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka Download lengkapnya...
Read More
Published April 16, 2010 by with 0 comment

Merancang Kematian

Khutbah jum'at Merancang Kematian - Rutinitas kehidupan terkadang menyebabkan kita lupa pada kematian. Padahal, kematian itu adalah sebuah peristiwa besar yang pasti kita alami dan rasakan. Kematian adalah sunnatullah (sistem Allah) bagi setiap makhluk yang diberi-Nya kesempatan hidup di dunia ini, termasuk manusia, sebagaimana firman-Nya :
لُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada hari kiamatlah akan disempurnakan balasan (amal) kalian. Maka, siapa yang (hari itu) dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah sukses besar. Dan tidak adalah kehidupan dunia ini kecuali (sedikit) kenikmatan yang menipu. (QS. Ali Imran : 185)

Jika kematian itu adalah sautu kebenaran yang pasti kita rasakan, maka mengapa kita seakan acuh-tak acuh saja padanya? Mengapa kita seakan melupakannya? Mengapa kesibukan menjalani kehidupan sementara di dunia ini menyebabkan kita seakan tidak maksimal dalam menghadapi kematian?

esibukan kita dalam menjalani kehidupan sementara ini, benar-benar telah memalingkan hati dan pikiran kita dari kematian; satu peristiwa besar yang pasti menimpa diri kita semua. Hal tersebut terbukti bahwa konsentrasi kita mengumpulkan harta, menambah jumlah tabungan bank, mencari berbagai sumber uang untuk merancang dan membangun rumah di dunia dan berbagai kebutuhan hidup lainnya melebihi konsentrasi kita merancang kematian itu sendiri. Padahal kematian adalah suatu kepastian. Hampir setiap hari kita melihat kematian. Sedangkan kematian adalah penentu keberhasilan atau kegagalan dalam perjalanan panjang kita menuju Allah Tuhan Pencipta alam.

Oleh sebab itu, mari kita fokuskan hidup kita untuk merancang kematian, dengan cara mendesain hidup ini semuanya hanya untuk Allah dan dijalankan sesuai aturan Allah dan Rasul-Nya. Berbahagialah orang-orang yang diberi Allah kemudahan untuk mendesain semua aktivitas hidupnya hanya untuk Allah dan dapat dijalankan sesuai aturan Allah dan Rasul Muhammad Saw. Sebaliknya, celakalah orang-orang yang memilih jalan hidupnya selain jalan Allah, semua aktivitas hidupnya bukan untuk Allah dan dijalankan di luar ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Download lengkapnya...
Read More
Published April 15, 2010 by with 0 comment

Menyambut Kematian

Menyambut Kematian - Kematian adalah suatu kepastian. Ia akan datang tepat waktu, tanpa bisa dimajukan atau diundurkan, kendati barang sedetik. Saat menghadapi kematian, petugas pencabut nyawa, Malakul Maut akan menyelesaikan tugasnya dengan sangat sempurna. Jika Anda adalah orang yang sukses menjalankan Misi Ibadah dan Visi Khilafah dengan baik ketika hidup di atas bumi Allah ini, maka Malakul Maut datang dengan penampilan yang sangat sopan, berpakaian putih bersih dengan aroma harum kasturi. Sambil tersenyum ia mencabut nyawa dari badan Anda dengan sangat hati-hati sehingga nyaris tidak Anda rasakan.
Ketika Anda menghembusakan nafas terakhir sambil mengucapkan لآ الــه الا اللــه (Tiada tuhan yang pantas disembah selain Allah), orang-orang di sekitar Anda akan melihat wajah Anda yang berseri-seri sambil tersenyum simpul. Anda bisa tersenyum karena mengetahui bahwa Anda adalah orang yang akan meraih Great Success (Kesuksesan Tanpa Batas), yakni akan masuk syurga, insya Allah.
Suasana di sekeliling Anda tiba-tiba berubah menjadi isak tangis dan kesedihan yang mendalam yang diekspresikan oleh anak, isteri, karib kerabat, sahabat, teman sejawat Anda yang sempat hadir menyaksikan peristiwa perpisahan sementara dengan Anda. Suasananya sangat kontras dengan ketika Anda memasuki fase kehidupan dunia, yakni ketika lahir sekian puluh tahun yang lalu. Ketika itu, Anda yang berteriak menangis sejadi-jadinya, sedang orang-orang yang ada di sekitarnya malah tersenyum dan tertawa. Sekarang suasana jadi terbalik, giliran Anda yang tersenyum dan mereka yang menangis sejadi-jadinya.

Sebaliknya, jika Anda adalah orang yang gagal menjalankan Misi Ibadah dan Visi Khilafah semasa mendapat jatah hidup di dunia, Izrail (Malakul Maut) akan datang kepada Anda dengan wajah yang marah, garang, hitam pekat dan berbau busuk. Ia akan memperlakukan Anda dengan sangat kasar sambil membentak-bentak dan berkata : Wahai Hamba Allah, Inilah balasan awal dari kegagalanmu dalam menjalankan Misi Ibadah dan Visi Khilafah, karena kesombongan diri, pembangkangan dan kedurhakaan pada Tuhan Pencipta, Allah Rabbul ‘Alamin. Download lengkapnya...
Read More
Published Maret 23, 2010 by with 0 comment

Mengukir Prestasi Dihadapan Ilahi

Mengukir Prestasi Dihadapan Ilahi - Telah dimaklumi bahwa, manusia pada mulanya berasal dari dua orang sejoli, Nabiyullah Adam dan ibunda Hawa. Daripadanya berkembang menjadi banyak bangsa bahkan suku. Semua manusia di negara manapun dinisbatkan kepada beliau berdua. Dalam hal ini Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, artinya:“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Disebutkan dalam ayat ini bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah adalah sama, tidak ada perbedaan. Adapun yang membedakan di antara mereka adalah dalam urusan diin (agama), yaitu seberapa ketaatan mereka kepada Allah dan RasulNya.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
لَيْسَ ِلأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ فَضْلٌ إِلاَّ بِالدِّيْنِ أَوْ عَمَلٍ صَالِحٍ. (رواه البيهقي).
“Tidaklah seseorang mempunyai keutamaan atas orang lain, kecuali karena diinnya atau amal shalih.”

Ma’asyiral muslimin jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Saat ini, kehidupan manusia telah berkembang dengan pesat dalam segala aspeknya. Dari segi jumlah mencapai milyaran, dari sisi penyebaran, ratusan bangsa bahkan ribuan suku yang masing-masing mengembangkan diri sesuai potensi yang bisa dikembangkan. Darinya pula muncul beragam bahasa, adat istiadat, budaya dan lain-lain, termasuk teknologi yang mereka temukan. Namun, kalau kita renungkan semua itu adalah untuk jasmani kita (saja) agar hidup kita dalam keadaan sehat, tercukupi kebutuhan materi, tidak saling mengganggu, aman tentram dalam mengemban persoalan kehidupan. Inilah tuntutan “kasat mata” hidup seorang manusia. Download lengkapnya...
Read More
Published Maret 20, 2010 by with 0 comment

Abu Yasid Al Bustami

Nama lengkapnya adalah Abu Yasid Thaifur bin Isa bin Surusyan Al-Bustami, ia lahir di daerah Bustan (Persia) yang terletak di propinsi Qumis pada tahun 188 H/804 M, nama kecilnya ialah Taifur. Kakeknya bernama Bostam, Abu yazid adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Yang tertua bernama Surusyan, seorang penganut agama zoroaster, kemedian memeluk agama islam di Adam kemudian Taifur (Abu Yazid) dan yang mudah bernama Ali. Ketiganya tergolong orang-orang yang ahli zuhud dan ahli ibadah. Hanya saja diantara ketiganya Abu yazid yang tinggi tingkatannya.
Sejak dalam kandungan konon kabarnya Abu Yazid telah memiliki kelainan, Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu yazid akan memberontak sehingga ibunya akan muntah kalau menyantap makanan yang diragukan kahalalannya. Sewktu mencapai usia remaja, Abu yazid terkenal sebagai murid yang pandai dan seorang anak yang patuh mengikuti perintah agama dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Di suatu ketika gurunya membacakan ayat Al-qur’an surah luqman yang artinya:”barterimah kasihlah kepada aku dan kepada kedua orang tuamu.” Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid, ia kemudian berhenti belajar dan pulang untuk menemui ibunya. Sikapnya ini menggambarkan bahwa ia selalu berusaha memenuhi setiap panggilan Allah.
Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorng sufi memakan waktu puluhan tahun. Sebelum menjadi seorang sufi, ia telah manjadi fakih dari mazhab Hanafi. Salah seorang gurunya yang tarkenal adalah Abu Ali As-Sindi ia mengajarkan ilmu tauhid, ilmu hakikat dan ilmu lainnya. Dalam menjalani kehidupan aebagai seorang sufi selama 13 tahun, Abu Yazid mengembara di gurun-gurun pasir di Syam, hanya dengan tidur makan dan minum yang sedikit saja. Abu Yazid termasuk pembesar sufi di Baghdad pada abad ketiga hijriah. Ia memiliki sejarah kehidupan yang mengagumkan dan prilaku yang kadang-kadang sulit untuk di terima akal. Ini semua tidak terlepas dari peran orang tuanya yang sejak dini mengarahkan Abu Yazid untuk mendalami ilmu-ilmu Agama. Dalam sejarah di katakan bahwa ia pernah berguru kepada 113 orang alim.
Abu Yazid maninggalkan Bistam, merantau dari suatu negeri ke negeri lain selama 30 tahun dan melakukan disiplin diri dengan berpuasa disiang hari dan bertirakat sepanjang malam. Dalam pengembaraannya Abu Yazid selalu melakukan mujahadah (peniadaan nafsu diri) kepada Allah dan selama itu pula menurut pengakuannya tidak ada yang lebih sulit dari pada mempelajari ilmu teologi dan mengikuti ajaran-ajarannya.
Di riwayatkan bahwa Abu Yazid berkata”aku pergi keMekkah dan melihat sebuah rumah (Ka’bah) berdiri sendiri aku berkata” hajku tidak diterima karena aku telah melihat banyak batu semacam ini, aku pergi lagi lalu aku melihat rumah itu dan juga tuhannya rumah itu, aku berkata ini bukan peng-esaan (tauhid) yang hakiki. Aku pergi ketiga kalinya dan hanya melihat Tuhannya, suara dalam hatiku berkata,” wahai Abu Yazid, jika engkau tidak melihat dirimu sendiri engkau tidak akan menjadi seorang musyrik, walaupun engkaun melihat dirimu sendiri maka engkau adalah seorang musyrik, walaupun negkau buta terhadap jagad raya. Maka dari itu aku bertaubat lagi dan taubatku yang kali ini adalah bertaubat dari memandang wujudku sendiri. Dalam perjalanannya keMekkah memakan waktu 12 tahun penuh. Hal ini karena setiap kali ia berjumpa dengan seorang pengkhutbah. Yang memberikan pengajaran, Abu Yazid segera membantangkan sejadahnya dan melakukan shalat sunnat.
Pada tahun berikutnya ia menunaikan ibadah haji, ia mengenakan pakaian yang berbeda untuk setiap tahap perjalanannya sejak mulai menempuh padang pasir. Disebuah kota dalam perjalanan, ada serombongan besar yang telah menjadi pasirnya ketika ia meninggalkan Mekkah, banyak orang yang mengikutinya, dan ketika Abu Yazid bertanya kepada mereka, mereka menjawab bahwa mereka igin berjalan bersamana dan menjadi pengikutnya. Melihat kenyataan itu Abu Yazid memohon kepada Allah, agar Allah tidak menutup penglihatan hamba-hamba-Nya karena dirinya dan agar dirinya tidak mejadi penghalang bai mereka, kemudian Abu Yazid melakukan shalat al-subh dan setelah selesai tiba-tiba dari mulutnya keluar ungkapan yang ganjil, ia berkata “sesungguhnya aku adalah Tuhan, tiada tuhan selain aku dan karena itu sembahlah aku!” mendengar ucapan Abu Yazid yang demikian itu. Kemudian orang-orang tersebut merasa kesal dan menganggap bahwa Abu Yazid adalah ornag gila, oleh karena itu mereka meninggalkan Abu Yazid, meskipun demikian kejadian itu sama sekali tidak menggoyahkan niat Abu Yazid untuk meneruskan perjalanannya menujuh Madinah.
Setalah kembali dari Madinah ia pulang keBisham untuk menemui Ibunya, sesampinya disana disaat tengah malam ia mendengar ibunya berdoa, Abu Yazid menangis lalu mengetuk pintu, ibunya bertanya siapa itu, kemudian ia menjawab anakmu yang terbuang, lalu ibunya membuka pintu dan matanya menjadi kabur, ibunya berkata kepada Abu Yazid “Tahukah engkau mengapa mataku menjadi kabur, karena aku telah sedemkian banyaknya menteskan air mata sejak berpisah denganmu, punggungku telah bengkok karena beban duka kutangguhkan itu.”
Abu Yazid merupakan tokoh sufi yang membawa ajaran-ajaran yang berbeda dengan ajaran tasawuf sebelumnya. Ajaran yang di bawanya banyak di tentang oleh ulama fiqh dan kalam, yang menjadi sebab ia keluar masuk penjara. Meskipun demikian ia memperolah banyak pengikut percaya kepada ajarannya. Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan Tayfuriyah suatu kelompok yang dinisbatkan pada pemimpinnya yaitu Taifur Abu Yazid Al-Bustami. Ia juga merwayatkan sebagai hadits-hadits Nabi SAW dan ia mengikuti mazhab Abu Hanifah atau imam Hanafi.

AJARAN TASAWUF ABU YAZID AL-BUSTAMI
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah Al-fana, Al-baqa dan Al-ittihad. Sebagai mana di ketahui Abu Yazid tidak menuliskan ajaran-ajaran tasawufnya dalam buku tertentu yang dapat digunakan sebagai sumber primer bagi sebuah penelitian, ajaran-ajarannya banyak di tulis oleh para pengikutnya.
al-fana dan al-baqa.
Abu Yazid adalah sufi yang pertamakali memperkenalkan paham al-fana dan al-baqa dalam tasawuf. Ia senantiasa dekat dengan Tuhan. Abu Yazid mencari-cari jalan untuk dekat dangan Tuhan. Ia berkata “aku bermimpi melihat tuhan, akupun bertanya” Tuhanku bagaimana jalan untuk sampai kepada-Mu? Ia menjawab tinggalkanlah dirimu dan kemarilah!.
Dari situlah pertama kali di kenalkan al-fana, dari segi bahasa fana berasal dari kata faniyah yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya di artikan sebagai keadaan moral yang luhur. Menurut Abu Bakar Al-kalabadzi. Fana adalah hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan semua kepentingan ketika berbuat sesuatu.
Pencapaian Abu Yazid ketahap fana di capai setelah meninggalkan segala keinginan kepada Allah SWT bahwa ia telah berada dekat dengan Tuhan.
Adapun baqa berasal dari kata bagiah, arti dari segi bahasa adalah tetap. Sedangkan berdasarkan istilah taswuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Paham baqa tidak dapat dipisahkan dengan paham fana, karena keduanya merupakan paham yang berpasangan. Ketika seorang sufi mengalami fana, ketika itu pula ia mengalami baqa, menurut Harun Nasution, paham al fana dan al baqa Abu Yazid tersimpul dalam kata-katanya:
اَعْرِفُهُ بِي حَتَّي فَنَيْتُ ثُمَّ عَرَ فْتُهُ بِهِ فَحَيَّيْتُ
Artinya: “aku tahu melalui diriku, sehingga aku mati, kemudian aku tahu
Kepada-Nya melalui dari-Nya maka akupun hidup.”
Dari ungkapan tersebut tersirat suatu pemahaman bahwa ketika sedang mengalami al-fana, Abu Yazid tidak menyadari sesuatu (sekan-akan ia telah mati). Akan tetapi, pada saat itu juga ia merasa hidup dengan Allah dan hanya Allah yang ada dalam kesadarannya. Ketika Abu Yazid mulai berada di hadirat Tuhan, dalam pengetahuannya ia merasa bahwa Tuhan adalah dia dan dia Tuhan dan pada seperti inilah keluar kata-kata di mulut Abu Yazid ucapan-ucapan yang belum pernah di dengar dari sufi sebelumnya, di antara ucapannya misalnya: “aku tidak heran terhadap cintaku pada-Mu karena aku hamba yang hina, tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku karena engkau adalah raja yang mahakuasa.”
Kondisi dan macam ini tidak terjadi kecuali jika al-arif (sufi) telah tertarik secara menyeluruh pada Allah sehingga ia tidak menyaksikan selain Allah. Kesadaran akan pribadinya telah hilang,ia tidak menyadari lagi akan jasad kasarnya sebagai manusia karena kesadarannya telah menyatu dengan khadirat Allah (kehendak Allah), bukan menyatu dangan wujud-Nyan.
Dengan demikian, dapat di ambil pernyataan akhir bahwa al-fana menurut Abu Yazid adalah sirnanya kesadaran akan diri dan alam sekitarnya karena kesadarannya telah menyatu dengan kehendak Allah, sementara al-baqa merupakan perasaan tahap hidup terus dengan Allah setelah terjadinya al-fana.
Al Ittihad
Paham al ittihad dalam istilah Abu Yasid di sebut dengan tajrid-al fana fil al-tauhid, yaitu penyatuan dengan Allah tanpa di perantarai oleh suatu apapun, ungkapan Abu Yasid tantang peristiwa mi’rajnya berikut akan memperjelas pengertian ini. Dia mengatakan : “ pada suatu ketika Tuhan menaikkan dan menampakkan aku di hadirat-Nya, ia berkata padaku “ wahai Abu Yasid makhlukku ingin melihat engkau, aku menjawab hiasilah aku dengan ke-Esaan-Mu, dan dandani aku dengan ke-akuan-Mu, dan angkatlah aku dengan ke-esaan-Mu sehingga kalau makhlukmu memandangku mereka akan berkata, kami telah menyaksikanmu, tapi sebenarnya yang mereka lihat adalah engkau dan aku tidak ada di sana.
Ungkapan Abu Yasid ini merupakan ilustrasi proses terjadinya al Ittihad, dalam hal al-ittihad, seseorang sufi bersatu dengan Tuhan, antara yang mencintai dengan yang dicintai menyatu, baik substansi maupun perbuatannya.
Harun Nasution memaparkan bahwa ittihad adalah suatu tingkatan ketika seorang sufi telah merasa bersatu dirinya dengan tuhan. Bahwa dalam ittihad yang dilihat hanya satu wujud sesungguhnya ada dua wujud, maka dalam ittihad dapat terjadi pertukaran antara yang mencintai dan yang dicintai atau tegasnya antara sufi dengan tuhan.
Abu Yasid pernah berkata tatkala dalam tahapan ittihad artinya : Tuhan berkata, semua mereka kecuali engkau adalah makhluk, akupun berkata, engkau adalah aku dan aku adalah engkau.
Dalam riwayat : suatu ketika seseorang melewati rumahnya Abu Yasid dan ia mengetuk pintu, abu yasid bertanya siapa yang engkau cari ? orang itu menjawab Abu Yasid. Abu Yasid berkata, “ pergilah dirumah ini tidak ada Abu Yasid kecuali tuhan yang maha kuasa dan maha tinggi.
Dari ungkapan ungkapan seperti itulah yang membuat Abu Yasid selalu keluar masuk penjara, karena perkataannya yang membingungkan orang orang awam.

Catatan:
Download lengkapnya...
Read More
Published Maret 09, 2010 by with 0 comment

Teori Kebenaran

Pengertian Kebenaran
1. Tinjauan Etimologi
Kata "kebenaran" berasal dari kata "benar" yang memperoleh awalan ke dan akhiran an yang berarti cocok dengan keadaan sesungguhnya, tidak bohong, atau sah. Dan kata kebenaran itu sendiri berarti keadaan (hal tersebut) yang benar (cocok dengan atau keadaan yang sesungguhnya).
Sidi Gazalba memberi pengertian "kebenaran" dengan mengemukakan lawan katanya, karena kata itu menjadi jelas, manakala kata itu dihadapkan pada lawan dan kita susulkan artinya.
Mudhar Ahmad mengatakan bahwa kata "benar" menyatakan kualitas keadaan atau sifat sebenarnya sesuatu. Semua itu bisa berupa pengetahuan (pemikiran) atau pengalaman (perbuatan).
2. Tinjauan terminologi
Secara terminologi, kebenaran mempunyai arti yang bermacam-macam, seperti halnya arti etimologinya. Pengertian kebenaran secara terminologi berkembang dalam sejarah filsafat. Dalam aliran filsafat masing-masing aliran mempunyai pandangan yang berbeda tentang kebenaran, hal ini tergantung dari sudut mana mereka memandang. Secara garis besarnya paham-paham tersebut antara lain :
a.Paham idealisme memberikan pengertian bahwa "kebenaran" adalah merupakan soal yang hanya mengenai seseorang yang bersangkutan. Kebenaran itu hanya ide, materi itu hanya ide, hanya dalam tanggapan. Demikian dikatakan George Berkeley (1685-1753).
b.Paham realisme berpendapat bahwa "kebenaran" adalah kesesuaian antara pengetahuan dan kenyataan. karena pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata, gambaran yang ada dalam akal adalah salinan dari yang asli yang terdapat diluar akal. Aliran ini dipelopori oleh Herbert Spencer (1820-1903).
c.Kaum pragmatis memberikan defenisi "kebenaran" sebagai suatu proporsi adalah benar sepanjang proporsi itu berlaku atau memuaskan. Peletak dasar paham ini adalah C.S. Peiree (1839-1914). William James menambahnya bahwa kebenaran harus merupakan nilai dari suatu ide.
d.Paham fenomenologi berpendapat bahwa "kebenaran" itu adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan wujud atau akibat yang menggejala sebagai sifat nyata yang merupakan norma kebenaran. Mereka menganggap bahwa fenomena itu adalah data dalam kesadaran dan inilah yang harus diselidiki, supaya hakikatnya ditemukan dan tertangkap oleh kita.
Dari defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang mereka maksudkan dengan kebenaran adalah segala yang bersumber dari akal (rasio), pengalaman serta kegunaan yang dapat dibuktikan dengan realita yang ada. Dengan kata lain sebagai kebenaran ilmiah. Tapi ada kebenaran yang tak perlu dibuktikan atau dicari pembuktiannya, cukup kita terima dan yakin bahwa itu adalah suatu kebenaran.

Tingkat Dan Kriteria Kebenaran
1.Tingkat-Tingkat Kebenaran
Kebenaran yang dicari manusia dapat dicapai dengan berbagai cara. Di antara sekian banyak sumber, rasio dan pengalaman inderawi merupakan sumber utama sekaligus ukuran kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Sumber lain seperti dikatakan oleh Ansar Bakhtiar adalah iluminasi atau intuisi. Selain itu, agama dan dogma termasuk sumber kebenaran.
Karena keanekaragaman sumber tersebut, maka kebenaran itu terbagi atas beberapa macam tingkatan, tergantung dari segi mana orang berpijak untuk membaginya.
a. Dipandang dari segi "perantara" untuk mendapatkannya, kebenaran terbagi atas :
1)Kebenaran inderawi (empiris) yang ditemui dalam pengamatan dan pengalaman.
2)Kebenaran ilmiah (rasional), diperoleh lewat konsepsi akal.
3)Kebenaran filosofis, yang dicapai melalui perenungan murni.
4)Kebenaran religius, yang diterima melalui wahyu Ilahi.
b. Dilihat dari segi “kekuasaan” untuk menekan orang menerimanya, kebenaran dibagi dua :
1)Kebenaran subyektif, yang diterima oleh subyek pengamat sendiri sesuai dengan anggapan moral si subyek.
2)Kebenaran obyektif, yang diakui tidak hanya oleh subyek pengamat, tetapi juga oleh subyek-subyek lainnya, sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir.

Tiap orang menganggap pengetahuannya benar, apakah kita mengetahui kebenarannya atau tidak, tergantung pada pembuktian. Bukti adalah tanda kebenaran manakala pengetahuan itu sesuai subyek yang diketahui, maka ia adalah kebenaran obyektif.
c. Dari segi "kualitasnya (tinggi rendahnya)" kebenaran bertolak seberapa jauh keselarasan tanggapan subyek dengan kenyataan obyek.
Menurut Karl R. Popper, tinggi rendahnya kebenaran itu adalah gagasan tentang tingkat korespondensi yang lebih baik atau lebih buruk terhadap kebenaran atau ide tentang keserupaan yang lebih besar terhadap kebenaran. Misalnya pemikiran akan jawaban soal bergantung pada pemahaman atau tanggapan subyek (peserta ujian) mengenai soal tersebut. Yang akhirnya hasil ujian ini beraneka ragam ada yang tinggi dan ada yang rendah. Lebih jelasnya, kualitas kebenaran itu ada tiga yaitu :
1)Kebenaran mutlak (absolut), yakni kebenaran yang sebenar-benarnya, kebenaran sejati, sempurna atau hakiki.
2)Kebenaran nisbi (relatif), yang masih beragam sifatnya, belum utuh, dan masih mengandung kesalahan dan hanya berlaku pada masa tertentu.
3)Kebenaran dasar, kebenaran yang tidak dapat dipersalahkan dan masih perlu penegasan.
Pada dasarnya filsafat dan ilmu bertujuan ingin mencapai kebenaran mutlak, namun sepanjang sejarah perkembangan manusia hanya mampu mencapai kebenaran relatif dan spekulatif. Kenyataan dengan mengingatkan kita akan keterbatasan manusia. Selama manusia hanya mengandalkan dirinya sendiri, dia tidak akan mampu mencapainya tanpa dukungan dari luar diri manusia, yakni wahyu. Kebenaran spekulatif dan relatif ini, suatu saat akan ditinggalkan manusia, pada saat ditemukan teori baru yang lebih benar.

2.Kriteria Kebenaran
Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka oleh karena itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu.
a.Ciri yang pertama ialah adanya suatu berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini, maka dapat kita katakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan menurut suatu pola tertentu, atau dengan perkataan lain menurut logika tertentu.
b.Ciri kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyadarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat analitik ini, kalau kita kaji lebih jauh, merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
c.Adapun cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis dan tidak analitik. Kegiatan berpikir yang tidak berdasarkan penalaran umpamanya adalah intuisi, sebagai suatu kegiatan berpikir yang non-analitik, tidak mendasarkan diri kepada suatu pola berpikir tertentu.
d.Selain itu, bentuk lain dalam usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan adalah wahyu atau kitab suci yang diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasulnya untuk dapat dijadikan pedoman dan petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Ilmu yang merupakan implikasi dan manifestasi wahyu tersebut disebut sebagai pengetahuan dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan Kitab Suci agama memiliki nilai kebenaran suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu, sehingga pernyataan-pernyataan dalam ayat-ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya.
Ilmu, dalam upaya menemukan kebenaran, mendasarkan dirinya kepada beberapa kriteria kebenaran. Kriteria tersebut sering juga disebut sebagai teori. Sampai dewasa ini, yang digunakan orang sebagai teori untuk menemukan hakikat kebenaran yang telah terlembaga, yaitu :
1) Teori kebenaran korespondensi merupakan teori kebanaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan obyek yang dikenai pernyataan tersebut. Artinya, bila kita mengatakan bahwa “gula itu rasanya manis" maka pernyataan ini adalah benar sekiranya dalam kenyataannya gula itu rasanya memang manis. Sebaliknya, jika kenyataannya tidak sesuai dengan materi pernyataan yang dikandungnya, maka pernyataan itu adalah salah. Umpamanya saja, pernyataan yang menyebutkan bahwa “gula itu rasanya asin”. Dapat disimpulkan bahwa sifat salah atau benar dalam teori korespondensi disimpulkan dalam proses pengujian (verifikasi) untuk menentukan sesuai atau tidaknya suatu pernyataan dengan kenyataan yang sebenarnya.
Teori korespondensi dikenal pula dengan teori kebenaran tradisional (lama) yang telah dirintis oleh Aristoteles, yang menyatakan bahwa : Segala sesuatu yang kita ketahui adalah sesuatu yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subyek. Atau dengan kata lain adalah suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian (koresponden) dengan kenyataan yang diketahuinya.
2) Teori kebenaran koherensi berpandangan bahwa kebenaran adalah suatu pernyataan yang konsisten (consistence, cocok) dengan pernyataan lainnya yang telah diketahui dan diterima sebagai benar. Teori ini termasuk aliran tradisional yang dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibiz, Spinoza, Hegel, dan lain-lain.
3) Teori kebenaran pragmatis, merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang berfungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Jadi bila suatu teori keilmuan secara fungsional mampu menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala alam tertentu, maka secara pragmatis teori itu benar. Sekiranya, dalam kurun waktu yang berlainan, muncul teori lain yang lebih fungsional, maka kebenaran kita alihkan kepada teori baru tersebut. Dalam dunia keilmuan, nilai kegunaan pengetahuan didasarkan kepada referensi teori yang satu dibandingkan dengan teori yang lain.
4) Teori kebenaran sintaksis, segala pemikiran yang bertolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan kata lain suatu pernyataan memiliki nilai benar bila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku. Atau apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan, maka proposisi itu tidak mempunyai arti. Schleiermacher (1768-1834).
e. Teori kebenaran semantis, yakni bahwa proposisi itu mempunyai nilai kebenaran bila proposisi itu memiliki arti. Teori ini dianut para filosof analis bahasa seperti Bertrand Russel.
Demikian beberapa teori tentang penemuan hakikat kebenaran yang dikemukakan para pakar sebagai bahan studi dan perbandingan, yang antara satu sama lain memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Catatan:
Makalah diatas belum lengkap, silahkan download lengkapnya...
Read More
Published Februari 24, 2010 by with 0 comment

Menggapai Puncak Keimanan

Menggapai Puncak Keimanan - Iman adalah anugerah Allah yang paling mahal bagi seorang mukmin. Tidak semua manusia dapat kesempatan memperolehnya. Sebab itu, iman harus dipelihara dan dijaga sebaik mungkin. Bila ia rusak, apalagi hilang tercerabut dari dalam diri seseorang, maka nilai kehidupannya akan menjadi nol di mata Allah. Kendati di dunia bisa saja ia merasakan berbagai kenikmatan dan kesenangan hidup serta meraih kedudukan yang tinggi, namun di akhirat ia akan mendapat murka dan siksa. Allah menjelaskan :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang kafir (tidak beriman dan mentauhidkan Allah), dari kalangan Ahlul KItab (Yahudi dan Nasrani) dan kalangan kaum musyrikin, mereka adalah di neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya, sedangkan mereka adalah makhluk yang terburuk (QS. Al-Bayyinah/ 98 : 6)

Di zaman sekarang, banyak orang yang tidak menyadari harga atau nilai keimanan. Disadari atau tidak, orang mudah merusak dan bahkan membuang imannya dari dalam diri hanya karena berharap sedikit kenikmatan dunia. Akhirnya ia menggadaikan iman dengan kufur, petunjuk dengan hidayah dan meperdagangkan akhirat dengan dunia. Pola hidup manusia seperti itu disebut Allah sebagai orang yang menukar yang mahal dengan yang murah atau yang banyak dengan yang sedikit dan ampunan (syurga) dengan azab (neraka). Allah menjelaskannya :
أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ فَمَا أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ (175)
Mereka itu adalah orang-orang yang membeli kesesatan dengan hidayah dan azab dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka! (QS. Al-baqarah : 175). Download lengkapnya...
Read More
Published Februari 20, 2010 by with 0 comment

IBNU SINA: Falsafat al-Fayadh, al-Nafs dan Falsafat al-Wujud (Ontologi)

Dalam sejarah peradaban manusia, konstruk budaya sangat dipengaruhi oleh kearifan dan kebijaksanaan yang dilahirkan oleh para filosof-filosof yang memiliki jiwa kritis, kesadaran diri dan akal, serta proses panjang kreativitas pikir yang memiliki daya dobrak dalam mempersoalkan segala sesuatu yang menurut kaca mata awam tidak perlu dipersoalkan. Sebab, hasrat besar dan rasa “ingin tahu” bagi manusia “filosofis“ berpijak pada pandangan yang menilai alam semesta beserta isinya bukan hanya sebagai realitas-realitas independen yang ultimate untuk dikaji, melainkan menjadi “tanda-tanda” (ayat) kebesaran dan keberadaan Tuhan.
Karakteristik radikal inilah yang menjadikan falsafah sebagai induk segala ilmu pengetahuan yang darinya segala jenis ilmu berasal. Oleh karena itu, alam semesta dan manusia tak lain adalah “medan kreatif” emanasi Tuhan yang menjadi petunjuk dalam menemukan “jejak-jejak Tuhan”, sekaligus diharapkan dapat menambah keimanan dan bukan penolakan terhadap eksistensi-Nya.
Pada perkembangannya, proses transformasi pemikiran filosofis ini telah melahirkan tokoh berkaliber dunia yang kedalaman ilmunya telah banyak memberikan kontribusi dalam “sejarah akal” manusia. Salah satu yang menjadi objek kajian dalam makalah ini adalah Ibnu Sina. Sosok Ibn Sina, dalam banyak hal mempunyai keunikan tersendiri di antara para filosof muslim. Tidak hanya itu, ia juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah salah satu filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci. Suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim selama berabad-abad meskipun ada serangan-serangan dari Al-Ghazali, Fakhr al-Din al-Razi dan sebagainya Kebesarannya sebagai tokoh filsafat pada masanya terbukti ketika Al-Ghazali melancarkan serangan terhadap pemikiran kaum filosof, Al-Ghazali tidak menemukan tokoh filsafat di hadapannya sekaliber Ibn Sina .

1. Biografi dan Karya Ibn Sina
Nama lengkap Ibn Sina adalah Abu Ali al-Husein ibn Abdullah ibn al-Hasan ibn Ali Ibn Sina dan dikenal dengan julukan “al-Syaykh al-Rais“ (Pemimpin Para Sarjana). Di dunia Barat ia dikenal dengan nama “Avicenna” atau disebut juga “Aristoteles Baru”. Dilahirkan pada tahun 370 H (8-980 M) di Afsyanah, dekat Bukhara, Transoxiana (Persia Utara), wilayah Afganistan sekarang, dan meninggal pada hari Jum`at bulan Ramadhan tahun 428 H/ 1037 M dalam usia 58 tahun dan dikuburkan di Hamazan.
Ibn Sina adalah filosof Islam terkemuka dan dokter yang brilian. Ia mempelajari ilmu-ilmu yang ada pada masanya dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan peradaban, ia mencoba mensintesakan berbagai orientasi pemikiran dan pendangan-pandangan keagamaan yang berbeda-beda. Ia pernah menjadi Wazir, namun tidak begitu menyukainya seperti kesukaannya terhadap ilmu kedokteran.
2. Pokok-Pokok Pikiran Ibn Sina
a. Falsafat al-Faydh.
Teori emanasi Platonisme yang menjadi objek kajian penting metafisika dalam filsafat, telah disinggung oleh al-Kindi, kemudian diungkapkan oleh al-Farabi, dan dikembangkan pula oleh Ibn Sina. Sebagai pendiri Neo-Platonisme Arab, ia berpendapat bahwa Tuhan sebagai akal murni memancarkan Akal Pertama, sekalipun Tuhan terdahulu dari segi zat, namun Tuhan dan akal pertama adalah sama-sama azali. Berbeda dengan Al-Farabi, Ibn Sina berpendapat bahwa Akal Pertama mempunyai dua sifat: wajib al-Wujud, sebagai pancaran dari Allah dan mumkin al-Wujud jika ditinjau dari hakekat dirinya ( وجب الوجود لذته dan وجب الوجود لغيره ) atau Necessary by Virtue of the Necessary Being dan Possible in Essence. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran: Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, download makalah lengkapnya...
Read More
Published Februari 20, 2010 by with 0 comment

Kiai Gaul Dari Sape

Di malam hampir dini hari, aye beserta konco gue datang berkunjung ke gubuk teman yang memang lumayan dah lama tak nongol di hadapannya. Kopi ABC menyambut dengan segera... uhui.. ngopi dong...
Cuman kurang srek suasana rasanya, kurang meriah gitu seperti geng ijo, bila seorang kawan ini tak menyetor batang hidungnya. Dialah Ustaz "MUSLIM" kiai gaul. liat aja penampilan beliau dengan kopluknya, cari nomur urut 11-12 dengan mantan vokalisnya Jamrud.

Mirip... iya memang mirip bila di liat dari bulan pake pipet lagi...
Read More
Published Februari 09, 2010 by with 0 comment

Sumber dan Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan

Bagaimanakah kita mendapatkan pengetahuan ? persoalan mendasar ini sangat erat kaitannya ketika kita berbicara tentang sumber-sumber pengetahuan, berkembang diskurusus yang panjang mengenai proses terjadinya pengetahuan sehingga pada akhirnya lahirlah teori-teori epistemology yang dibahas dalam makalah ini adalah ;

Rasionalisme
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendaptkan pengetahuan yang benar, yang pertama adalah mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan faham apa yang kita kenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan faham yang disebut dengan empirisme.
Rasionalisme adalah suatu faham yang digunakan untuk menunjukkan berbagai pandangan dan gerakan yang berbeda-beda tentang idea.ide menurut mereka bukanlah ciptaan manusia. Prinsip itu sudah ada jauh sebeluim manusia berusaha memikirkannya. Paham ini dikenal dengan nama idealisme. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori dan dapat diketahui oleh manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Di samping itu pula rasionalisme adalah teori ilmu pengetahuan yang menganggap ukuran dari kebenaran bukan bertalian dengan panca indera tetapi dengan intelektual yang bersifat dedukatif dan matematis.
Masalah utama yang muncul dari cara berfikir ini adalah mengenai criteria untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya. Ide yang satu bagi si A mungkin bersifat jelas dan dapat dipercaya namun hal itu belum tentu bagi si B. Teori rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia selama ini. Banyak dari ide yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubah pada waktu yang lain. Jadi masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis yang dipakainya dalam penalaran deduktif. Oleh sebab itu maka lewat penalaran akan dapatkan bermacam-macam pengetahuan mengenai satu obyek tertentu tampa adanya suatu consensus yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini maka pemikiran rasional cenderung untuk bersifat solipsistik dan subyektif.

Empirisme
Empirisme (Yunani Latin), pengalaman adalah pengetahuanyang berlangsung berakar dalam data yang inderawi, yang tidak dialami berarti tidak ada dan tidak dapat dikenal. Karena empirisme hanya membenarkan adanya pengalaman lewat panca indera maka aliran ini disebut sensualisme. Empirisme yang dikenal adalah lawan rasionalisme.
Istilah sensualisme di sini diambil dari kata sense (indera), yang berpendirian bahwa sumber pengenalan pengetahuan dengan segala bentuknya adalah indera-indera bukan pikiran.
Sementara itu ilmu terus maju, hasil penyelidikan dapat menolong ummat manusia, kemajuan dianggap orang tak terhingga, anggapan orang terhadap filsafat berkurang, sebab dianggap sesuatu yang tak berguna untuk hidup. Ternyata dalam ilmu, pengetahuan yang berguna, pasti dan benar itu diperoleh orang melalui inderanya. Empirilah yang memegang peranan yang sangat penting bagi pengetahuan, malahan barangkali satu-satunya dasar pendapat di atas itu disebut empirisme.
Menurut anggapan kaum empiris, gejala-gejala alamiah adalah bersifat kongkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indera manusia gejala itu kalau kita telaah lebih lanjut mempunyai beberapa karakteristik tertentu umpamanya saja terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu. Suatu benda padat kalau dipanaskan akan memanjang, langit mendung diikuti dengan turunya hujan. Demikian seterusnya dimana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang mengikuti pola-pola tertentu. Hal ini memungkinkan kita untuk melakukan sesuatu generalisasi dari berbagai kasus yang telah terjadi. Dengan mempergunakan metode induktif maka dapat disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap gejala-gejala fisik yang bersifat individual.
Masalahnya kemudian adalah mengenai hakikat pengalaman yang merupakan cara dalam menemukan pengetahuan dan panca indera sebagai alat yang menangkapnya. Pertanyaannya adalah apakah yang sebenarnya dinamakan pengalaman? Apakah hal itu merupakan presepsi? atau sensasi ? sekiranya kita mendasarkan diri kepada panca indera sebagai alat dalam menangkap gejala fisik yang nyata maka seberapa jauh kita dapat mengandalkan panca indera tersebut ?.
Ternyata kaum empiris tak dapat memberikan jawaban yang meyakinkan mengenai hakikat pengalaman itu sendiri, sedangkan kekurangan panca indera manusia ini bukan merupakan suatu yang baru bagi kita. Panca indera manusia sangat terbatas kemampuannya terlebih penting lagi panca indera manusia bisa melakukan kesalahan. Contoh yang biasa kita lihat sehari-hari ialah bagaimana tongkat lurus yang sebagian terendam dalam air akan kelihatan menjadi bengkok, haruskah kita mempercayai hal semacam ini sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan.
Kekurangan empirisme selain yang telah disebutkan di atas, adalah memiliki ciri dari kebenaran ilmiah berkaitan erat denmgan maknanya yang secular. Dimana empirisme hanya meyakini yang nampak oleh indera dan mengenyampingkan yang abstrak, sehingga penganut empirisme tidak mengakui akan adanya Tuhan, Surga, Akhirat dan Neraka. Sementara menurut pandangan transcendental kehidupan di Dunia ini bagaimana pun hanya merupakan suatu masa belajar sebelum seseorang memenuhi persyaratan bagi pembebasan rohnya.

Fenomenologi
Dalam mengatasi perselisihan para filosof, tentang cara memperoleh pengetahuan, maka aliran fenomenologi berupaya melakukan elaborasi antara peran akal (rasio) dan indera (pengalaman) dengan maksud untuk melengkapi, menjembatani, bahkan memberikan alternative-alternatif metodis lainnya. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya beberapa faham filsafat baru yang merupakan pengembangan dari empirisme dan rasionalisme, sehingga muncullah faham fenomenologi dan intuisme.
Fenomenologi itu adalah aliran filsafat, yang kira-kira 50 tahun yang lalu dimulai oleh seorang filusuf Jerman bernama Edmun Husserl. Ia dilahirkan di Prosswitz (Moravia) pada tun 1859. Semula ia belajar ilmu pasti di Wina tetapi kemudian ia berpindah studi kefilsafat, berturut-turut ia menjadi guru besar di unversitas Halle, Gottingen dan Freirburg (I.B).
Fenomenon dalam bahasa Inggris berarti fenomena yang berarti perwujudan, gejala, kejadian natural pada kejadian alam. Jadi fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang menampakkan diri atau dapat juga dikatakan sesuatu yang sedang menggejala.
Dalam ensiklopedi, fenomenologi merupakan suatu penelitian sistematik terhadap suatu gejala/pengalaman kesadaran sebagaimana terlihat secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, maka silahkan download lengkapnya...
Read More
Published Januari 25, 2010 by with 0 comment

Mendidik Anak dengan Baik dan Benar

Mendidik Anak dengan Baik dan Benar - Saat ini kita perlu merasa perihatin dengan munculnya beberapa kasus yang menimpa generasi muda ditanah air kita, di mana pada usia yang masih belia, bahkan masih dalam kategori anak-anak, telah terjadi perilaku-perilaku yang tidak lagi bisa dikatagorikan sebagai bentuk “kenakalan” pada umumnya, melainkan sudah menjerumus pada prilaku kriminal. Padahal kita tahu bahwa mereka adalah generasi yang akan meneruskan perjuangan kita; generasi yang akan menjadi bagian dari potret tanah air Indonesia di massa yang datang.

Realitas ini harus kita sikapi secara serius , karena jika tidak , maka kiranya bukanlah suatu hal yang mustahil kasus-kasus seperti itu akan menjalar dan menjangkit mengenai lingkungan kita.Marilah kita kembali kepada konsep ajaran agama Islam yang memandang anak sebagai amanah atau titipan Allah yang harus dijaga dan diperhatikan dengan sungguh-sungguh, khususnya dalam hal pendidikan dan juga mengenai hal yang lainnya. Memang di zaman sekarang tantangan yang dihadapi begitu besar dan berat, mendidik anak ibarat menggiring domba ditengah kawanan serigala, sedikit lengah , habislah domba itu di mangsanya.
Hadirin jama’ah Jum’at rahimakumullah,
Dalam usia-usia dimana mereka belum stabil dan belum pula memiliki ketahanan, mereka masih dalam proses mencari bentuk dan sangat mudah terpengaruh oleh teman-teman dan lingkunagannya, mereka akan mencari alternatif yang mereka jumpai di sekitarnya yang seringkali mengesampingkan pertimbangan moral. Maka kita harus hati-hati dalam menawarkan figure-figur yang akan menjadi pilihan mereka.Sebagai orang tua atau kakak atau senior, kita harus benar-benar mampu memeberikan alternatif terbaik, agar kepribadian yang mereka miliki juga baik. Dan harus disadari benar bahwa dalam hal ini orang tua memiliki peranan yang tidak saja besar, tetapi juga menentukan. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis menjelaskan bahwa setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah atau suci, adapun ia akan menjadi Yahudi atau Nasrani tergantung orang tuanya dalam mendidik dan mempengaruhinya.Dalam kaitannya dengan pendidikan anak-anak atau putra-putri Islam, para ulama menyatakan bahwa kewajiban pertama kali bagi setaip orang tua adalah menanamkan akidah dan tauhid. Maka langkah pertama kali bagi orang tua yang merupakan kewajibannya sebagai adalah menegenalkan mereka kepada Allah SWT, sebagai Tuhannya, serta mengajarkan mereka tentang nilai-nilai ketuhanan.Dalam hal ini, tidak selalu harus ditempuh dengan memberikan pelajaran formal dalam forum khusus atau tertentu, namun bisa memesukkannya ke dalam bentuk budaya dan prilaku sehari-hari. Sebagai contoh adalah dengan mengajarkan bacaan basmalah dan hamdalah serta doa-doa ringan sebelum dan sesudah mengerjakan sesuatu yang baik dalam aktivitas kesehariannya, dan kita pun mencontohkannya.Hadirin jama’ah Jum’at rahimakumullah,Di samping nilai-nilai ketuhanan seperti disebutkan diatas, juga pendidikan yang harus sejak dini di tanamkan kepada anak adalah kesadaran akan kewajiban kepada Allah Swt. Rasulullah SAW bersabda:
مُرُوْا أوْلَادَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أبْنَاءُ سَبْعِِ سِنِيْنَ وَأضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ. رواه الحاكم
Artinya: “Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jiak mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah (dengan pukulan yang tidak membahayakn) jika tidak mau melaksanakannya. Kemudian pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR al-Hakim)
Download khutbah lengkapnya...
Read More
Published Januari 21, 2010 by with 0 comment

Sekitar Filsafat Islam

Apakah manusia, alam dan Tuhan itu? Mungkinkah sesuatu yang muncul di alam ini berawal dari ketidak adaan? Bila yang ada dari ketidak adaan atau dari yang ada akan dikemanakan, atau kemana serta kepada siapa akan ia kembali? Setidaknya demikianlah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan dalam mengkaji filsafat termasuk filsafat Islam.

Pertanyaan tersebut sukar di jawab. Bukan berarti sulitnya dalam arti kata Tuhan, alam, manusia dan yang ada serta yang tidak ada, akan tetapi karena banyaknya jawaban yang diberikan filsafat manusia terhadap pertanyaan itu sampai pada hakekatnya. Hal ini tiada lain yang akan memberikan jawaban secara hakiki adalah filsafat itu sendiri.

Persoalan pada pertanyaan di atas, pertama sekali dikemukakan oleh orang-orang Yunani dengan munggunakan akal, maka muncullah filosof seperti Thales yang bertanya "apa sebenarnya bahan alam semesta itu ?" ada juga yang menyelesaikan dengan menggunakan indera/ pengalaman seperti al-Kindi dengan ilmu fisika dan matematikanya yang menurutnya ilmu tersebut adakalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat di indera.

Pengertian Filsafat Islam
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang kata dasarnya adalah philein artinya mencintai atau philia, cinta dan sophia artinya kearifan yang pada akhirnya melahirkan kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan dalam pengertian "cinta kearifan" pengertian filsafat ini pertama sekali dipergunakan oleh Pytagoras (572-497 SM). Ia membagai kedalam dua kata "philos" (cinta), sophie (pengetahuan). Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan seseorang yang bernama Leon kepada Pytagoras tentang pekerjaannya. Maka Pytagoras menjawab bahwa pekerjaannya adalah ia sebagai seorang filosof (pencinta pengetahuan). "a lover of wisdom".

Latar Belakang Historis
Kiranya menarik untuk mereka-mereka alasan, mengapa suatu gerakan keagamaan merasa perlu meminjam sistem pemikiran teoritis dari luar, padahal ia sendiri sudah dilengkapi dengan berbagai perangkat teoritis. Para penganut gerakan itu seharusnya merasa bahwa sistem pemikiran mereka sudah lebih dari cukup untuk menghadapi berbagai isu dan masalah konseptual yang mungkin timbul di kemudian hari.

Demikian kasus yang terjadi dalam Islam. Di dalam sistem pemikiran Islam,pertama dan utama, ada Al-Qur’an yang sarat dengan analisis terperinci seputar hakikat realitas dan anjuran-anjuran moral bagi para pembacanya. Setelah Al-Qur’an ada sunnah bagi kebanykan umat muslim,dan bimbingan yang terus menerus, dari pemimpin spritual(Imam) bagi sebahagian yang lain. Kalangan kebanyakan itu disebut muslim sunni lantaran komitmen mereka pada berbagai hadits mengenai prilaku Nabi Muhammad.

Ontologi Filsafat Islam
Walaupun filsafat Islam nampak dengan watak religinya, tetapi filsafat Islam tidak mengabaikan problemantika-problemantika filsafat Islam. Oleh karenanya filsafat Islam memaparkan secara luas teori ada (ontologis), menunjukkan pandangannya tentang waktu, ruang, dan kehidupan. Filsafat Islam membahas secara luas tentang epistemologi, maka ia membedakan antara jiwa dan akal, al-fitri dan al-muktasab (yang bersifat fitri dan bisa dicari), benar dan salah serta membedakan antara

Pemikiran filsafat Islam lebih luas dari sekedar terbatas pada aliran-aliran Aristotelisme Arab saja, karena pemikiran filasafat Islam telah muncul dan dikenal dalam aliran-aliran teologis (Kalamiah) sebelum orang-orang paripatetik (Al-Musya'iyyun) dikenal dan menjadi tokoh. Dalam ilmu kalam terdapat filsafat, sedangkan filsafat benar-benar menukik dan dalam. Mu’tazilah mempunyai pendapat dan pembahasan yang memecahkan berbagai problematika ketuhanan, alam dan manusia.

Epistemologi Filsafat Islam
Epistemilogi sering digandengkan dengan metode ilmiah, sedangkan metode ilmiah adalah cara untuk mengetahui sebuah objek ilmu sebagaimana adanya. Metode ilmiah ini tentu harus disesuaikan dengan sifat dasar objeknya. Karena objek-objek ilmu memiliki sifat dasar, karakter dan status ontologis yang berbeda, maka metode ilmiah, setidaknya dalam epistemologi Islam, juga beragam sesuai dengan objek-objeknya. Tak heran kalau dalam epistemologi Islam ditemukan berbagai metode ilmiah, yakni metode observasi atau eksperimen (tajrib) untuk objek-objek fisik, metode logis (burhani) untuk objek-objek non-fisik dan metode intuitif (irfani) untuk juga objek-objek non-fisik dengan cara yang lebih langsung.

Dengan ketiga macam, metode ilmiah tersebut, ilmuan-ilmuan muslim dan para filosofnya dapat mengadakan penelitian, baik dibidang ilmu-ilmu alam (fisik),matematika, ataupun metafisika, ketiga hal tersebut merupakan kelompok utama ilmuan dalam sistem klasifikasi ilmu Islam.

Aksiologi Filsafat Islam
Secara garis besar kegunaan mempelajari filsafat sebagai berikut yaitu, kegunaan teoritis, yaitu dapat membimbing manusia untuk berpikir secara sistematis serta rasionalsehingga dapat memperoleh kesimpulan yang benar. Sedangkan secara praktis, bahwa orang berfilsafat dapat dibuktikan dalam kehidupan kesehariannya seperti dalam penggunaan pada pengetahuan tentang: logika, etika, estetika dan lain-lain.

Menurut al-Kindy, filsafat ialah ilmu tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu kesaan (wahdaniyah), ilmu keutamaan (fadilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi tujuan seorang filosof bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat pada kebenaran semakin dekat pula kepada kesempurnaan.
Read More
Published Januari 20, 2010 by with 0 comment

Pengertian dan ciri-ciri Ilmu serta sistem kerja keilmuan

Al-Ghazali dalam bukunya "Al-Munqiz min al-Dhalal" sebagaimana dikutip oleh AM. Saefuddin mengatakan:

Janganlah melihat yang benar itu dari manusianya tetapi kenalilah dahulu apa yang benar itu, kemudian engkau baru akan dapat mengenal dan mengetahui siapakah orang yang benar itu.
Meskipun sebagian filosof membedakan antara ilmu dengan pengetahuan, namun dalam makalah ini tidak akan menjadikan keduanya sebagai suatu yang dikotomis untuk dibedakan. Oleh Ahmad Syadali yang dikutip dari Louis Kattsoff dikatakan bahwa bahasa yang dipakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukannya di dalam ilmu pengetahuan.
Ilmu, filsafat dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif dengan manusia. Dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat berkembang apabila tidak ada tiga alat dan tenaga utama yang berada dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga manusia adalah: akal pikir, rasa, dan keyakinan, sehingga dengan ketiga hal tersebut manusia dapat mencapai kebahagiaan bagi dirinya.
Bertrand Russel menyampaikan bahwa jika seseorang tertarik pada filsafat, ia tidak akan menjadi filosof yang baik hanya dengan jalan mengetahui fakta-fakta ilmiah yang lebih banyak, melainkan yang harus ia pelajari terlebih dahulu adalah asas-asas, metode-metode, dan pengertian-pengertian yang umum.

Sebelum masuk pada defenisi ilmu, maka ada tiga kategori pengetahuan yang perlu kita kenal, yaitu:7
1. Pengetahuan inderawi (knowlwdge)
pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh panca indera. Batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera. Kedudukan knowledge ini adalah penting sekali, karena ia merupakan tangga untuk melangkah ke ilmu.
2. Pengetahuan keilmuan (science)
pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau eksperimen , sehingga apa yang ada di balik knowledge bisa dijangkau. Batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak terjangkau lagi oleh rsio atau otak dan panca indera.
3. Pengetahuan falsafi
Pengetahuan ini mencakup segala fenomena yang tidak dapat diteliti tapi dapat dipikirkan. Batas pengetahuan ini ialah alam, bahkan juga bisa menembus apa yang ada di luar alam.

Catatan:
Makalah di atas belum lengkap, Download makalah lengkapnya...
Read More
Published Januari 20, 2010 by with 0 comment

Mengapa Memilih Islam

Mengapa kita memilih Islam sebagai agama dan sistem hidup? Inilah pertanyaan besar saat ini yang perlu kita jawab. Karena banyak usaha yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk tasykik (membuat ragu) kaum Muslimin pada agama mereka. Kita mendengar dan melihat upaya kaum sekuler yang berpendidikan Barat atau yang terpengaruh oleh Barat agar Islam itu dipahami dan diyakini hanya dalam masalah ubudiyah individual dan tidak ada ajarannya yang terkait dengan masyarakat, Negara dan pemerintahan. Ada lagi yang mencoba untuk menggiring umat Islam untuk takut kepada Islamnya dengan mengangkat dan mengembangkan agenda terorisme terus menerus seperti yang dilakukan Amerika dan sekutunya di seluruh dunia Islam.
Padahal sampai saat ini, defenisi teroris yang mereka rumuskan adalah menjurus kepada para aktivis Islam yang menginginkan Islam tegak di negerinya dan berusaha untuk membebaskan negeri-negeri Islam dari berbagai pengaruh asing yang bertentangan dengan Islam. Apa yang dituduhkan terhadap mereka, belum tentu seperti yang mereka lakukan. Karena penanganannya sangat represif dan jauh dari proses yang adil, kendati dalam batas-batas hukum yang berlaku yang mereka ciptakan sendiri.

Yang lebih menyedihkan lagi, tak sedikit pula dari kalangan Islam itu sendiri dan yang mengaku memperjuangkan Islam berupaya menarik dan menyimpangkan perjuangan umat Islam demi meraih kepentingan politik dan dunia yang amat sedikit itu jika dibandingkan dengan apa yang dijanjikan Allah bagi mereka di akhirat kelak berupa ampunan, syurga dan keridhaan-Nya. Ditambah lagi ta’ash-shub (fanatik buta) jamaah dan kelompok-kelompok umat Islam sehingga seakan kebenaran itu mutlak milik mereka. Bagi yang berbeda pendapat, mereka anjurkan keluar saja dan mencari jamaah atau kelompok lain saja. Apalagi ada pula jamaah atau kelompok yang seakan kunci syurga atau neraka ada di tangan mereka. Sebab itu, dengan mudahnya mereka mengobral kunci tersebut kepada kaum Muslimin yang masih awam terhadap Islam dan memerlukan pengajaran dan bimbingan tentang hakikat ajaran Islam.

Akhirnya, banyak umat Islam menjadi bingung dan ragu terhadap agama mereka sendiri. Tak jarang pula di antara mereka yang menjadi jauh dari Islam dan dakwah Islam serta takut pada Islam. Kondisi seperti ini tentunya tidak menguntungkan umat Islam, melainkan yang diuntungkan adalah umat lain yang benci dan selalu memerangi Islam dan umatnya. Download lengkapnya...
Read More