Published Juni 16, 2010 by with 0 comment

Berbisnis dengan Allah

Berbisnis dengan Allah - Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk berusaha atau berbisnis. Karena berbisnis bukan hanya cara untuk mendapatkan uang atau harta melimpah. Akan tetapi, bisnis juga di sebagian kalangan masyarakat adalah status sosial yang dibanggakan. Seorang pebisnis atau pedagang yang suskses biasanya dihormati dan disegani oleh banyak orang; sejak dari keluarga, karyawan, teman dan bahkan pejabat pemerintahan. Di Indonesia dan Negara miskin dan berkembang, pengusaha bisa mengatur keputusan hukum dan atau lahirnya perundang-undangan yang menguntungkan mereka dengan membayar para pejabat terkait, baik eksekutif maupun legislatif. Sebab itu, tak heran jika istilah markus (makelar kasus) hukum akhir-akhir ini semarak dibicarakan masyarakat.

Saking nikmatnya berbisnis itu, banyak dari kalangan kaum Muslimin sendiri yang tidak lagi peduli dengan halal atau haram. Tidak ingat lagi kematian dan pertanggung jawaban akhirat bagi semua harta yang dihasilkan. Risywah (sogok-menyogok), riba, data-data fiktif, sunat menyunat, spekulasi, monopoli dan berbagai tindakan menyimpang lainnya sudah menjadi budaya dan kebiasaan. Lebih sedih lagi, nyaris semua aktivitas dan profesi, termasuk politik, aktivitas keagamaan (dakwah), pelayanan sosial dan sebagainya sudah pula dijadikan sebagai lahan bisnis yang paling cepat melahirkan keuntungan harta yang berlipat ganda. Inilah kenyataan yang amat pahit yang sedang dihadapi oleh umat Islam Indonesia, khususnya sejak 10 tahun belakangan.

Kaum Muslimin rahimakumullah…
Islam sama sekali tidak melarang umatnya berbisnis, dan bahkan menganjurkannya. Akan tetapi, Islam juga memberikan persyaratan atau peraturan agar berbisnis itu tidak keluar dari format ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Paling tidak ada lima (5) syarat yang harus dipenuhi jika kita ingin menjadikan bisnis sebagai profesi untuk meraih harta dan kekayaan dunia :
  1. Berbisnis itu harus dengan niat mencari ridha Allah. Sedangkan harta yang diperoleh adalah amanah dari Allah. Sebab itu, pada hakikatnya, harta itu adalah milik Allah.
  2. Berbisnis harus sesuai dengan sistem Allah dan Rasul-Nya Muhammad Saw. seperti tidak boleh dengan sistem riba, tidak melakukan risywah, kolusi, nepotisme, monopoli, spekulasi dan sebagainya.
  3. Barang dan jasa yang dibisniskan tidak boleh yang diharamkan Allah seperti babi, darah, khamar, judi dan sebagainya serta harus yang dihalalkan Allah dan Rasul-Nya.
  4. Semua aktivitas yang terkait dengan ibadah dan pengabdian kepada Allah, baik yang terkait dengan ibadah individu, sosial kemasyarakatan, atau apa saja yang terkat dengan kategori dakwah dan jihad, tidak boleh atau haram hukumnya dibisniskan, yakni melaksanakannya dengan tujuan mendapatkan keuntungan dunia, baik yang terkait harta, pangkat, kedudukan, status sosial, pujian dari manusia atau apapun bentuknya.
  5. Di dalam harta yang diamanahkan Allah itu terdapat jatah kaum fakir, miskin dan kebutuhan lain di jalan Allah, baik melalui zakat (wajib), maupun sedekah (infak). Oleh sebab itu, harta bukan untuk ditumpuk di dunia, akan tetapi untuk dibelanjakan di jalan Allah. Atau dengan kata lain, harta adalah jalan terbaik untuk berjihad di jalan Allah.
Berdasarkan lima (5) syarat tersebut, maka manajemen harta, baik yang diperoleh melalui bisnis, bekerja, warisan, hibah dan jalan halal lainnya, pada prinsipnya dapat disimpulkan dengan dua pertanyaan mendasar berikut :
  1. Apa jenisnya, dari mana dan bagaimana cara memperoleh harta tersebut? Dari jalan yang halalkah atau yang haram?
  2. Kemana harta yang diperoleh dengan jalan yang halal itu dibelanjakan? Untuk kepentingan duniakah atau kepentingan akhirat?
Download Lengkapnya...
Read More
Published Juni 10, 2010 by with 0 comment

Nikmat Spektakuler Surga

Khutbah Jum'at Nikmat Spektakuler Surga - Iman kepada Allah sebagai Pencipta manusia dan alam semesta mendorong kita untuk mudah memahami dan meyakini semua janji-Nya; janji buruk maupun janji baik. Di antara janji baik Allah pada hamba-Nya yang taat pada-Nya dan Rasul-Nya ialah bahwa di akhirat nanti mereka akan mendapatkan surga sebagai kompensasi dan imbalan keimanan dan amal shaleh yang mereka lakukan saat mereka hidup di dunia. Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (yang banyak), bagi mereka (kelak) surga yang mengalir di bawahnya berbagai macam sungai. Itulah kesuksesan yang maha besar (tanpa batas). (Q.S. Al-Buruj : 11).

Surga yang dijanjikan Allah adalah nikmat spektakuler yang tidak bisa dibandingkan sedikitpun dengan semua kenikmatan dunia dengan segala isinya. Bahkan dalam banyak ayat Al-Qur’an Allah menjelaskan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah kehidupan yang sedikit dan menipu. Di antaranya seperti yang tercantum dalam surat Ali imran ayat 185, Arro’du ayat 26 dan Al-Hadid ayat 20. Bahkan dalam surat Al-An’am ayat 32 allah menjelaskan bahwa kehidupan dunia ini hanya permainan dan sendagurau belaka.
Oleh sebab itu, janganlah kita tertipu oleh gemerlap kehidupan dunia ini, sebanyak apapun ia, karena tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kehidupan akhirat, yakni surga yang Allah janjikan pada kita.
Orang-orang beriman dan banyak beramal shaleh atau disebut juga dengan orang-orang bertaqwa pasti akan merasakan semua kenikmatan yang dijanjikan Allah pada mereka di dalam surga. Nikmat yang mereka peroleh sungguh tidak terhitung jumlahnya, bersifat abadi (selama-lamanya) dan tidak ada henti-hentinya.
Kaum Muslimin rahimakumullah…

Di antara nikmat yang sangat spektakuler ialah :
1. Melihat Allah.
Kendatipun semua nikmat yang Allah sediakan di surga sangatlah istimewa dan spesifik, di mana belum pernah ada tandingannya di dunia. Namun demikian, melihat Allah adalah nikmat yang terbesar dan spektakuler yang diberikan-Nya kepada para kekasih-Nya yang mendiami surga, sebagai bonus untuk mereka. Siapa yang tidak terharu dan histeris jika melihat Tuhan Penciptanya? Tuhan yang memberi kehidupan di dunia dengan berbagai nikmat dan fasilitas kehidupan yang serba lengkap dan gratis?
Nikmat dan fasillitas tersebut bukan hanya mereka peroleh semasa hidup di dunia, melainkan sepanjang perjalanan wisata yang mereka lewati beribu-ribu tahun dan bahkan berjuta-juta tahun lamanya. Kemudian nikmat dan fasilitas tersebut dilipatgandakan kualitas dan kuantitasnya untuk mereka yang menjadi penghuni surga-Nya. Coba bayangkan, betapa kagum dan ta’zim (hormat)-nya mereka kepada Tuhan Pencipta yang sungguh Maha Pemurah dan Penyayang itu. Dalam kondisi seperti itu tiba-tiba Tuhan Pencipta, Allah Subhanahu Wata’ala, Raja dunia dan Akhirat memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat-Nya. Allah menjelaskan hal tersebut dalam firman-Nya :
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Bagi orang-orang yang berbuat baik (profesional dalam segala hal), ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat Allah). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya (Q.S. Yunus: 26)
Para ulama menjelaskan kata “زيادة “ (tambahan) pada ayat di atas adalah melihat wajah Allah. Informasinya bersumber dari Abu Bakar Ash- Shiddiq, Khuzaimah Ibnu al-Yaman, Abdullah Bin Abbas, Said ibnu al-Musayyab, segolongan tabi’in dan sejumlah ulama salaf (generasi pertama) dan khalaf (generasi berikutnya).
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab bahwa dia bertanya kepada Rasulullah saw. ihwal firman Allah Ta’ala, “Bagi orang-orang yang berbuat baik adalah kebaikan dan “tambahan”. Maka beliau bersabda :
" الحسنى الجنة و الزيادة النظر الى وجه الله عز وجل "
“Yang dimaksud kebaikan adalah surga dan yang dimaksud ‘tambahan’ ialah memandang wajah Allah ‘Azza wa Jalla”.[1]

2. Tidak pernah merasa lelah dan lesu.
Ketika hidup di dunia, dalam sehari semalam, mereka memerlukan tidur dan istirahat minimal empat sampai delapan, karena mudah lelah dan lesu. Sebab itu, berbagai macam obat, vitamin dan nutrisi mereka santap. Namun, di surga, lelah, lesu, letih, kurang semangat dan loyo itu sudah tidak ada. Mereka selama-lamanya fit dan enerjik. Hal ini mereka akui sendiri seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ (35)
Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (Q.S. Fathir: 35)
3. Nikmat raksasa dan spektakuler lain yang belum pernah mata mereka melihatnya, tidak juga telinga mereka pernah mendengar sebelumnya, dan bahkan belum pernah terlintas dalam benak mereka ialah tersedianya berbagai macam sungai, seperti sungai susu murni, sungai madu yang sudah disaring, sungai air mineral dan sungai khamar.

Semua sungai tersebut membentang sepanjang surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa bahagianya ketika mata mereka menatap sungai-sungai yang beraneka ragam itu. Semua airnya kelas super dan multi guna; diminum oke, dijadikan air mandi sangat cocok dan juga pas untuk segala keperluan mereka di surga. Di samping itu terdapat pula buah-buahan yang amat melimpah ruah, tak terhitung jumlah dan jenisnya.
Download lengkapnya...
Read More
Published Juni 07, 2010 by with 0 comment

Bimbingan dan Pendidikan

A. Latar Belakang
Istilah bimbingan dan penyuluhan sudah sangat populer dewasa ini dan bahkan sangat penting perannya dalam sistem pendidikan kita dewasa ini, semuanya terbukti karena bimbingan dan penyuluhan telah dimasukkan ke dalam kurikulum bahkan merupakan ciri khas dari kurikulum umum tahun 1975 yang telah dilmulai dan dilaksanakan sejak tahun 1976 di seluruh Indonesia. Bimbingan dan penyuluhan adalah merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbinagan dan penyuluhan adalah merupakan salah satu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya.
Hal ini sangat relevan jika dilihat dari penyusunan bahwa pendidikan itu adalah merupakan upayah dasar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat dan kemampuan). Kepribadian menyangkut prilaku atau sikap mental dan kemampuan meliputi masalah akademik, prilaku atau sikap mental meliputi keterampilan, tingakat kepribadian dan kemampuan yang dimiliki seseorang adalah merupakan suatu gambaran mutu dari orang yang bersangkutan.
Pada masyarakat yang lebih maju, permasalahan penemuan identitas pada individu semakin rumit. Hal ini diasebabkan karena tuntutan masyarakat maju kepada anggota-anggotanya menjadi lebih berat.

B. Identifikasi Masalah
Dalam pembahasan masalah “dasar-dasar bimbingan dan penyuluhan di sekolah”, maka ada beberapa masalah yang perlu penulis identifikasi, sebagai berikut:
1.Apakah hubungan antara bimbingan dan pendidikan ?
2.Apakah pendidikan merupakan proses perubahan yang terjadi pada individu ?
3.Bagaimana pelaksanaan bimbingan di sekolah ?

PEMBAHASAN TEORI
A. Pengertian bimbingan dan penyuluhan
1. Pengertian bimbingan
Jika dilihat atau ditelaah berbagai sumber akan dijumpai pengertian-pengertian yang berbeda mengenai bimbingan, tergantung dari jenis sumbernya yang merumuskan pengertian tersebut. Bukanlah bermaksud menghapal berbagai pengertian bimbingan itu, tetapi dengan mengetahui beberapa pengertian dan pandangan mengenai bimbingan dapatlah memberikan arti yang lebih jelas tentang bimbingan.
Istilah “bimbingan” adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris “guidance” dalam penggunaan istilah bimbingan itu timbul beberapa kesulitan karena kata “bimbingan” sudah berurat berakar ke dalam bidang pendidikan. Tetapi jika disimak lebih mendalam bimbingan sebagai terjemahan dari guidance mempunyai beberap sisi yang satu dengan yang lain saling berbeda. Maka dari itu, untuk menghindari terjadinya salah tafsir dan kekaburan arti. Perlulah pengertian ini diperjelas.

2. Pengertian penyuluhan
Berdasarkan berbagai rumusan yang dikemukakan oleh para ahli, maka pengertian tentang penyuluhan atau konseling akan semakin lebih jelas walaupun dari beberapa rumusan yang dikemukakan itu terdapat persamaan pendapat dan perbedaan pandangan atau titik tolak.
Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyuluhan ialah: hubungan timbal balik antara konsoler dengan klien dalam memecahkan masalah tertentu dengan wawancara yang dilakukan secara “face to face” atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keungan keadaan klien sehingga klien sanggup mengemukakan isi hatinya secara bebas, yang bertujuan agar klien dapat mengenal dirinya sendiri, menerima dirinya sendiri dan mengutarakan diri sendiri dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, membuat keputusan pemilihan dan rencana yang bijaksana serta dapat berkembang dan berperan lebih baik dan optimal dalam lingkungannya.

Catatan:
Makalah di atas hanya garis besarnya saja, silahkan download selengkapnya...
Read More
Published Mei 28, 2010 by with 0 comment

AL-GHAZALI ( Kritikan terhadap Para Filosof )

Al-Ghazali adalah seorang tokoh pemikir Islam dan sekaligus tokoh pemikir kemanusiaan secara umum. Pada sisi lain, ia adalah seorang kutub tasawuf, pejuang spritual dan tokoh pendidikan serta tokoh dakwah. Di sisi lain pula, ia termasuk filosof, terlihat dengan banyaknya karya-karya dan tulisannya di bidang filsafat.
Al-Ghazali banyak memberikan kritikan terhadap pemikir filosof yang lain, maka sebagian ahli dalam sejarah menganggap bahwa al-Ghazali bukan seorang filosof, bahkan ada yang menuduh bahwa yang menyebabkan stagnasi pemikiran Islam adalah akibat dari pemikiran al-Ghazali. Namun, menurut Nucholish Madjid bahwa apabila melihat kitab karya al-Ghazali, yaitu Maq±sid al-Falasifah merupakan salah satu bukti nyata bahwa ia adalah seorang filosof, karena pemahaman yang mendalam terhadap filsafat. Sedangkan kitab yang berjudul Tah±fut al-Falasifah adalah bukti lain atas penguasaannya terhadap ilmu filsafat. Dari kitab ini disinyalir mampu mewarnai kehidupan filsafat di dunia Islam dan menentukan jalannya sejarah pemikiran umat Islam berikutnya.

Berdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah ini penulis akan memaparkan pemikiran al-Ghazali sebagai seorang pemikir yang telah mengkritik para filosof dalam tiga masalah, yakni:
1. Qadim-nya alam.
2. Kebangkitan jasmani.
3. Pengetahuan Tuhan.

Catatan: Download Selengkapnya...
Read More
Published Mei 17, 2010 by with 0 comment

Al-GHAZALI (Corak Tasawuf dan Pengaruhnya dalam Tasawuf)

A.Latar Belakang
Islam sebagai sistim yang lengkap dan utuh memberi tempat bagi penghayatan keagamaan dan esoteris sekaligus. Meskipun Islam menempatkan prinsip keseimbangan kedua bentuk penghayatan tersebut, namun dalam kenyataannya penekanan pada salah satu bentuk penghayatan itu sulit dihindarkan. Hal demikian tercatat dalam sejarah pernah menjadi pemicu timbulnya polemik antara sufi dan ahli syari’at.
Sejak munculnya doktrin fana dan ittihad, terjadinya pergeseran tujuan akhir dari kehidupan spiritual. Kalau mulanya tasawuf bertujuan hanya untuk mencintai dan selalu dekat dengan-Nya, sehingga dapat berkomunikasi langsung, tujuan itu telah meningkat pada penyatuan diri dengan Tuhan. Konsep ini berangkat dari paradigma, bahwa manusia secara biologis adalah jenis makhluk yang mampu melakukan transformasi melalui mi’raj spiritual kealam Ilahiyah. Bersamaan dengan hal tersebut, terjadinya pula pro dan kontra terhadap konsepsi al-ittihad yang menjadi salah satu sebab terjadinya konflik dalam dunia pemikiran Islam, baik interen sufisme maupun dengan teolog dan fuqaha.
Akibat dari perbenturan pemikiran itu, maka sekitar abad III H. tampil al-Junaid (w. 297 H.) menawarkan konsep-konsep tasawuf yang kompromistis antara sufisme dan ortodoksi. Tujuan gerakan ini adalah untuk mengintegrasikan antara kesadaran mistik dengan syariat Islam.
Al-Gazali pada awalnya adalah seorang pemikir Islam (mutakallimin dan filosof), ketika suasana pemikiran di dunia Islam memperlihatkan perkembangan dan semangat keagamaan yang tinggi. sejarah hidupnya menunjukkan bahwa ia dalam usaha mencapai kebenaran yang diyakininya, menempuh proses yang panjang dengan jalan mempelajari seluruh sistem pemahaman keagamaan yang ada pada masanya.

PEMBAHASAN
A.Riwayat Hidup al-Gazali (1058-1111 M)
Sebelum memasuki pembahasan pokok, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan riwayat hidup al-Gazali. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Gazali diberi gelar “Hujjatul Islam”. Lahir pada tahun 1058 M. di Thus provinsi Khurasan wilayah Persi atau Iran, lebih dikenal dengan nama Imam al-Gazali. Muhammad ayah al-Gazali sebagai pengusaha kecil, yang keberhasilan kecil menyebabkan keluarganya, namun dia seorang pecinta ilmu yang mempunyai cita-cita besar. Muhammad senantiasa memohon kepada Allah agar di karunia anak-anak yang berpengetahuan dan ahli ibadah. Dia pun sering berkunjung dan berkhidmat kepada ulama. Ia telah meninggal ketika ketika al-Gazali dan saudaranya, Ahmad masih kecil. Sebelum akhir hayatnya, ayahnya telah menitipkan dan mempercayakan kedua putranya itu kepada salah seorang sahabatnya, yaitu seorang sufi yang baik hati untuk mendidik mereka. selanjutnya kedua anak tersebut mendapatkan bimbingan berbagai cabang ilmu khususnya tentang dasar-dasar ilmu tasawuf.
Ketika sufi yang mengasuh al-Gazali dan sudaranya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan keduanya, ia menganjurkan agar mereka dimasukkan ke sekolah untuk memperoleh, selain ilmu pengetahuan, santunan kehidupan sebagaimana lazimnya waktu itu. Antara tahun 465-470 H. al-Gazali belajar fikih dan ilmu lainnya kepada Ahmad Radzakani di Thus dan selama 3 tahun ditemapt kelahiranya ini ia mengkaji ulang pelajarannya di Jurjan sambil belajar tasawuf kepada Yusuf al-Nasary (w.487 H), pada tahun 473 H. ia pergi ke Naisaburi untuk belajar di Madrasah al-Nizamiyah. Di sinilah al-Gazali berkenalan dengan al-Juwaini, sebagai tenaga pengajar, ia kemudian belajar ilmu kalam dan ilmu mantiq. Menurut Abd. Gaffar bin Ismail al-Farisi, al-Gazali menjadi pelajar yang paling pintar di zamanya, dan ia tetap setia kepada gurnuya sampai wafat.
Catatan:
Download Selengkapnya...
Read More
Published Mei 05, 2010 by with 0 comment

MTQ Tingkat Propinsi NTB

Uhhh.....
Sebenarnya banyak yang mau kuceritakan selama kegiatan MTQ Propinsi NTB ini tapi hingga kini kondisi belum fit. Gimana mau fit kalau selama perjalan dari lombok timur hingga sape, saya muntah-muntah karena mabuk darat.... hehehehe...
ok, pada posting ini hanya kuceritakan dan tampilkan dokumentasi dari hasil lomba.
Alhamdulillah kafilah kami dari Kabupatem Bima keluar sebagai Juara UMUM pada MTQ kali ini (tahun 2010).

Kebetulan saya sendiri utusan kafilah kabupaten Bima dalam cabang Khattil Qur'an bidang penulisan naskah. Alhamdulillah ga dapat juara hehehe...










Read More
Published April 20, 2010 by with 0 comment

Sakinah, Mawaddah wa Rahmah

Tadi sore - menghadiri acara resepsi pernikahan, beberapa sahabat, masih penasaran dengan arti yang dikatakan oleh penyampai kata sambutan keluarga, yaitu Sakinah, Mawaddah wa Rahmah. Kebetulan saya guru bahasa Arab, jadi tau arti secara sempit, sebagaimana yang saya uraikan pada sahabat-sahabat tadi.
Namun setelah buka kembali file di laptop, ada artikel tentang ini, tp sudah berupa file doc. sehingga tak tau dari mana sumber artikel ini dulu. mari lanjut ke makna dari kata tersebut. Semoga membantu.

Sakinah

Kata sakinah berasal dari bahasa Arab (سكينة), yang berarti tenang, tenteram, damai, terhormat, aman, nyaman, merasa dilindungi, penuh kasih sayang, dan memperoleh pembelaan. Dengan demikian keluarga sakinah berarti keluarga yang semua anggotanya merasakan ketenangan, kedamaian, keamanan, ketenteraman, perlindungan, kebahagiaan, keberkahan, dan penghargaan.

Kata "sakinah" juga sudah diserap menjadi bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sakinah bermakna kedamaian; ketenteraman; ketenangan; kebahagiaan.

Mawaddah

Kata mawaddah juga berasal dari bahasa Arab (مَوَدَّة). Mawaddah adalah jenis cinta membara, perasaan cinta dan kasih sayang yang menggebu kepada pasangan jenisnya. Mawaddah adalah perasaan cinta yang muncul dengan dorongan nafsu kepada pasangan jenisnya, atau muncul karena adanya sebab-sebab yang bercorak fisik. Seperti cinta yang muncul karena kecantikan, ketampanan, kemolekan dan kemulusan fisik, tubuh yang seksi; atau muncul karena harta benda, kedudukan, pangkat, dan lain sebagainya.

Biasanya mawaddah muncul pada pasangan muda atau pasangan yang baru menikah, dimana corak fisik masih sangat kuat. Alasan-alasan fisik masih sangat dominan pada pasangan yang baru menikah. Kontak fisik juga sangat kuat mewarnai pasangan muda. Misalnya ketika seorang lelaki ditanya, "Mengapa anda menikah dengan perempuan itu, bukan dengan yang lainnya?" Jika jawabannya adalah, "Karena ia cantik, seksi, kulitnya bersih", dan lain sebagainya yang bercorak sebab fisik, itulah mawaddah.

Demikian pula ketika seorang perempuan ditanya, "Mengapa anda menikah dengan lelaki itu, bukan dengan yang lainnya ?" Jika jawabannya adalah, "Karena ia tampan, macho, kaya", dan lain sebagainya yang bercorak sebab fisik, itulah yang disebut mawaddah.

Kata mawaddah juga sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, menjadi mawadah (dengan satu huruf d). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mawadah bermakna kasih sayang.

Rahmah

Rahmah berasal dari bahasa Arab(رحمة). yang berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, juga rejeki. Rahmah merupakan jenis cinta dan kasih sayang yang lembut, terpancar dari kedalaman hati yang tulus, siap berkorban, siap melindungi yang dicintai, tanpa pamrih “sebab”. Bisa dikatakan rahmah adalah perasaan cinta dan kasih sayang yang sudah berada di luar batas-batas sebab yang bercorak fisik.

Biasanya rahmah muncul pada pasangan yang sudah lama berkeluarga, dimana tautan hati dan perasaan sudah sangat kuat, saling membutuhkan, saling memberi, saling menerima, saling memahami. Corak fisik sudah tidak dominan.

Misalnya seorang kakek yang berusia 80 tahun hidup rukun, tenang dan harmonis dengan isterinya yang berusia 75 tahun. Ketika ditanya, "Mengapa kakek masih mencintai nenek pada umur setua ini?" Tidak mungkin dijawab dengan, "Karena nenekmu cantik, seksi, genit", dan seterusnya, karena si nenek sudah ompong dan kulitnya berkeriput.

Demikian pula ketika nenek ditanya, "Mengapa nenek masih mencintai kakek pada umur setua ini?" Tidak akan dijawab dengan, "Karena kakekmu cakep, jantan, macho, perkasa", dan lain sebagainya; karena si kakek sudah udzur dan sering sakit-sakitan. Rasa cinta dan kasih sayang antara kakek dan nenek itu bahkan sudah berada di luar batas-batas sebab. Mereka tidak bisa menjelaskan lagi "mengapa dan sebab apa" masih saling mencintai.

Kata rahmah diserap dalam bahasa Indonesia menjadi rahmat (dengan huruf t). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata rahmah atau rahmat bermakna belas kasih; kerahiman; karunia (Allah); dan berkah (Allah).

Read More